Alkisah pada zaman dahulu, di sebuah perguruan yang terletak di Desa Lhok Drien, Sawang, Aceh Utara, tinggallah seorang pemuda gagah nan pandai. Saking pandainya, semua ilmu yang diajarkan oleh gurunya, Teungku Di Lhok Drien dapat dikuasai olehnya dalam sekejap. Bersebab itulah, kemudian ia dijuluki Malem Muda yang bermakna “orang yang berilmu di usia muda/belia”. Hal ini membuat Malem Muda diangkat menjadi tangan kanan gurunya, Teungku Di Lhok Drien.Suatu hari, Malem Muda dipanggil oleh gurunya untuk menghadap. Maka datanglah Malem Muda ke hadapan gurunya sambil bertanya,” Ada apa gerangan Teungku memanggil saya?” “Wahai Malem Muda, aku hendak memberimu suatu tugas. Akan tetapi, sebelumnya engkau harus berjanji dulu kepadaku bahwa engkau akan mematuhi segala yang kukatakan,” titah Tgk. Di Lhok Drien sembari mengelus jenggotnya. “Siap Teungku,” sahut Malem Muda. “Pasti ini tugas istimewa,” batinnya. Kemudian...
DALAM sejarah perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda. Ada kisah-kisah mistik. Salah satunya, ajimat rante bui yang dipakai oleh ulama-ulama pengerak perlawanan. Salah satu rante bui itu adalah milik Tgk Chik Di Tiro. Ajimat itu ditemukan Belanda ditubuh Tgk Di Cot Plieng. Sampai kini masih tersimpan di Kolonial Museum di Amsterdam, Belanda dalam etnografia Aceh. Setelah Snouckh Horgronje, mungkin Schimist lah orang Belanda yang sangat paham soal Aceh. Dengan pengetahuannya bahasa dan adat istiadat Aceh, ia menjadi perwira Belanda yang bisa bergaul secara bebas dengan masyarakat Aceh. Apalagi ditopang dengan pembawaannya yang tenang dan sikapnya yang terkendali. Namun sebagai tentara Belanda, ia tetap tidak sepenuhnya diterima masyarakat Aceh. Apalagi dalam kecamuk perang. Dalam tahun 1906, Schmist bertugas sebagai seorang letnan di Jeuram dan Seunagan yang kacau balau. Di dua daerah itu, saban hari peristiwa jebakan dan sergapan dengan kele...
INI bukanlah teluk. Bukan pula kuala. Tapi ini adalah hamparan samudra biru, nun jauh sampai ke kaki langit. Bagaimanapun, ini adalah cerita tentang alam. Coba dengar suara itu. Debuuurr...debuuuuurrr...bagai bahana guruh yang melanda jauh ke langit. Padahal, itu adalah suara gelombang samudra yang terempas di bibir pantai. Lantas, kisah tentang alam tersebut rangkai merangkai antara kenyataan yang gamblang, dengan legenda lama yang penuh misteri. Tapi, entahlah itu semua. Yang tampak sekarang adalah gelombang besar mengempas-empas ke bukit batu. Lokasinya, Desa Lubuk Baik, Kecamatan Alafan, Kabupaten Simeulue. Inilah dia sebuah pantai, kawasan wisata Batu Si Ambung-ambung yang menawarkan pesona. Berada di tempat ini, pertama-tama terlihat bukit batu menjorok ke laut. Lalu kaki bukit itu, layiknya anjungan kapal besar menyatu dengan hamparan batu semirip geladak kapal. Ini belum selesai. Hamparan geladak itu yang panjangnya, taruhlah sekitar 40-50 meter, rasanya seibar...
Tok-tok adalah alat komunikasi yang terbuat dari kayu yang dilubangi bagian dalamnya. “Tok-tok” sering dipakai oleh rumah tangga yang sangat terpencil letaknya. Maksudnya sebagai alat pemberitahuan kalau ada bahaya mengancam. Selain itu sering pula tok-tok dipakai sebagai alat panggilan kenduri. Tidak jarang pula dipakai pada pesantren guna memanggil para santri untuk mengikuti pengajian. Tok-tok dalam bahasa Aceh adalah “Kentongan” dalam bahasa Jawa. Tok-tok di Aceh bukanlah benda ekonomis karena tidak pernah diperjual belikan. Keperluan Tok-tok dapat dengan membuat sendiri. sumber : http://www.wacana.co/2012/02/alat-komunikasi-dan-informasi-tradisional-aceh/
GAMIFest ialah singkatan dari "Gayo Alas Mountain International Festival". Acara ini berlangsung selama 79 hari yang diselenggarakan di 4 kabupaten yang berbeda, yaitu Aceh Tengah (Takengon), Bener Meriah (Redelong), Gayo Lues (Blang Kejeren) dan Aceh Tenggara (Kutacane). Dinamakan mountain karena hadir di salah satu bagian punggung pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1500 mdpl yang membentang sepanjang Pulau Sumatera. Ragam pesona alam yang subur diiringi hawa dingin yang ideal dengan perkebunan kopi dan tanaman hortikultura ini telah menyapa turis lokal dan mancanegara mulai 14 September hingga 24 November 2018 lalu. Pembukaannya berlangsung di Lapangan Musara Alun, Takengon, Aceh Tengah. Daerah yang terkenal dengan kesenian dan budaya ini patut menjadi incaran wisatawan dunia, salah satunya Tari Saman yang telah diakui dunia melalui UNESCO sebagai khasanah budaya tak benda dunia yang perlu terus diperlihara dan dilestarikan oleh generasi muda. Menurut panitia, festiv...
Rumoh Aceh ini merupakan rumah adat tradisional Aceh yang dibuat besar karena mempunyai fungsi sosial sebagai tempat berkomunikasi, bermufakat tempat mengadakan kenduri, peresmian pernikahan, khitanan dan sebagainya (Saleh., 1970). Rumah ini masih ada beberapa di sekitar masyarakat sekarang. Tetapi bentuknya lebih kecil jika dibandingkan dengan rumah yang di buat pada saat kejayaan Aceh dulu. Selain itu seni ukir yang terdapat disini sudah mulai kurang diperhatikan. Konstruksi dan Simbolisme Rumoh Aceh Dalam membangun Rumoh Aceh ini diperlukan jenis kayu tertentu yang ditemukan di dalam hutan belantara. Kayu-kayu tertentu ini harus yang umur kayunya diperkirakan telah cukup tua, lurus serta dapat berdiri dengan tegak. Penebangan kayu ini dilakukan oleh penebang kayu yang mempunyai pengetahuan tentang perjalanan bulan. Karena menebang kayu sudah ada waktu yang ditentukan yaitu tidak boleh saat waktu air pasang. Jika saat terjadi air pasang maka kayu-kayu yang sudah d...
Bahan-bahan: Ikan hiu On temurui / Uen temurui. Daun Temurui [Curry Leaves (Daun Salam Koja, Daun Temurui, Daun Kari)] On krut atau daun jeruk Sere / Serai Cabe hijau, dibelah hingga ke tengah Bumbu Halus 8 butir Bawang merah 3 buah Cabe Merah 2 cm Kunyit 2 butir Bawang putih 1 sdm Ketumbar bubuk U neu lheu (kelapa gonseng yang telah dihaluskan) Lengkuas Cara membuat: Cuci Ikan dengan air jeruk nipis beberapa kali, lalu diamkan sebentar. Hal ini berguna untuk menghilangkan bau amis. Tumis bumbu bumbu halus bersama bahan yang ada dengan minyak panas. Setelah harum, masukkan ikan. Biarkan sebentar hingga bumbu meresap. Tuangkan air secukupnya, tunggu hingga matang dan mengental. https://resepnusantara.id/resep-membuat-gulee-eungkot-yee-masakan-khas-aceh/
Cecah Reraye adalah makanan khas dari daerah Gayo Nangroe Aceh Darusalam. Cecah ini terbuat dari daging, kulit, hati, dan jantung kerbau/lembu yang dimasak dengan bumbu seperti daun sereh, lengkuas lalu ditambah salah satu bumbu khas aceh yang memiliki rasa kelat yaitu air perasan kayu uweng. Disebut cecah reraye karena hidangan ini biasa dibuat oleh masyarakat gayo saat bulan Ramadhan tiba sebagai teman makan sahur dan dihidangkan untuk tamu saat hari raya idul fitri atau idul adha. Ceceh Reraye Khas Aceh Berikut bahan dan cara pembuatannya. Bahan-bahan 100 gr daging kerbau/sapi 100 gr hati kerbau/sapi 100 gr jantung kerbau/sapi 100 gr kulit kerbau/sapi 1 sdm garam 2 lbr Daun salam 1 batang sereh 1 Ruas jahe (georek) Air secukupnya Kelapa perut yang sudah di sangrai secukupnya Kulit kayu wing/uweng secukupnya Bumbu Halus 5 bh Cabe merah 1 sdt Merica 1 ruas...
Rujak yang satu ini berasal dari Bireun, Samalanga, aceh. Buah-buahan pengisi rujak samalanga pada dasarnya sama dengan rujak yang biasa kamu temui di daerah lain. Cita rasa rujak samalangan ini adalah campuran antara asam, manis dan pedas. Bahan dan cara membuat Rujak Samalanga khas aceh. Bahan yang dibutuhkan : 2 jambu air yang dipotong kasar 2 pisang kecil yang dicincang kecil-kecil 1 giri yang di taburkan 3 mangga putik di kupas kulitnya dan iris kecil-kecil 1 pepaya di cincang kasar 3 nanas, dipotong potong kecil 4 salak yang di cincang kecil 100 ml air panas 2 kuini yang dikupas dan potong kasar 2 mentimun, yang diiris-iris tipis Bumbu yang dihaluskan : Gula aren yang dibarut Garam Asam jawa Terasi Kacang tanah tanpa kulit, yang di goreng Gula pasir 11 cabe rawit Cara membuat rujak aceh : Sediakanlah...