Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Barat Tammaraja, Banopali, Polewali Mandar
Panglima To Dialing
- 11 Oktober 2018
Alkisah, di sebuah bukit yang bernama Napo di daerah Tammajarra, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Balanipa yang dipimpin oleh Raja Balanipa. Sudah tiga puluh tahun sang Raja berkuasa, namun tidak mau turun dari tahtanya. Ia ingin berkuasa sepanjang masa. Untuk itu, ia senantiasa menjaga kesehatan badannya dengan cara berolahraga secara teratur, berburu, minum jamu dan obat ramuan tabib terkenal agar tetap awet muda dan panjang umur.
 
Raja Balanipa memiliki empat orang anak, dua putra dan dua putri. Akan tetapi kedua putranya sudah dibunuhnya, karena ia tidak mau mewariskan tahtanya kepada mereka. Sementara sang Permaisuri  selalu merasa cemas jika sedang mengandung. Jangan-jangan anak yang dikandungnya itu seorang bayi laki-laki. Ia sudah tidak kuat lagi melihat anaknya dibunuh oleh suaminya sendiri. Ia pun selalu berdoa kepada Tuhan, agar anak yang dikandungnya kelak adalah bayi perempuan.
 
Pada suatu waktu, sang Permaisuri sedang hamil besar. Ketika itu, Raja Balanipa hendak pergi berburu di daerah Mosso. Sebelum berangkat, sang Raja berpesan kepada Panglima perangnya yang bernama Puang Mosso.
 
"Puang Mosso! Tolong jaga Permaisuriku yang sedang hamil besar itu! Jika aku belum kembali dan ia melahirkan anak laki-laki, maka bunuhlah anak itu!" titah Raja Balanipa.
 
"Baik, Baginda! Segala perintah Baginda pasti hamba laksanakan," jawab Puang Posso sambil memberi hormat.
 
Setelah itu, berangkatlah Raja Balanipa ke Mosso. Keesokan harinya, sang Permaisuri pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan. Namun anehnya, lidah bayi itu berwarna hitam dan berbulu. Mengetahui Permaisuri melahirkan, anjing pengawal raja segera menjilati kain bekas persalinan, sehingga meninggalkan darah di moncongnya. Kemudian anjing itu segera mencari sang Raja yang sedang berburu di daerah Mosso. Setelah menemukan tuannya, anjing itu terus menggonggong untuk memperlihatkan darah di moncongnya. Sang Raja yang mengerti jika Permaisurinya telah melahirkan segera kembali ke istana.
 
Sementara itu, Puang Posso sedang dilanda kebingungan setelah mengetahui sang Permaisuri melahirkan bayi laki-laki. Ia merasa kasihan dan tidak tega membunuh bayi itu. Sesaat ia berpikir keras untuk mencari cara agar sang Raja tidak murka dan bayi laki-laki itu tetap hidup
 
"Mmm, aku tahu caranya. Aku akan menyembelih seekor kambing dan aku kuburkan, lalu membuatkan nisan di atas kuburannya, sehingga sang Raja akan mengira bahwa isi kuburan itu adalah putranya," pikir Puang Mosso, lalu segera melaksanakan niatnya itu. Oleh karena khawatir rahasianya diketahui sang Raja, Puang Mosso menitipkan bayi itu kepada keluarganya yang tinggal di sebuah kampung yang berada jauh dari istana. Keesokan harinya, Raja Balanipa kembali dari berburu dan langsung menemui Puang Mosso.
 
"Bagaimana keadaan Permaisuri? apakah ia sudah melahirkan?" tanya sang Raja.
 
"Ampun, Baginda! Sehari setelah Baginda berangkat, Permaisuri melahirkan seorang bayi laki-laki. Sesuai dengan pesan Baginda, hamba sudah menyembelih dan menguburkan bayi itu, jelas Puang Posso.
 
"Di mana kamu kuburkan?" tanya sang Raja.
 
"Ampun, Baginda! Hamba menguburnya di samping kuburan putra Baginda yang lainnya," jawab Puang Mosso.
 
Raja Balanipa belum yakin jika belum melihat langsung kuburan itu. Raja pun segera ke tempat perkuburan keluarga istana, dan tampaklah sebuah kuburan kecil yang masih baru. Sang Raja pun percaya bahwa bayi laki-lakinya sudah mati. Ia pun kembali menjalankan tugasnya sebagai Raja dengan perasaan tenang, karena pewaris tahtanya sudah tidak ada lagi.
 
Waktu terus berjalan. Putra Raja yang tinggal di sebuah kampung sudah besar. Ia sudah lancar berbicara dan mengenal orang-orang di sekelilingnya. Ia juga sangat akrab dengan Puang Mosso, karena hampir setiap minggu Puang Mosso membesuknya secara diam-diam. Oleh karena khawatir rahasianya diketahui oleh sang Raja, Puang Mosso menitipkan anak itu kepada seorang pedagang yang akan berlayar menuju Pulau Salemo yang berada jauh dari bukit Napo.
 
Di Pulau Salemo, putra Raja itu tumbuh menjadi anak yang sehat. Ia diasuh dan dididik oleh keluarga pedagang yang membawanya ke tempat itu. Ia sangat tekun bekerja dan mahir memanjat pohon kelapa.
 
Pada suatu hari, ketika ia sedang memanjat pohon kelapa, tiba-tiba seekor burung rajawali raksasa menyambarnya, lalu membawanya terbang ke tempat yang jauh. Ketika sampai di daerah Gowa, anak itu terlepas dari cengkeraman rajawali raksasa sehingga terjatuh di tengah sawah dan ditemukan oleh seorang petani. Si petani pun segera melaporkan hal itu kepada Raja Gowa, Tumaparissi Kalonna.
 
"Ampun, Baginda! Hamba menemukan seorang anak laki-laki berbaju merah di tengah sawah yang terlepas dari cengkeraman seekor burung rajawali raksasa."
 
"Di mana anak itu sekarang?" tanya Raja Gowa.
 
"Ada di rumah hamba, Baginda!" jawab petani itu.
 
"Pak tani! Bawa anak itu kemari, aku ingin melihatnya!" titah Raja Gowa.
 
Mendengar perintah sang Raja, petani itu segera menjemput anak itu di rumahnya. Beberapa lama kemudian, petani itu sudah kembali ke istana bersama dengan anak itu. Ketika sang Raja melihat dan mengamati anak itu, ia langsung  tertarik dengan tubuh anak itu.
 
"Waaah, kekar sekali tubuh anak ini! Jika anak ini akau rawat dan didik dengan baik, kelak ia akan menjadi pemuda yang gagah perkasa," pikir Raja Gowa.
 
"Hei, anak kecil! Kamu siapa dan dari mana asalmu?" tanya Raja Gowa.
 
Putra Raja Balanipa itu menceritakan asal-usulnya hingga ia dapat sampai di tempat itu. Sang Raja menjadi terharu mendengar cerita anak itu. Akhirnya, Raja Gowa merawat dan mendidiknya hingga menjadi pemuda gagah perkasa dan sakti. Kemudian ia mengangkatnya menjadi panglima perang (tobarani) Kerajaan Gowa. Sejak putra Raja Balanipa itu menjadi panglima perang, pasukan kerajaan Gowa selalu menang dalam peperangan. Panglima perang kerajaan Gowa itu pun terkenal hingga ke berbagai negeri. Raja Gowa kemudian memberinya gelar I Manyambungi.
 
Sementara itu, di Kerajaan Balanipa, kondisi keamanan sedang kacau balau. Rupanya Raja Balanipa yang merupakan ayah kandung Panglima I Manyambungi telah wafat dan digantikan oleh Raja Lego yang terkenal sakti. Raja tersebut sangat kejam dan bengis. Ia suka menganiaya rakyat, baik yang berada di wilayah kekuasaannya maupun yang berada di negeri sekitarnya yaitu negeri Samsundu, Mosso dan Todang-todang. Hal itu membuat Raja-Raja negeri bawahannya menjadi resah dan benci kepadanya. Untuk mengatasi hal itu, mereka pun mengadakan musyawarah untuk mencari cara menyingkirkan Raja Lego.
 
