Dodaidi berasal dari dua kata dalam bahasa Aceh, yakni doda artinya bergoyang dan idi artinya berayun. Dodaidi ialah ritual bagi kaom Mak (kaum Ibu) bangsa Aceh dalam menidurkan anaknya dengan nanyian dan lantunan. Lagu-lagu pada Doda idi sendiri berasal dari syair-syair berstruktur mirip pantun yang berbahasa Aceh serta kalimat-kalimat thayyibah berbahasa Arab. Selain itu, dodaidi sering juga dilakukan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat thayyibah seolah-olah si Ibu sedang berdzikir untuk melelapkan si Anak. Keunikan dari kebiasaan masyarakat Aceh ini terletak pada makna senandung yang sangat filosofis sehingga kegiatan ini tidak sekedar meninabobokan anak hingga terlelap. Unsur utama dodaidi terletak pada nyanyian yang disenandungkan oleh sang Ibu, diantaranya:
Nyanyian dodaidi berasal dari syair berbahasa Aceh. Struktur dari syair dodaidi seperti pantun dengan bersajak a-a-a-a atau a-b-a-b. Secara umum, syair dodaidi ini mengandung pesan perjuangan dan keberanian yang disuarakan oleh sang Ibu terhadap anaknya. Hal ini berkaitan dengan suasana sosial pada masa lalu di mana bangsa Aceh sedang menghadapi prang sabi (perang suci) melawan penjajahan Belanda. Seruan perang suci muncul di tengah fanatisme rakyat Aceh atas Islam sehingga mereka merasa patut mengorbankan jiwa dan raga dalam membela tanah dan martabat agama melawan kaphe beulanda (kafir Belanda). Isi dari nyanyian ini juga menekankan harapan besar para Ibu di Aceh agar anaknya mampu berjuang membela bangsa dan agama ketika besar kelak, sekalipun risikonya ialah ditinggal selama-lamanya. Saat ini, terdapat banyak pengembangan dan versi syair dodaidi bergantung pada kearifan lokal daerah-daerah di tanah Aceh. Lirik dodaidi yang populer:
Allahai do dodaidi
Boh gadong bi boh kayee uteuen
Rayek sinyak hana peue ma bri
Ayeb ngon keuji ureueng donya kheun
Allahai do dodaidang
Seulayang blang ka putoh taloe
Beurijang rayek muda seudang
Tajak bantu prang tabila nanggroe
Wahe aneuk bek taduek le
Beudoh sare tabila bansa
Bek tatakot keu darah ile
Adakpih mate poma ka rela
Jak lon tateh, meujak lon tateh
Beudoh hai aneuk tajak u Acheh
Meubee bak on ka meubee timphan
Meubee badan bak sinyak Acheh
Allahai Po Ilahon hak
Gampong jarak hantroh lon woe
Adak na bulee ulon teureubang
Mangat rijang trok u naggroe
Allahai jak lon timang preuek
Sayang riyeuek disipreuek pante
'oh rayek sinyak nyang puteh meupreuek
Teh sinaleuek gata boh hate.
Bangsa Aceh tidak bisa dilepaskan dengan agama Islam dan perkembangan agama dan budaya Islam di Asia Tenggara. Diyakini banyak sejarawan, penyebaran Islam di Nusantara dimulai dari daerah Peureulak dan ditandai dengan berdirinya kesultanan Islam pertama di Nusantara yaitu Samudera Pasai. Budaya Islami ini sampai saat ini masih melekat erat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, termasuk dalam budaya dodaidi. Di samping nyanyian syair berbahasa Aceh, kaom Mak juga menyenandungkan kalimat-kalimat thayyibah berbahasa Arab dalam menidurkan anaknya. Caranya ialah dengan menyenandungkan berulang-ulang seperti saat berzikir. Selain sebagai media penidur anak, kalimat-kalimat thayyibah ini juga sebagai media pendidikan agama kepada sang anak.
Diantara kalimat yang sering disenandungkan:
Kalimat tauhid Laa ilaa ha illallah, muhammadarrasulullah - bertujuan untuk mengenalkan dan membiasakan sang anak untuk mengenal Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Kalimat Alhamdulillah - bertujuan untuk membiasakan sang anak untuk bersyukur dan berterimakasih atas apa yang diterima dalam hidup.
Kalimat Subhanallah – bertujuan untuk membiasakan anak untuk mengagumi kebesaran Allah SWT.
#OSKMITB2018
Sumber video: https://www.youtube.com/watch?v=TCyeHbmG0HE&t=158s
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja