Pada zaman dahulu, di sebuah desa bernama Sawjatami, wilayah Jayapura (sekarang) hiduplah seorang laki-laki bernama Towjatuwa. Bersama istrinya yang sedang hamil tua, ia membangun honai (rumah adat orang Papua). Honai itu terletak tak jauh dari Sungai Tami. Pada hari yang telah diperkirakan, istrinya menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Towjatuwa segera memanggil dukun bayi untuk membantu kelahiran anaknya. Namun, setelah berjam-jam berusaha, si jabang bayi belum keluar juga. Towjatuwa merasa khawatir melihat istrinya yang tampak sangat kesakitan. “Suamiku, tolong… perutku sakit sekali,” rintih istri Towjatuwa. Towjatuwa merasa sedih melihat keadaan istrinya. Ia sangat takut istri dan bayinya tak bisa diselamatkan. “Nenek, bagaimana keadaan istri saya?” tanya Towjatuwa. “Towjatuwa, sepertinya bayi yang dikandung istrimu ini terlalu besar. Jadi, dia susah keluar,” jawab dukun bayi itu. &l...
Anyaman rambut khas Papua adalah sebuah tradisi unik yang diajarkan turun-temurun dalam masyarakat Papua. Umumnya yang melakukan ini adalah kaum wanita, namun tidak jarang pula kaum pria yang menganyam rambutnya untuk alasan trend atau sekedar bergaya saja. Anyaman rambut ini adalah sebuah kebanggaan bagi sebagian besar wanita Papua. Tidak hanya sebatas fesyen dan penampilan semata, anyaman rambut ini sudah menjadi penanda atas sebuah kecantikan yang dimiliki para wanita Papua. Untuk menganyam rambut ini memang tidak membutuhkan kursus atau pengajaran di waktu khusus, namun proses menganyamnya cukup rumit dan perlu ketrampilan tersendiri. Pertama rambut dipilah-pilah menggunakan sisir menjadi beberapa bagian. Kemudian, setiap bagian mulai dikepang dengan ukuran yang tidak terlalu besar mengikuti pilahan yang sudah dibuat sebelumnya. Perlu menjadi perhatian, saat mengepang, kondisi ikatan harus kuat dan rapih, bila tidak maka kepangan mudah terlepas dan anyaman rambut...
Sudah tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia mendengar kata "Merauke". Yap! lagu yang diciptakan oleh R. Soerarjo Darsono ini sangat terngiang-ngiang oleh seluruh kalangan. Dari lagu tersebut kita diajarkan bahwa betapa luasnya bentang Indonesia mulai dari titik 0 disebelah barat yang berada di Pulau We hingga titik nol di sebelah timur yang berada di Distrik Sota. Tahu kah kalian jika nama Kota Merauke berasal dari kesalahpahaman antara penjajah Belanda kala itu dengan masyarakat Asli Papua. Pada hari Rabu 12 Februari 1902, sebuah kapal api bernama "Van Goens" bersandar di sebuah dermaga rakyat bibir sungai Maro. Pada tahun itu, masyarakat asli Merauke merupakan masyarakat keturunan Marind yang kontak langsung dengan pendatang dari Belanda. Ketika awak kapal tersebut menginjakkan kakinya, mereka langsung bertanya kepada masyarakat sekitar apa nama daerah yang mereka singgahi ini. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa mereka masing masing, Kaum pendatang dari Belanda tidak...
Mop merupakan budaya humor yang berasal dari Papua. Mop adalah alat pemersatu dan keakraban masyarakat Papua. Asal muasal Mop ini belum dapat ditemukan, namun ada beberapa sudut pandang sejarah yang meyakini bahwa mop diperkenalkan oleh orang Belanda saat zaman penjajahan. istilah mop diambil dari April Mop atau lelucon pada bulan april. Mop dilakukan dalam kelompok formal maupun non formal, dalam kelompok kecil maupun besar. Sama halnya dengan stand up comedy, mop dimulai dengan seorang pencerita berdiri di tengah sekelompok orang yang sedang duduk. lalu, secara spontan pencerita akan mengawalinya dengan berkata "....ee mari ko dengar dulu sa pu mob ni" yang artinya "hei, mari kalian dengar mob saya ini". Ada beberapa kata yang secara umum dipakai dalam mop yakni pace untuk penggambaran laki-laki, mace untuk penggambaran perempuan, yaktep untuk anak muda, tete untuk kakek, dan nene untuk nenek. Pada dasarnya mop memiliki variasi sesuai suku dan daerah di...
Waroka Kamani atau main tali/hadang adalah salah satu permainan tradisional yang ada di daerah Mimika. Permainan Waroka Kamani ini, cukup digemari masyarakat Kamoro, karena permainannya cukup seru, dan juga melatih cara atau taktik bermainnya agar dapat memenangkan permainan ini. Permainan Waroka Kamani ini, dimainkan oleh dua tim, dimana setiap tim jumlah pemainnya sama banyak. Adapun cara bermainnya, dengan membagi tim A dan B, lalu menentukan siapa yang pertama kali menjaga dan siapa yang bermain. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6407
Amabutapu atau sagu bola dari daerah Mimika, dalam hal ini oleh suku Kamoro di Mimika, telah ada dan dibuat serta dikonsumsi sejak dahulu. Hal tersebut karena bahan dasar dari Amabutapu atau sagu bola ini banyak tumbuh di alam Mimika, dan ini menjadi salah satu makanan pokok masyarakat Kamoro di Mimika. Amabutapu atau sagu bola ini terbuat dari sagu, dimana cara pembuatannya dengan cara terlebih dahulu mengolah serat pohon sagu menjadi tepung sagu, lalu sagu tersebut dibentuk dan dimasak dengan cara dibakar hingga matang. Amabutapu atau sagu bola ini biasa disantap atau dimakan langsung, dan ada juga memakan Amabutapu atau sagu bola ini dengan ikan sebagai lauknya. Sumber : warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6411
Nada-nada indah terdengar mengiringi sebuah tarian khas Suku Moy yaitu Tari Wutukala. Tarian yang berasal dari wilayah pesisir Sorong ini bercerita tentang upaya penangkapan ikan dengan menggunakan air tuba. Lagu daerah yang mengiringi pun bercerita tentang hal yang tidak jauh berbeda dan lagu ini berjudul Atawenani. Sama seperti Tari Wutukala, Lagu Atawenani juga merupakan lagu daerah khas suku Moy. Lagu ini berirama cepat dan bernuansa gembira. Atawenani menceritakan tentang kisah para nelayan suku Moy yang mencari ikan dengan tombak, namun mengalami kesulitan. Hingga pada akhirnya, para kaum wanita membawa racun tuba yang membuat ikan-ikan pusing dan akhirnya mudah untuk ditangkap. Atawenani adalah sebuah lagu pengiring tari Wutukala dengan makna yang berisi ucapan syukur dan kebahagiaan Suku Moy. Lagu Atawenani akan dimulai dengan sebuah hentakan bertempo cepat di awal tarian Wutukala. Para Penari pria pun masuk dan menggambarkan usaha mereka dalam mencari ikan dengan to...
Kami adalah manusia berdosa. Kami mohon ampun padaMu ya Tuhan. Kami bersyukur atas semua kebaikanMu. Ya Tuhan, terimakasih atas Panen Sagu ini. Tuhan baik dan kami manusia berdosa. Syair di atas adalah terjemahan bagian dari sebuah lagu tradisional yang dinyanyikan oleh suku Asmat ketika masa panen sagu tiba. Kira-kira seperti ini lirik lagu tersebut apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Sebuah lagu yang penuh religiusitas dimana pengakuan dosa menyatu dengan ucapan syukur mendalam atas berkat panen sagu yang telah dianugerahkan Tuhan Semesta Alam. Nyanyian Pesta Ulat Sagu merupakan bagian dari Pesta Panen Sagu yang biasa dilakukan suku Asmat ketika mereka mulai menuai hasil perkebunan sagu mereka. Lagu ini biasa dinyanyikan bersamaan dengan tarian yang juga dilakukan atas dasar ungkapan syukur terhadap limpahan berkat Tuhan. Seperti kita ketahui, sagu adalah makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Papua, termasuk suku Asmat. Oleh karena itu, sagu memiliki ar...
Suku Asmat dikenal sebagai salah satu suku besar di Papua yang memiliki kearifan lokal luar biasa. Mereka sangat menghormati alam dan kehidupan para pendahulu mereka. Seperti halnya suku-suku lain di Papua, biasanya penghormatan ini ditunjukkan di dalam berbagai kesenian yang mereka miliki seperti tarian, lagu-lagu, dan ukiran kayu khas Asmat. Salah satu hasil kesenian yang mencolok dimiliki oleh suku Asmat adalah hiasan kepala yang begitu memukau. Hiasan atau mahkota khas suku Asmat ini memang tidak memiliki nama khusus. Masyarakat Asmat menyebutnya hanya sebagai hiasan atau mahkota yang mereka anggap bagian dari pakaian adat. Bentuk mahkota ini sebenarnya menyerupai sebuah anyaman pucuk daun sagu yang dapat diikatkan ke kepala. Beberapa bulu burung dipasang di sekitar anyaman dan menjadi aksesoris yang memperindah mahkota. Bulu-bulu ini diambil dari burung-burung yang mempunyai arti penting bagi suku Asmat seperti Kasuari atau Kakatua putih. Sepe...