"Bagaimana caranya menyingkirkan Raja Lego yang kejam itu?" tanya salah seorang Raja.
 
"Saya mendengar kabar bahwa Kerajaan Gowa memiliki seorang panglima perang yang sakti bernama I Manyambungi. Barangkali kita dapat meminta bantuannya utntuk melawan Raja lego jawab seorang Raja yang lain.
 
Para Raja negeri bawahan itu pun bersepakat untuk mengundang Panglima I Manyambungi. Maka diutuslah beberapa perwakilan dari kerajaan-kerajaan bawahan ke kerajaan Gowa. Sesampainya di Gowa, mereka pun segera menemui panglima sakti itu dan mengutarakan maksud kedatangan mereka.
 
"Maaf, Tuan! Kami adalah utusan dari kerajaan-kerajaan kecil di daerah Polewali Mandar. Maksud kedatangan kami adalah ingin meminta bantuan untuk melawan Raja Lego," lapor sang utusan.
 
"Siapa Raja Lego itu?" tanya I Manyambungi.
 
"Ia adalah penguasa Kerajaan Balanipa yang menggantikan Raja Balanipa. Ia sangat  kejam, suka menganiaya rakyat kami yang tidak berdosa," jelas salah seorang utusan. I Manyambungi sangat terkejut saat mendengar jawaban itu. Ia jadi teringat dengan ayah dan keluarga yang pernah diceritakan oleh Puang Mosso kepadanya pada masa ia masih kecil.
 
"Bagaimana dengan Raja Balanipa dan keluarga istana lainnya?" tanya I Manyambungi penasaran.
 
"Raja Balanipa dan permaisurinya telah wafat. Sementara beberapa keluarga istana lainnya sedang mengungsi ke daerah Mosso." jelas utusan itu.
 
"Bagaimana dengan Panglima Puang Mosso? Apakah ia masih hidup?" tanya I Manyambungi.
 
"Iya, Tuan! Dia masih hidup. Bahkan dialah yang telah menyelamatkan sebagian keluarga istana. Bagaimana Tuan dapat mengenal Puang Mosso?" tanya salah seorang utusan heran.
 
Panglima I Manyambungi pun menceritakan perihal asal-usulnya. Para utusan dari Mandar itu pun terkejut dan segera memberi hormat.
 
"Ampun, Tuan! Sungguh kami tidak mengetahui jika Tuan adalah putra Raja Balanipa," kata utusan serentak.
 
"Baiklah! Aku akan memenuhi permintaan kalian, tapi dengan syarat Puang Mosso yang harus datang sendiri menjemputku," pesan Panglima I Manyambungi.
 
"Baik, Tuan! Kami akan menyampaikan berita ini kepada Puang Mosso" jawab para utusan seraya berpamitan kembali ke Mandar. Sesampai di Mandar, mereka segera menemui Puang Mosso. Mendengar laporan para utusan itu, Puang Mosso  menjadi cemas. Oleh karena penasaran, Puang Mosso berlayar sendiri ke Gowa dengan hati berdebar-debar. Dalam perjalanan, ia selalu  bertanya-tanya dalam hati.
 
"Siapa sebenarnya I Manyambungi itu. Kenapa harus aku yang menjemputnya? jangan-jangan dia adalah putra Raja Balanipa yang pernah aku titipkan kepada seorang pedagang?"
 
Sesampai di Gowa, Puang Mosso segera menghadap Panglima I Manyambungi. Saat berada di hadapan panglima yang sakti itu, hati Puang Mosso semakin berdebar kencang. Lain halnya dengan I Manyambungi yang selalu tersenyum sambil menatap Puang Mosso dengan mata berkaca-kaca. Puang Mosso bukanlah sosok yang asing di mata I Manyambungi.
 
"Benarkah anda Puang Mosso?" tanya I Manyambungi.
 
"Benar, Tuan! jawab Puang Mosso.
 "Maafkan hamba Tuan! Maukah Tuan menjulurkan lidah sebentar?" Puang Mosso balik bertanya kepada I Manyambungi dengan perasaan ragu-ragu. Ketika melihat lidah I Manyambungi berwarna hitam dan berbulu, maka semakin yakinlah Puang Mosso jika panglima itu adalah putra Raja Balanipa. Tanpa berpikir panjang, Puang Mosso segera memeluknya dengan erat sambil berkata :
 
"Benar, engkaulah putra Raja Balanipa."
 
I Manyambungi pun membalas pelukan Puang Mosso sambil meneteskan air mata, lalu berkata :
 
"Iya, Puang Mosso! Terima kasih karena engkau telah menyelamatkan nyawaku dan merawatku semasa aku masih kecil."
 
"Sudahlah, Tuan! Kita harus segera ke daerah Mandar untuk menyelamatkan warga yang tidak berdosa dan merebut kembali Kerajaan Napo dari tangan Raja Lego yang bengis dan kejam itu," ujar Puang Mosso.
 
"Baik, Puang Mosso! Kita berangkat saat tengah malam agar tidak ketahuan oleh Raja Gowa. Jika mengetahui hal ini, beliau pasti akan melarangku pergi," kata I Manyambungi.
 
Pada saat tengah malam, Puang Mosso dan Panglima I Manyambungi beserta beberapa pengikutnya meninggalkan istana Kerajaan Gowa. Setelah beberapa hari berlayar, kapal mereka pun merapat di pelabuhan Tangnga-tangnga. Semua peralatan perang mereka turunkan dari kapal dan kemudian membawanya ke bukit Napo. Sejak itu, Panglima I Manyambungi dikenal dengan nama Panglima To Dilaling.
 
Sementara itu, Raja Lego semakin kejam terhadap rakyat yang lemah. Segala keinginannya harus segera dipenuhi. Jika ia menginginkan harta atau pun gadis untuk dikawini, tidak seorangpun yang dapat menghalanginya. Akibatnya seluruh warga menjadi resah dan semakin benci kepadanya. Maka, pada saat Panglima To Dilaling mengajak para warga untuk memerangi Raja Lego, mereka menyambutnya dengan senang hati dan penuh semangat.
 
Pada waktu yang telah ditentukan, Panglima To Dilaling beserta seluruh warga menyerbu istana Raja Lego. Pertempuran sengit pun tidak dapat dihindari lagi. Pada mulanya, pasukan Raja Lego dapat mengadakan perlawanan. Namun, karena jumlah mereka lebih sedikit daripada pasukan Panglima  To Dilaling, akhirnya merekapun menyerah.
 
Sementara itu, Raja Lego yang dihadapi langsung oleh Panglima To Dilaling masih mampu melakukan perlawanan. Keduanya saling mengadu kesaktian. Tidak berapa lama kemudian, Raja Lego akhirnya kalah juga dan mati di ujung badik Panglima To Dilaling. Seluruh warga menyambut kemenangan itu dengan gembira. Akhirnya, Panglima To Dilaling dinobatkan menjadi Raja di bukit Napo. Selama masa pemerintahan Panglima To Dilaling, negeri Napo dan sekitarnya menjadi aman, makmur dan sentosa. Hingga kini, makam Panglima To Dilaling dapat disaksikan di bawah sebuah pohon beringin yang rindang yang berada di atas bukit Napo, Polewali Mandar.
 
Sumber: 
Buku cerita rakyat Indonesia Super lengkap 33 Propinsi
Diceritakan kembali oleh : Daru Wijayanti 
Ilustrasi : Ganjar Darmayekti 
Penerbit : New Diglossia (Yogyakarta), 2011)
 
http://www.ceritadongenganak.com/2015/08/cerita-rakyat-sulawesi-barat-panglima.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU