Cengnge' adalah nama seekor burung bersuara merdu dan berbulu indah yang terdapat di daerah Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Di kalangan masyarakat Mandar, ada sebuah cerita menarik yang mengisahkan tentang seorang gadis cantik yang menjelma menjadi seekor Burung Cengnge'. Mengapa gadis cantik itu menjelma menjadi Burung Cengnge'? Alkisah, di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, hidup sepasang suami-istri yang miskin dan tidak mempunyai anak. Hampir setiap malam mereka berdoa agar dikaruniai seorang anak, namun Tuhan belum juga mengambulkan doa mereka. Meski demikian, sepasang suami-istri itu tidak pernah berputus asa untuk terus berdoa kepada Tuhan. “Ya Tuhan! Jika Engkau berkenan mengaruniakan kami seorang anak laki-laki, hamba bersedia membuatkannya ayunan dari emas,” doa sang Suami. Sebulan kemudian, sang Istri pun hamil. Alangkah senang dan bahagianya sang Suami mengetahui hal itu. Namun hatinya juga bingung, karena ia harus m...
Tiga orang pemuda dari kampung Benua, berniat memperluas permukiman dan ladang penduduk, termasuk membangun pelabuhan agar masyarakat lebih makmur. Mereka diberi gelar I Lauase, I Lauwella, dan I Labuqang. Gelar tersebut didapat sesuai dengan bidang yang mereka kerjakan dalam mewujudkan keinginan mereka itu. I Lauase bertugas membuka hutan menjadi ladang dengan menggunakan wase, yaitu sejenis kapak. I Lauwella bertugas membabat dan membersihkan wella atau rumput laut di pantai untuk dijadikan tempat perdagangan. Sementara itu, I Labuqang bertugas meratakan tanah di pantai yang berlubang-Iubang, karena ulang buqang atau kepiting. Mereka berencana menyelesaikan pekerjaan mereka dengan baik dan dalam waktu yang cepat. Dengan demikian, mulailah mereka mengelola lahan tersebut. "Apa nama yang tepat untuk wilayah kota ini?" ujar I Labuqang. "Bagaimana kalau Pallayarang Tallu?"" seru I Lauase, "Pallayarang artinya tiang layar. Tallu artinya tiga. Berarti tiga tiang layar."...
Alkisah, di sebuah bukit yang bernama Napo di daerah Tammajarra, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Balanipa yang dipimpin oleh Raja Balanipa. Sudah tiga puluh tahun sang Raja berkuasa, namun tidak mau turun dari tahtanya. Ia ingin berkuasa sepanjang masa. Untuk itu, ia senantiasa menjaga kesehatan badannya dengan cara berolahraga secara teratur, berburu, minum jamu dan obat ramuan tabib terkenal agar tetap awet muda dan panjang umur. Raja Balanipa memiliki empat orang anak, dua putra dan dua putri. Akan tetapi kedua putranya sudah dibunuhnya, karena ia tidak mau mewariskan tahtanya kepada mereka. Sementara sang Permaisuri selalu merasa cemas jika sedang mengandung. Jangan-jangan anak yang dikandungnya itu seorang bayi laki-laki. Ia sudah tidak kuat lagi melihat anaknya dibunuh oleh suaminya sendiri. Ia pun selalu berdoa kepada Tuhan, agar anak yang dikandungnya kelak adalah bayi perempuan...
Sayyang Pattudduq, Kuda Menari Dari Tanah Mandar Apakah Sayyang Pattudduq Ada sebuah tradisi unik di tanah Mandar yang disebut dengan Sayyang Pattudduq. Sayyang adalah bahasa Mandar untuk kuda dan Pattudduq adalah menari. Yap kuda menari, kuda yang dikenal biasanya hanya sebagai hewan tunggangan ternyata bisa menggerakkan badannya seirama dengan alunan musik. Tradisi ini dapat ditemui di tanah Mandar, yaitu suku mayoritas yang mendiami semenanjung Barat Pulau Sulawesi atau saat ini dikenal sebagai provinsi Sulawesi Barat. Sejarah Sayyang Pattudduq Sejarah dimulainya tradisi ini tidak diketahui secara pasti, siapa yang menciptakan atau siapa yang memulai dan kapan dimulainya. Ada sumber yang mengatakan bahwa Saiyyang Pattudduq sudah ada sejak abad ke-14, pada masa pemerintahan raja pertama Kerajaan Balanipa, Imanyambungi yang bergelar Todilaling. Disebutkan bahwa pada masa itu, kuda merupakan satu-satunya alat transportasi dan masyarakat berinisiatif untuk sekaligus...
Meongmpalo adalah sebutan untuk kucing belang tiga atau berwarna tiga, dan Meongmpalo Karellae adalah kucing belang tiga berjenis kelamin jantan pada masyarakat Bugis. Kucing belang tiga umumnya berjenis kelamin betina, jantan sangat jarang atau bahkan langka. Jikapun ada biasanya memiliki cacat dan tidak bertahan lama karena adanya kelainan pada kromosom. Kelangkaan kucing belang tiga berjenis kelamin jantan, akhirnya dikaitkan dengan mitos di berbagai budaya. Bagi masyarakat bugis, Meongmpalo Karellae adalah pengawal setia Sangiang Serri (Dewi Padi), yang kisahnya terdapat dalam kitab S ureq Lagaligo. Dahulu, pembacaan kisah Meo ngmpalo Karellae dilakukan pada upacara Maddoja Bine , yaitu upacara penyemaian bibit padi. Dipercaya bahwa, jika si pencerita kisah ini merasakan kegembiraan saat membacanya, maka menjadi pertanda bakal baiknya hasil panen, pun sebaliknya. Pembacaan cerita Meongmpa...
Tari Ma’bundu adalah Tarian perang tradisional kreasi baru yang dipadukan dengan beberapa tarian Tradisional Kecamatan Kalumpang dan kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Tari Ma’bundu diangkat dari kisah cerita perang masa lampau yang saling mengadu ketangkasan kekebalan terhadap senjata-senjata tajam dan yang keluar menjadi pemenang membawa ulu tau ( Pernggalan kepala lawan ). jumlah personil dalam tarian Ma’bundu adalah sebanyak 10 orang. Busana dan perlengkapan : 1. Busana : pakaian kebesaran yaitu BEI yang dihiasi dengan ukir-ukiran yang terbuat dari kerang kecil. 2. Assesoris pada bagian kepala : Topi yang memakai tanduk dan palo-palo 3. asseoris pada bagian tangan : potto Ballusu ( gelang-gelang ditangan ) 4. alat : Tombak, gendang Sumber: https://tamanbudayasulbar.wordpress.com/2011/02/23/tari-mabundu/
Tari Ma’Bundu ari Ma’Bundu yang termasuk sebagai tarian yang berasal dari Mamuju Sulawesi Barat, tepatnya di kecamatan Bonehau dan Kecamatan Kalumpang. Sama seperti Tari Patuddu, tarian ini merupakan tarian kreasi baru diangkat dari kisah cerita perang zaman dahulu, yaitu ketika dalam perang tersebut mengadu ketangkasan kekebalan terhadap senjata-senjata tajam dan yang keluar menjadi pemenang akan membawa ulu tau atau penggalan kepala musuh. Biasanya, jumlah para penari ditari Ma’Bundu paling banyak 10 orang. Mereka memakai busana pakaian adat kebesaran yakni BEI yang dihiasi oleh beberapa ukir-ukiran yang terbuat dari kerang kecil. Pada bagian kepala memakai topi dengan tanduk dan juga palo-palo dan bagian tangan memakai gelang (potto balussu). Properti yang digunakan biasanya para penari akan membawa perala tan perang yang berupa tombak sebagai aksesoris tarian untuk lebih mendramatisasi. https://www.silontong.com/2018/10/08/t...
Tari Ma'Bundu adalah Tarian perang tradisional kreasi baru yang dipadukan dengan beberapa tarian Tradisional Kecamatan Kalumpang dan kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Tari Ma’bundu diangkat dari kisah cerita perang masa lampau yang saling mengadu ketangkasan kekebalan terhadap senjata-senjata tajam dan yang keluar menjadi pemenang membawa ulu tau ( Pernggalan kepala lawan ). Jumlah personil dalam tarian Ma’bundu adalah sebanyak 10 orang dengan mengenakan busana pakaian kebesaran yaitu BEI yang dihiasi dengan ukir-ukiran yang terbuat dari kerang kecil. Pada bagian kepala mengenakan topi dengan tanduk dan palo-palo. Sementara dibagian tangan mengenakan gelang ( potto balussu). Para penari Ma'bundu juga membawa peralatan perang yaitu tombak sebagai aksesoris tarian. sumber : http://www.tradisikita.my.id/2016/05/5-tari-tradisional-sulawesi-barat.html
Di suatu kampung, letaknya di lereng gunung, tinggallah seorang laki-laki setengah baya yang cacat kakinya sehingga tidak bisa berjalan. Dia ingin mengikuti seleksi pemilihan perajurit yang dilakukan oleh Kerajaan Balanipa. Atas keinginannya itu, para pemuda di sekitarnya tertawa mengejeknya. Mereka mengatakan bahwa tidak mungkin lelaki pincang itu menjadi perajurit, mengingat perajurit hanya untuk para towarani (pemberani), bukan untuk lelaki cacat kedua kakinya. Mendengar ejekan tersebut, lelaki itu diam saja dan tidak mungkin mengikuti seleksi tersebut. Apalagi ikut menjadi pasukan perang melawan Kerajaan Gowa. Ketika menyampaikan niatnya untuk mendaftarkan diri kepada Punggawa Balanipa, dia juga mendapat perlakuan sama. Punggawa kerajaan juga mengejeknya dan menyuruh kembali ke rumah karena hanya merepotkan pasukan yang lainnya. Akhirnya, lelaki itu pulang dan tidak jadi mengikuti sayembara tersebut. Seleksi perajurit digelar, dipilihlah pemuda-pemuda yang kuat, tangkas dan gag...