Alat musik yang satu ini sangat unik karena terbuat dari Buah Kelapa. Alat musik tradisional ini memiliki bunyi seperti marimba namun perbedaannya terdapat pada nada yang di hasilkan sangat kuat dan tinggi, komposisi yang dibutuhkan untuk sebuah calung adalah buah kelapa serta bambu dan lidi. nada yang terdapat pada calung bersifat pentatonic atau nadanya hanya empat dan nadanya pun tersusun dengan aturan tradisional tidak tersusun seperti pada tuts piano yang secara berurutan memiliki nada yang semakin tinggi. Hal ini berbeda dengan calung yang ada di mandar, nadanya tersusun sesuai dengan kondisi yang pertama kali alat ini tercipta namun pada masa sekarang ini para seniman sudah menciptakan Calung yang bernada lengkap atau bisa kita sebut Diatonis karena memiliki nada yang cukup untuk bisa berkolaborasi dengan alat musik moderen dan lebih aktif dalam arransment karena memiliki banyak nada yang senada dengan alat musik yang umum seperti guitar. namun keberadaan alat...
Rebana adalah alat musik tradisional masyarakat Sulawesi Barat yang termasuk dalam jenis alat musik membrapon, yaitu musik tersebut menggunakan kulit sebagai sumber bunyi atau selaput tipis yang direntangkan. (Solihing, Ibid: 95). Rebana dalam bahasa Sulawesi Barat disebut dengan rawana, sedangkan dalam bahasa Arab disebut Lafud. Kehadirannya sebagai alat musik tradisional merupakan penggabungan budaya antara budaya Arab dan budaya Mandar. Sekitar abad ke 17 yang lalu atau zaman pemerintahan raja Mandar yang ke IV Daetta , anak pertama dari raja ke II Tomeppayung, Cucu Raja Mandar I Imanyambungi ( Todilaling). Wilayah ini menjadi salah satu target untuk menciptakan sebuah paham yang konon adalah paham melawan animisme atau zaman penyembahan berhala, pengaruh itu tidak lain kalau bukan pengaruh budaya Arab, (Ibu Cammana, 31 juli 2003) Sumber : https://www.tradisikita.my.id/2016/08/5-alat-musik-tradisional-sulawesi-barat.html
Kawao, belakangan ini pengguna facebook di Sulbar suka menuliskan kata itu, kata yang seharusnya ditulis kawao' atau kawaoq. Apakah semua orang (itu) paham dengan kawao'? Kawao' dalam mitologi orang Mandar, setidaknya di pesisir, adalah sosok hantu laut yang menjelma sebagai seekor gurita raksasa bertentakel tiga. Makanya sering disebut "burita kawao'" atau gurita hantu (kira-kira begitu frase padanannya dalam bahasa Indonesia). Kawao' atau gurita kawao' adalah teror menakutkan bagi pelaut di Mandar, jelmaan mahluk setengah gaib dan suka muncul pada saat hujan gerimis. Ada spot-spot tertentu di mana mahluk sialan nan menakutkan ini sering muncul, terutama di jalur laut tradisional perairan perbatasan Polman - Majene ke arah Balikpapan. Di sepanjang rute tersebut kawao' sering muncul. Kemunculannya ditandai dengan laut yang terasa kental (perahu terasa sulit melaju?), dan tiang layar dipenuhi "gattun...
Pertunjukan koayang, atau pakkoa-koayang (lucu dan sangat menghibur), biasanya dipadukan dengan tabuhan rebana sebagai hiburan. Pertunjukan ini mungkin banyak yang tak tahu dan belum pernah menyaksikannya. Dari apa yang saya saksikan, saya tak percaya jika Anda tak tertawa terbahak bahak jika menyaksikan kelucuan mereka. Pertunukan Koayang yang ditampilkan oleh grup rebana di dusun Sumael dibarengi dengan cerita oleh lawan main pakkoayang yang disebut pattemba koayang. Bukan saja para koayang yang bergerak sendiri tapi ada lawan main pakkoayang yang disertai dengan guyonan dari awal hingga akhir pertunjukan. Biasanya tampil terlebih dahulu dengan koayang yang seakan terbang dan sesekali mencoba mematuk penonton.. setelah itu datanglah pattemba koayang dengan menunggang banyal guling (missawe) disertai dengan kayu sebagai senjata.. Masing-masing bergerak sesuka mereka dan dilanjut dengan guyonan lucu dan koayang ditembak. Setelah...
Cengnge` adalah nama seekor burung bersuara merdu dan berbulu indah yang terdapat di daerah Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Di kalangan masyarakat Mandar, ada sebuah cerita menarik yang mengisahkan tentang seorang gadis cantik yang menjelma menjadi seekor burung Cengnge`. Alkisah, di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, hidup sepasang suami-istri yang miskin dan tidak mempunyai anak. Hampir setiap malam mereka berdoa agar dikaruniai seorang anak, namun Tuhan belum juga mengambulkan doa mereka. Meski demikian, sepasang suami-istri itu tidak pernah berputus asa untuk terus berdoa kepada Tuhan. “Ya Tuhan! Jika Engkau berkenan mengaruniakan kami seorang anak laki-laki, hamba bersedia membuatkannya ayunan dari emas,” doa sang Suami. Sebulan kemudian, sang Istri pun hamil. Alangkah senang dan bahagianya sang Suami mengetahui hal itu. Namun hatinya juga bingung, karena ia harus memenuhi janjinya untuk membuatkan anaknya...
Sulawesi Barat sebagian besar dihuni oleh suku Mandar (49,15%) dibanding dengan suku-bangsa lainnya seperti Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar (1,59%) dan lainnya (19,15%). Maka adat dan tradisi suku Mandar lebih berkembang di daerah ini. Salah satu tradisi orang Mandar yang sangat terkenal adalah tradisi penjemputan tamu-tamu kehormatan baik dari dalam maupun luar negeri. Penyambutan tamu kehormatan tersebut sedikit berbeda dari daerah lainnya. Para tamu kehormatan tidak hanya disambut dengan pagar ayu atau pengalungan bunga, tetapi juga dengan Tari Patuddu. Tari Patuddu yang memperagakan tombak dan perisai ini disebut juga tari perang. Disebut demikian karena sejarah tarian ini memang untuk menyambut balatentara KERAJAAN BALANIPA yang baru saja pulang dari berperang. Menurut sebagian masyarakat setempat, Tari Patuddu ini lahir karena sering terjadi huru-hara dan peperangan antara balatentara Kerajaan Balanipa dan Kerajaan Passokorang pada masa lalu. Set...
Alkisah, di daerah Mandar, Sulawesi Barat, hidup seorang gadis cantik jelita bersama seorang adiknya yang masih berumur sepuluh tahun. Kedua kakak beradik itu adalah yatim piatu. Mereka hidup rukun dan saling menyayangi. Mereka tinggal di sebuah rumah panggung peninggalan orang tua mereka yang berada di tengah hutan belantara, jauh dari permukiman penduduk. Dari kejauhan, rumah mereka hampir tidak kelihatan, karena selain tertutupi pepohonan rindang di sekitarnya, juga diselubungi oleh tanaman paria (pare) yang menjalar mulai dari tiang, tangga, dinding, hingga ke atap rumahnya. Itulah sebabnya, gadis cantik itu dipanggil Samba` Paria , yang berarti perempuan yang rumahnya diselubungi tanaman paria. Pada suatu hari, Samba` Paria bersama adiknya sedang asyik menyantap makanan jepa di dalam rumah. Tanpa disengaja, ketika sang Adik akan memasukkan jepa ke dalam mulutnya, tiba-tiba terlepas dari tangannya dan langsung jatuh ke tanah. Mereka membi...
I Tui-Tuing adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. I Tui-Tuing dalam bahasa Mandar terdiri dari dua kata, yaitu i yang berarti “si” (menunjuk pada dia lelaki ataupun perempuan), dan tui-tuing yang berarti ikan terbang. Jadi, I Tui-Tuing berarti si laki-laki ikan terbang atau manusia ikan. Menurut cerita, I Tui-Tuing pernah melamar keenam putri seorang juragan. Dari keenam putri juragan tersebut, hanya putri ketiga bernama Siti Rukiah yang bersedia menerima lamarannya. Alkisah, di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, ada sepasang suami-istri miskin yang senantiasa hidup rukun dan bahagia. Namun, kebahagiaan mereka belum terasa lengkap, karena belum memiliki anak. Untuk itu, hampir setiap malam mereka senantiasa berdoa kepada Tuhan agar dikarunai seorang anak. “Ya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karuniakanlah kepada kami seorang anak...
Paummisang adalah nama sebuah kampung yang berada di daerah Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Kata paummisang berasal dari bahasa Mandar yang berarti tumpukan ampas tebu. Menurut kisah legenda yang beredar di kalangan masyarakat Mandar, nama paummisang ini diambil dari nama seorang kakek yang bernama KANNE PAUMMISANG. Kanne adalah panggilan kepada orang yang sudah tua, baik untuk orang tua laki-laki (Kakek) maupun orang tua perempuan (Nenek). Konon, di daerah Tinambung Mandar, Sulawesi Barat, ada seorang kanne (kakek) yang hidup seorang diri di sebuah rumah sederhana yang terletak di tengah-tengah kebunnya. Meskipun tempat tinggalnya cukup jauh dari permukiman penduduk, ia sering bergaul dengan penduduk yang setiap hari melintas di kebunnya. Pekerjaan sehari-harinya adalah menanam sayur-sayuran, umbi-umbian, jagung, tebu, dan kelapa di kebunnya. Ia seorang petani kebun yang sangat rajin, ulet, dan teliti dalam merawat...