Burong (kuntilanak) sering digambarkan sebagai salah satu jenis hantu berperawakan perempuan dengan baju putih menjuntai dan rambut panjang. Burong kadang-kadang melakukan aktifitasnya pada saat hari mulai senja. Mereka memiliki suara lirih yang begitu nyaring mirip suara sirine. namun belum dapat dipastikan apakah itu suara dari yang disebut dengan Burong tersebut atau bukan. beberapa orang mengisahkan pernah berjumpa dan berpapasan dengan Burong ini yang sedang mengendong bayi. Sumber: https://acehsatu.com/8-makhluk-mitologi-masyarakat-aceh/
Inilah kisah dari Aceh bagian Barat Daya, tepatnya di Alue Sungai Pinang. Disini penulis ingin menceritakan sedikit dari kisah asal-muasal nama kampung alue sungai pinang tersebut. Kisah ini saya dapatkan dari hasil wawancara dengan warga kampung Alue Sungai Pinang, Abdya. Beliau adalah pewaris sejarah legenda asal-usul kampungnya sendiri. Beginilah kisahnya… Jauh menyelam waktu ke belakang, hiduplah seorang pria alim yang bernama teungku Malem Diwa. Beliau hidup di sebuah desa yang indah dan permai di kaki pegunungan Barat Daya. Beliau terkenal dengan kealimannya. Sudah menjadi kelaziman di daerah barat-selatan kebanyakan binatang tunduk dan patuh pada orang-orang alim. Begitu juga dengan Malem Diwa. Beliau memiliki kupu-kupu, rayap, elang, dan tupai berbulu kuning. Malem Diwa mempunyai seorang istri. Istrinya adalah salah satu dari 7 putri kayangan, Putroe Bungsu namanya. Putroe Bungsu hidup di kayangan sedangkan Malem Diwa tetap di bumi. Pada suatu waktu, Male...
Pada jaman dahulu hiduplah seorang bangsawan yang mempunyai dua orang teman, yang satu bernama Lesamana, dan yang lainnya bernama Pedanelam. Dua orang teman bangsawan ini kerjanya selalu menghasut tuannya. Hasutannya ialah bila ia punya anak laki-laki hendaklah dipelihara, jika punya anak perempuan hendaklah dibunuh lalu dagingnya dijadikan gulai untuk dimakan. Bangsawan ini mempunyai seorang istri yang sedang hamil. Cerita rakyat Aceh ini mengkisahkan bahwa suatu ketika ia berencana pergi ke Pulau Pinang, lalu ia bertanya kepada istrinya, “Dinda, berapa usia kandunganmu saat ini?” “Ya Kakanda, kandunganku sudah tujuh bulan,” kata istrinya. “Baiklah. Aku akan berangkat hari ini. Kalau nanti anak kita laki-laki bunyikan rantai perak. Tetapi kalau nanti anak kita perempuan, bunyikan rantai tembaga. Nah ketika mendengar isyarat itu aku akan pulang,” kata bangsawan kemudian. Sesungguhnya ucapan bangsawan itu mengandung makna tersendiri. Bila bayinya n...
Aceh adalah suatu propinsi dengan mayoritas penduduk muslim. Aceh dikenal sebagai suatu propinsi yang memiliki budaya Islam yang kental. Salah satu contoh yang dapat diliihat adalah adanya kenduri anak yatim yang dalam bahasa Aceh disebut dengan keunduri aneuk yatim. Kenduri anak yatim adalah salah satu ritual yang dilakukan penduduk Aceh untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Setiap daerah memiliki budayanya masing-masing, hal itu juga bersangkutan pada etnis Tionghua yang menetap di daerah tersebut. Suku Tionghua Aceh memiliki cara yang berbeda dalam merayakan tahun baru masehi. Asal mula merayakan tahun baru ini berasal dari nenek moyang yang bersuku Tionghua Hakka dan budaya tersebut masih berjalan terus hingga sekarang. Pada tanggal 1 Januari , pihak keluarga pertama saling mengunjungi pihak keluarga kedua dengan mengenakan baju baru , bersalaman kepada yang tua hingga pemberian angpao kepada sanak keluarga yang belum menikah layaknya Hari Raya Imlek. Cemilan-cemilan kue kering pun disediakan untuk menemani perbincangan keluraga besar. Puncak perayaan terjadi pada tanggal 31 Januari malam hari dimana bermacam-macam hidangan lezat di hidangkan kepada keluraga besar dari kedua pihak, istilah i...
Masyarakat Aceh sangat peka dengan anak yatim. Anak yatim dianggap sebagai jembatan untuk mendapatkan rezeki Allah. Oleh karena itu, masyarakat Aceh sering kali mengadakan kenduri anak yatim atau dalam bahasa Aceh disebut dengan khanduri aneuk yatim. Anak yatim adalah anak-anak yang telah kehilangan ayahnya sebelum mencapai baligh. Kenduri anak yatim biasanya diadakan karena beberapa alasan, seperti masyarakat Aceh membeli kendaraan baru, merayakan ulang tahun, sembuh dari suatu penyakit, mensyukuri kelulusan anakya dalam ujian, dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang lainnya. Kenduri anak yatim juga biasanya diikuti dengan acara-acara besar, misalnya kenduri anak yatim yang dilaksanakan sebelum acara pernikahan atau acara sunatan. Anak yatim pada kenduri anak yatim didapatkan dari panti asuhan atau dari penduduk desa. Anak-anak yatim ini biasanya dicari oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tertentu di desa, seperti pengurus mesjid. Namun, saat ini agak sulit mencar...
Keumaweuh adalah salah satu tradisi ketika ada ibu hamil yang kandungannya sudah berusia 7 bulan yang mengandung anak pertama. Keumaweuh dilakukan oleh pihak keluarga suami untuk membawakan makanan-makanan lezat dan berprotein serta buah-buahan untuk si istri(makan besar). Tujuannya adalah mengaharapkan si anak dapat lahir dengan selamat dan sehat. Dengan adanya keumaweuh ini kedua belah pihak keluarga bisa mempereratkan lagi tali persaudaraan.
Dodaidi berasal dari dua kata dalam bahasa Aceh, yakni doda artinya bergoyang dan idi artinya berayun. Dodaidi ialah ritual bagi kaom Mak (kaum Ibu) bangsa Aceh dalam menidurkan anaknya dengan nanyian dan lantunan. Lagu-lagu pada Doda idi sendiri berasal dari syair-syair berstruktur mirip pantun yang berbahasa Aceh serta kalimat-kalimat thayyibah berbahasa Arab. Selain itu, dodaidi sering juga dilakukan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat thayyibah seolah-olah si Ibu sedang berdzikir untuk melelapkan si Anak. Keunikan dari kebiasaan masyarakat Aceh ini terletak pada makna senandung yang sangat filosofis sehingga kegiatan ini tidak sekedar meninabobokan anak hingga terlelap. Unsur utama dodaidi terletak pada nyanyian yang disenandungkan oleh sang Ibu, diantaranya: Nyanyian dodaidi Nyanyian dodaidi berasal dari syair berbahasa Aceh. Struktur dari syair dodaidi seperti pantun dengan bersajak a-a-a-a atau a-b-a-b. Secara umu...
Dikisahkan, pada zaman dahulu kala ada seorang ibu yang hidup dengan anaknya yang masih berusia sepuluh tahun. Mereka tinggal di perkampungan yang aman dan tentram di ujung nusantara, Aceh. Tidak pernah kau dengan pencurian dan perampokan di kampung itu. Masyarakatnyapun gemar bermusyawarah untuk menyelesaikan permasalahan. Sehari-hari, ibu dan anak itu mencari kayu bakar untuk di jual di pasar dan menyambung hidup mereka. Pada suatu saat, hal yang tidak terduga terjadi di kampung tersebut. Salah seorang warga yang biasa dipanggil Mak Yah kehilangan kerbaunya. Walau masyarakat sudah bersusah payah mencarinya, mereka tetap tidak berhasil menemukan kerbau itu. Hilang bagai tertutup kabut. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Membuat masyarakat kampung itu dipenuhi tanda tanya. Siapakah gerangan yang mencuri kerbau milik Mak Yah? Tidak hanya kabar hilangnya kerbau Mak Ya...