Cengnge` adalah nama seekor burung bersuara merdu dan berbulu indah yang terdapat di daerah Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. Di kalangan masyarakat Mandar, ada sebuah cerita menarik yang mengisahkan tentang seorang gadis cantik yang menjelma menjadi seekor burung Cengnge`.
“Ya Tuhan! Jika Engkau berkenan mengaruniakan kami seorang anak laki-laki, hamba bersedia membuatkannya ayunan dari emas,” doa sang Suami.
- “Dik, Abang akan merantau ke Pulau Jawa, agar dapat membuatkan ayunan dari emas untuk anak kita,” kata sang Suami kepada istrinya.
- “Baik, Bang! Jika sudah berhasil, segeralah pulang,” pinta sang Istri.
- “Iya, Abang berjanji segera kembali setelah kelahiran anak kita. Abang akan membawakan anak kita ayunan dari emas,” jawab sang Suami.
“Dik, jika Adik melahirkan anak laki-laki, tolong dirawat dengan baik. Tapi, jika anak perempuan, segeralah Adik membunuhnya,” pesan sang Suami lalu bergegas pergi tanpa memberikan alasan mengapa ia tidak menyukai anak perempuan.
- “Dik...! Abang pulang...!” teriak sang Suami sambil mengetuk pintu rumahnya yang tertutup rapat.
- Mendengar suara itu, sang Istri pun segera membuka pintu untuk menyambut kedatangan suaminya.
- “Mana anak kita” Kenapa Abang tidak mendengar suara bayi”“ tanya sang Suami sudah tidak sabar ingin menimang anaknya.
- “Maaf, Bang! Anak kita perempuan. Sesuai dengan pesan Abang, anak kita sudah Adik bunuh dan menguburnya di belakang rumah,” jawab sang Istri.
“Sudahlah, Bang! Ini semua kehendak Tuhan. Kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Lupakanlah semua kejadian ini!” bujuk sang Istri.
“Cengnge`....Cengnge`....inilah aku yang terbuang, terbuang oleh orang tuaku sendiri. Kini aku sudah mengerti siapa orang tuaku, meskipun tidak mungkin kembali kepadanya...”
“Hai... orangtuaku, kedatangan Ananda kemari hanya ingin berpamitan. Ananda ingin pergi ke Tanah Jawa. Tak ada gunanya Ananda tinggal bersama kalian, karena kehadiran Ananda tidak dibutuhkan,” kata Cengnge` lalu terbang pergi tinggi ke udara meninggalkan kedua orangtuanya.
“Cengnge`....Cengnge`... Cengnge`....!!!”
“Waaah... baru kali ini aku menemukan burung sebagus itu. Suaranya merdu dan bulunya pun sangat indah,” ucap putra raja dengan takjub.
“Cengnge`... aku adalah burung Cengnge` dari Mandar. Aku adalah anak rantau yang terbuang oleh kedua orangtuaku...,” kata Cengnge` dalam lagunya.
“Aku ini anak rantau sedang mencari anak raja yang bersedia merawatku, walaupun harus menjadi abdinya...”
“Siapa gadis itu” Sepertinya aku belum pernah melihatnya,” kata sang Raja dalam hati sambil terus mengamati gadis itu.
- “Mmm... rupanya dialah yang selama ini selalu menghabiskan air di bak mandiku,” gumam sang Raja lalu menghampiri gadis itu.
- “Hei...gadis cantik! Siapa sebenarnya kamu ini” Kenapa menyamar menjadi seekor burung”“ tanya sang Raja kepada Cengnge`.
- “Ammm... Ammmp.. Ampun, Tuan! Hamba menjelmakan diri menjadi burung Cengnge`, karena hamba adalah anak perempuan yang tidak diinginkan oleh orangtua hamba,” jawab Cengnge` gugup ketakutan.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja