×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Sulawesi Barat

I Karake’lette

Tanggal 04 Jan 2021 oleh Sri sumarni.

Di suatu kampung, letaknya di lereng gunung, tinggallah seorang laki-laki setengah baya yang cacat kakinya sehingga tidak bisa berjalan. Dia ingin mengikuti seleksi pemilihan perajurit yang dilakukan oleh Kerajaan Balanipa. Atas keinginannya itu, para pemuda di sekitarnya tertawa mengejeknya. Mereka mengatakan bahwa tidak mungkin lelaki pincang itu menjadi perajurit, mengingat perajurit hanya untuk para towarani (pemberani), bukan untuk lelaki cacat kedua kakinya. Mendengar ejekan tersebut, lelaki itu diam saja dan tidak mungkin mengikuti seleksi tersebut. Apalagi ikut menjadi pasukan perang melawan Kerajaan Gowa. Ketika menyampaikan niatnya untuk mendaftarkan diri kepada Punggawa Balanipa, dia juga mendapat perlakuan sama. Punggawa kerajaan juga mengejeknya dan menyuruh kembali ke rumah karena hanya merepotkan pasukan yang lainnya. Akhirnya, lelaki itu pulang dan tidak jadi mengikuti sayembara tersebut.

Seleksi perajurit digelar, dipilihlah pemuda-pemuda yang kuat, tangkas dan gagah berani untuk bergabung dengan pasukan Balanipa. Mereka dilatih dengan berbagai keterampilan pedang dan strategi perang. Setelah persiapan secukupnya, mereka segera akan diberangkatkan ke medan perang. Dengan menggunakan bermacam-macam senjata, seperti tombak, pedang dan panah. Mereka berangkat ke Teluk Mandar tempat bala tentara Kerajaan Gowa akan mendarat.

Akhirnya hari itu tiba. Tampak pasukan Kerajaan Gowa datang dari laut hendak merapat ke pelabuhan Mandar. Pasukan Balanipa segera bersiap. Ketika pasukan Kerajaan Gowa mulai turun dari kapal, serentak pasukan Balanipa menyerang. Terjadilah pertempuran sengit. Mereka saling serang dengan senjata andalannya. Pasukan Balanipa bertempur dengan gagah berani. Keinginan membela tanah airnya dari serangan musuh semikian kuat. Demikian juga pasukan dari Gowa yang dipimpin sendiri oleh Raja Gowa. Mereka begitu berhasrat untuk menguasai kerajaan Balanipa.

Jumlah pasukan yang jauh lebih banyak, lebih kuat, dan lebih terlatih, pasukan Kerajaan Gowa mulai menguasai keadaan. Prajurit Kerajaan Balanipa mulai kocar-kacir. Banyak pemuda-pemuda yang gugur mempertahankan tanah airnya. Pada akhirnya, Panglima Perang Kerajaan Balanipa memutuskan untuk mundur ke Kota Raja, lalu melapor ke Raja Balanipa, kemudian menyusun strategi berikutnya. Sementara itu, Raja Gowa sangat senang karena telah memeperoleh kemenangan di Teluk Mandar. Untuk sementara dia memutuskan beristirahat dulu sebelum menyerang kota Raja Balanipa. Raja Balanipa yang mendengar laporan panglima perangnya sangat gusar. Pasukannya telah kalah dan begitu banyak pemuda yang gugur di medan perang. Sementara itu tak banyak lagi pemuda yang bisa diandalkan untuk berperang. Bagaimana caranya untuk dapat mengalahkan pasukan kerajaan Gowa yang begitu kuat? Bagaimanapun, dia takkan menyerah. Lebih baik mati daripada menyerahkan tanah Mandar ke orang Gowa. Pada saat genting itu muncullah lelaki dengan cacat kaki menghadap Raja Balanipa. Di hadapan raja, lelaki tersebut mengenalkan dirinya dengan nama I Karake’lette dan bermaksud ingin ikut berperang melawan Raja Gowa. Raja yang mendengar, tertawa terbahak-bahak. Bagaimana mungkin orang cacat seperti itu dapat berperang melawan musuh yang begitu kuat. Namun I Karake’lette kelihatan bersungguh-sunggu ingin membantu raja Balanipa. Tak tampak keraguan di wajahnya. Raja lalu menanyakan apa yang di inginkan lelaki tersebut jika ia menang melawan Raja Gowa. I Karake’lette tidak meminta apapun, dia hanya ingin menunjukkan bakti dan cintanya kepada tanah Balanipa.

Akhirnya, Raja Balanipa setuju. Berangkatlah I Karake’lette ke Teluk Mandar. Sesampainya di sana, dia menyelinap masuk ke atas kapal yang ditumpangi oleh Raja Gowa yang tengah berpesta pora. Dia segera mendekat ke singgasana Raja Gowa. Raja Gowa dan pengawalnya terkejut melihat kehadiran I Karake’lette. Di hadapan Raja Gowa I Karake’lette menantangnya untuk bertanding. Jika Raja Gowa menang, maka dia dapat mengambil seluruh isi kerajaan Balanipa. Namun, jika tidak, Raja Gowa harus segera angkat kaki dari wilayah Balanipa dan tidak boleh kembali lagi ke tanah Balanipa. Raja Gowa sangat marah mendengar tantangan tersebut. Namun, dia tidak menolak tantangan itu. Dipikirnya lelaki cacat itu tak mungkin memenangkan pertarungan apapun melawannya. I Karake’lette segera mengeluarkan dua buah jeruk nipis dan sebilah keris dari sakunya. Jika Raja Gowa dapat membelah dua jeruk nipis yang di lemparkan I Karake’lette, maka raja Gowa yang menjadi pemenang. Namun, jika I Karake’lette yang berhasil membelah dua jeruk tersebut maka dirinyalah yang menjadi pemenang. Raja Gowa setuju dengan aturan main pertarungan itu.

Seketika I Karake’lette melemparkan jeruk nipis itu dan disambut ayunan keris Raja Gowa. Namun sayang, sabetan keris meleset, tidak mengenai jeruk nipis itu sama sekali. sebaliknya lemparan jeruk nipis dari Raja Gowa bisa ditebas oleh I Karake’lette dan terbeah jadi dua. Raja Gowa tahu dia telah kalah. Pertarungan tadi telah dimenangkan oleh I Karake’lette. Raja Gowa sangat marah, dia ingkar janji, lalu menyerang I Karake’lette. I Karake’lette menghindar dengan gesit. Dia berbalik menyerang sehingga Raja Gowa tertusuk oleh keris I Karake’lette dan tewas seketika.

I Karake’lette segera keluar dari kapal dan kembali ke Kota Raja Balanipa. Sementara itu, pasukan Kerajaan Gowa yang kehilangan rajanya ketakuan dan segera angkat kaki dari Teluk Mandar. Sesampainya di kota, I Karake’lette disambut meriah oleh Raja dan rakyat Kerajaan Balanipa. Mereka berterima kasih karena telah diselamatkan oleh I Karake’lette, seorang lelaki cacat kaki yang ternyata punya kesaktian yang tidak terduga. Sebagai hadiah Raja Balanipa mengangkat I Karake’lette menjadi punggawa kerajaan dan memberikan sebidang tanah yang luas untuk I Karake’lette dan anak cucunya.

Sumber: Pencatatan Warisan Budaya Takbenda BPNB Sulsel

DISKUSI


TERBARU


ASAL USUL DESA...

Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
Sejarah

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

Rumah Adat Karo...

Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
Rumah Tradisional

Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

Kearifan Lokal...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

Mengenal Sejara...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

Resep Layur Bum...

Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
Makanan

Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...