Ritual
Ritual
Ritual Sulawesi Barat Mandar
Sayyang Pattudduq #SBM
- 13 November 2018

Sayyang Pattudduq, Kuda Menari Dari Tanah Mandar

Apakah Sayyang Pattudduq

Ada sebuah tradisi unik di tanah Mandar yang disebut dengan Sayyang Pattudduq. Sayyang adalah bahasa Mandar untuk kuda dan Pattudduq adalah menari. Yap kuda menari, kuda yang dikenal biasanya hanya sebagai hewan tunggangan ternyata bisa menggerakkan badannya seirama dengan alunan musik. Tradisi ini dapat ditemui di tanah Mandar, yaitu suku mayoritas yang mendiami semenanjung Barat Pulau Sulawesi atau saat ini dikenal sebagai provinsi Sulawesi Barat.

Sejarah Sayyang Pattudduq

Sejarah dimulainya tradisi ini tidak diketahui secara pasti, siapa yang menciptakan atau siapa yang memulai dan kapan dimulainya. Ada sumber yang mengatakan bahwa Saiyyang Pattudduq sudah ada sejak abad ke-14, pada masa pemerintahan raja pertama Kerajaan Balanipa, Imanyambungi yang bergelar Todilaling. Disebutkan bahwa pada masa itu, kuda merupakan satu-satunya alat transportasi dan masyarakat berinisiatif untuk sekaligus menjadikannya sarana hiburan sehingga lahirlah Sayyang Pattudduq.

Versi lain mengatakan bahwa Sayyang Pattudduq baru mulai dikembangkan saat Islam menjadi agama resmi di beberapa kerajaan di tanah Mandar, yaitu pada abad ke-16. Dikisahkan bahwa sejak dahulu berkuda sudah menjadi tradisi, dan kuda identik dengan kekerasan, kekuasaan, kekuatan dan kemewahan. Setelah Islam masuk, kuda kemudian dididik, dilatih, sekaligus menjadi alat pendidikan. Bagi putera bangsawan keterampilan berkuda menjadi sebuah keharusan. Demikian halnya para santri, kemampuan untuk membuat kuda patuh kepadanya menjadi salah satu tolak ukur keberhasilannya sebagai santri yang telah menamatkan pengajian. Karenanya para santri melatih dan mendidik kuda untuk bergerak mengikuti irama rebana ataupun senandung shalawatan. Dari sini Sayyang Pattudduq mulai berkembang di lingkungan istana dan disakralkan, dan hanya dimainkan pada upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Dalam perkembangannya, Sayyang Pattudduq menjadi tradisi untuk merayakan penamatan Al Qur’an. Seorang anak yang telah khatam bacaan Qur’an akan diupacarakan dengan menunggangi Sayyang Pattudduq dan diarak keliling kampung untuk disaksikan oleh masyarakat. Sayyang Pattudduq pun menjadi motivasi bagi anak-anak untuk segera menamatkan Al Qur’an.

Pada masa sekarang, fungsi Sayyang Pattudduq mengalami pergeseran mengikuti zaman. Sayyang Pattudduq tidak hanya digelar pada penamatan Quran, namun juga digelar untuk penyambutan tamu kehormatan dan untuk kepentingan atraksi wisata.

Bagaimana Kuda Menari

Dalam atraksi Sayyang Pattudduq, kuda akan bergoyang dan bergerak mengikuti tabuhan rebana. Di atas punggungnya duduk seorang gadis dengan posisi khusus; salah satu lutut kaki agak ditegakkan dan tangan ditopangkan di atasnya sambil memegang kipas. Kaki lainnya ditekuk ke belakang dengan lutut menghadap ke depan.

Selayaknya seorang penari, sang kuda dihias dengan berbagai aksesoris. Demikian pula gadis penunggangnya yang disebut dengan Pesaweang, berhias dengan pakaian adat khas mandar yaitu Baju Pokko dan dinaungi dengan payung kehormatan. Pembawa payung disebut dengan Palla’lang. Untuk penamatan Qur’an, dalam bahasa setempat disebut mappatamma Qur’an, anak yang diupacarakan akan berada di belakang penunggang atau Pesaweang dengan memakai pakaian haji, atau pakaian khas yang dikenakan seseorang yang telah bergelar haji. Untuk laki-laki memakai sorban dan perempuan mengenakan selendang penutup kepala.

Posisi duduk Pesaweng bersama anak perempuan yang sedang dirayakan penamatan Qur’an-nya, di atas Sayyang Pattudduq

Saat tetabuhan rebana mulai berbunyi sang kuda akan mengehentak-hentakkan kaki dan mengangguk-anggukkan kepala, dan sesekali mengangkat setengah badannya di udara. Suara gemerincing dari hiasan kuda berpadu dengan hentakan kaki kuda dan tabuhan rebana, semakin menambah semangat sang kuda dan penonton yang menyaksikan. Untuk menjaga kestabilan gerakan kuda, seorang laki-laki bertugas sebagai penuntun kuda sekaligus memberi instruksi kepada kuda, dan disebut Sawi. Empat orang sebagai pendamping yang disebut Passarung, masing-masing dua orang di samping kanan dan kiri kuda bertugas menjaga kestabilan gadis penunggang. Pengiring musik yaitu kelompok rebana disebut Parrawana, berada di bagian depan bersama seorang Pangkalindaqdaq atau pelantun syair Mandar. Sesekali suara tabuhan akan diselingi dengan syair-syair yang dilantunkan Pangkalindaqdaq yang berisikan nasehat-nasehat agama, pendidikan dan pantun pergaulan muda-mudi.

Sang kuda sedang menunjukkan salah saatu gerakan tari, yaitu dengan mengangkat badannya ke udara

Tradisi Sayyang Pattudduq telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013. Dengan demikian maka tradisi ini telah menjadi milik rakyat Indonesia dan adalah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga dan melestarikannya.

Referensi :

  • Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulsel. 2011. Pencatatan Warisa Budaya Tak Benda Sulawesi Barat. Makassar. Kemdikbud
  • Saidong, Husain. Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Makassar. 2001. Laporan Penelitian Sejarah Nilai Tradisional Sulawesi Selatan: Nilai-nilai Budaya Pada Upacara Tradisional Messawe Sayyang Pattudduq di Kabupaten Polmas. Departemen Pendidikan Nasional
  • https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulsel/sayyang-pattudduq-kuda-menari-di-tanah-mandar/

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak, Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman)...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Prajurit pemanah kasultanan kasepuhan cirebon di festival keraton nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU