Alkisah, di sebuah hutan di daerah Mentok, Bangka-Belitung, hiduplah seorang janda miskin. Ia tinggal di sebuah gubuk reot bersama anak laki-lakinya yang bernama Dempu Awang. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, mereka menanam ubi, keladi, dan sayur-sayuran di ladang. Hasil yang mereka peroleh hanya cukup untuk dimakan sehari-hari, dan terkadang kurang. Begitulah kehidupan Dempu Awang dan ibunya setiap hari. Lama kelamaan, Dempu Awang pun semakin jenuh dan sering bermalas-malasan pergi ke ladang. Suatu hari, Dempu Awang duduk termenung seorang diri di depan gubuknya memikirkan nasibnya. Di tengah-tengah lamunannya itu, tiba-tiba muncul keinginannya untuk merantau mencari pekerjaan yang lebih baik. “Jika aku pergi merantau, bagaimana dengan ibuku? Ia akan tinggal sendirian di sini dan tak ada lagi yang membantunya bekerja di ladang,” pikirnya. Setelah mempertimbangkan masak-masak, akhirnya Dempu Awang memberanikan diri untuk menyampaikan niat itu kepada ibunya...
ada jaman dahulu kala,sekitar abad ke-18, ditepi aliran Sungai Letang, Dusun Burung Mandi Desa Mengkubang Kecamatan Manggar,pulau Belitong,hiduplah sepasang suami istri yang terkenal dengan gelar “Datuk Letang”. Untuk kelangsungan hidupnya mereka atasi dengan berladang padi dan menangkap ikan di sungai dengan memakai alat penangkap ikan dari bambu yang disebut Bubu. Pasangan suami istri tersebut sampai menjelang usia lanjut belum juga memperoleh seorang anak. Segala cara dan daya upaya telah mereka lakukan, akan tetapi belum juga berhasil, akhirnya mereka hanya bisa pasrah. Pada suatu hari, Datuk Letang pergi kesungai untuk melihat hasil tangkapan ikan dari bubunya Tapi apa yang didapatnya hanyalah sepotong bambu yang tersangkut pada bubu. Datuk Letangpun berpikir, mungkin bukan rejekinya hari ini untuk bisa makan ikan. Maka batang bambu tersebut beliau singkirkan dari bubunya, lalu dipasangkannya kembali bubu kedalam sungai. Tetapi anehnya, berkali-kali bambu...
Alkisah pada masa silam di daerah Membalong, Bangka Belitung, hiduplah sepasang suami istri yang sudah cukup berumur. Walaupun telah lama menikah, pasangan suami istri itu belum dikaruniai keturunan. Sehari hari mereka bekerja bersama mencari ikan sambil menanam padi di sawah mereka yang tak seberapa besar. Meski kehidupan mereka tergolong miskin, suami istri itu hidup bahagia. Pada suatu ketika, sang suami pamit hendak melihat sero ikannya yang dipasang di pinggir laut. Alat penangkap ikan berupa bilik bilik dengan lubang kecil sebagai pintu masuk itu biasa dipanen ketika air laut tengah surut. Dengan membawa keranjang, sang suami berangkat pagi itu. Ketika hendak mendekati seronya, sang suami merasa kakinya menyentuh sesuatu. “Apa ini ?”, kata sang suami sambil menunduk memperhatikan sebuah benda yang berada dekat kakinya. “Ah, ternyata sebilah bambu..”, gumamnya sambil mengambil bambu yang tak seberapa besar itu. Sang suami mengamati bambu it...
Bangka Selatan dengan bentangan laut dan pantai yang bergitu luas identik dengan masyarakat pesisir. Setiap tahunnya masyarakat pesisir memiliki agenda Buang Jung yang memiliki tujuan untuk merawat dan melestarikan habitatnya. Warisan budaya ini biasa dilakukan sekitar bulan Juli-Agustus. Pada saat itu, masyarakat dilarang melakukan aktivitas dalam bentuk apapun di laut. Setelah satu minggu, tradisi adat ini akan diakhiri dengan membuang kapal atau yang biasa disebut masyarakat sekitar dengan sebutan Jung. Ritual ini terbilang unik karena masyarakat berbondong-bondong melarung persembahan berbagai hasil bumi ke laut dengan menggunakan Jung. Ritual akan dipandu oleh pawang atau dukun. Selain untuk merawat dan melestarikan laut, masyarakat Toboali Bangka percaya ritual Buang Jung merupakan cara untuk berbagi kemakmuran antara hasil laut dan hasil darat. Sumber: https://travel.kompas.com/read/2018/06/08/091000227/2-tradisi-adat-unik-di-bangka-selatan-sudah-pernah-lihat...
Provinsi Bangka memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam, dari segi kuliner dan wisata alamnya juga terdapat kekayaan budaya dari nilai agama atau kepercayaan masyarakat setempat dipulau bangka. Tradisi ruwah merupakan tradisi mendoakan para arwah leluhur masyarakat setempat dipulau bangka, Selain sedekah ruwah, ada beberapa ritual islami lain yang dilakukan masyarakat antara lain lempar ketupat dan mandi belimau, perayaan ruwah tradisi adat budaya bangka. perayaan ruwah tradisi adat budaya bangka perayaan ruwah tradisi adat budaya bangka Pelaksanaan Acara sedekah ruwah dilakukan dibalai desa atau masjid dalam acara itu masyarakat memanjat doa kepada Allah SWT serta junjungan nabi Muhammad SAW, dalam perkumpulan sedekah ruwah dibalai desa masyarakat membawa makanan serta masakan atau istilah masyarakat mneyebutnya nganggung setelah membaca doa-doa barulah ketua pemimpin doa mempersilahkan memakan makanan serta masakan yang telah dihidangkan. Penghormata...
DIRIWAYATKAN kira-kira abad XIII, Pulau Belitung pernah mengalami suatu musim Barat Ijau, yakni kemarau panjang yang melebihi kemarau yang datang biasanya. Kemarau ini mengakibatkan dimana-mana terjadi kekurangan air baik untuk keperluan minum maupun kebutuhan rumah tangga. Tersebutlah kisah seorang ibu bernama Dambe’ berjalan terseok-seok mendukung seorang anaknya kesana-kemari. Anak yang ada dalam gendongannya itu baru bisa merangkak. Tangan kirinya nampak menjinjing sebuah gerebog (tempat air beraal dari tempurung kelapa yang diambil dagingnya tanpa memecahkan tempurung, red.). Sementara tangan kanannya mengapit anaknya. Sudah setengah hari Mak Dambe’ mencari air sambil menggendong anaknya. Terakhir ia menyusuri kaki Gunung Tajam, tapi belum juga mendapatkan air. Sementara anaknya sudah mulai menangis kehausan. Saking haus dan kecapekan Mak Dambe’ duduk melepaskan lelah di atas sebuah batu sambil melayangkan pandangannya kalau-kalau ada petunjuk dimana ia bisa m...
Tari Men Sahang Lah Mirang adalah tarian tradisional dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menggambarkan suka ria masyarakat Bangka Belitung yang sedang memetik hasil panen berupa lada putih (sahang). Dalam melakukan panen sahang tersebut, masyarakat Bangka Belitung selalu memanjatkan puji dan syukur pada Yang Maha Pencipta alam semesta ini. Sumber: http://www.tradisikita.my.id/2016/03/4-tarian-tradisional-kepulauan-bangka.html
Serimbang merupakan tarian yang menggambarkan burung Cebuk. Burung Cebuk memiliki daya pikat yang membuat burung-burung hutan lainnya tertarik untuk melihat dan mengelilinginya, yaitu pada saat burung Cebuk tersebut berkicau dan mengepak-ngepakkan sayapnya seperti sedang menari. Arti dari Serimbang memang pasa dasarnya mengacu dari keberadaan burung Cebuk itu sendiri. Burung Cebuk seperti “seri” – dalam bahasa Tempilang, yang mengandung arti “permaisuri” (ratu) sebagai tokoh utama; sementara kata “mbang” diambil dari akhiran kata “tembang”, yang diartikan sebagai tembang berupa nyanyian yang dilantukan pada saat tarian ini dipertunjukan. Dalam hal ini, pantun yang ditembangkan disesuaikan dengan tema acara yang sedang berlangsung. Tari ini sudah ada di masyarakat Tempilang pada abad ke 17, sekitar tahun 1670–1680, sebagai tari penyambutan para pahlawan Kota Tempilang yang pulang dari peperangan melawan Lanun (perompak a...
Sepen adalah jenis tari pergaulan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat Kabupaten Belitung Timur. Tari Sepen ditarikan minimal oleh enam orang secara berpasangan, laki-laki dan perempuan; atau lak-laki saja atau perempuan saja. Sejarah tari Sepen pada awalnya dibawa oleh seorang yang yang bernama Sudin. Setelah Sudin meninggal dunia di usia 58 tahun pada tahun 1922, tari ini diteruskan oleh asistennya yang bernama Domra. Tari Sepen merupakan tari tradisional yang mengandung unsur pencak silat sebagai dasar pijakannya, dan gerakan tari Sepen dominan pada kelincahan gerak kaki. Dasar gerakannya adalah gerakan kaki seperti menyilang, melopat dan menjinjit. Ciri khas dari tari ini terdapat pada tepuk tangan dan kiasan kaki. Tari Sepen berfungsi sebagai tari pergaulan atau hiburan bagi masyarakat, yang ditarikan pada acara syukuran, perkawinan dan lain sebagainya, yang menggambarkan rasa kebersamaan dan kegembiraan masyarakat. Sumber : Buku Pentapan WBTB 2018 &n...