 
            Ayam Goreng Kalasan dengan trademark Ayam Goreng Mbok Berek sudah dikenal masyarakat sejak tahun 1952. Mbok Berek adalah nama panggilan dari Ibu Ronodikromo, seseorang yang mengenalkan ayam goreng dengan rasa khas, yang berbeda dengan masakan ayam goreng yang sudah dikenal masyarakat pada saat itu. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Mbok Berek mendirikan rumah makan kecil, di Padukuhan Candisari Bendan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, tepatnya di pinggir jalan Jogja-Solo. Sampai saat ini Dusun Bendan, Candisari merupakan sentra produksi ayam goreng di Kalasan. Satu kotak ayam goreng berisi satu ekor ayam goreng (tanpa cakar dan jeroan), satu kantong plastik kremes plus lalapan berupa mentimun, daun kemangi, daun kol & sambel Kremes atau oleh warga Kalasan biasa disebut “petis”. (Sumber: http://www.slemankab.go.id ) Itu tadi sekilas sejarah asal usul Ayam Goreng Kalasan, tak ada salahnya kita belajar sejarah kuliner sekaligus mengenang per...
 
                     
            Pengguna kuwali hanya tinggal para pedagang makanan, seperti soto dengan label soto kuwali, pedagang gudheg, bubur, dan lainnya. Sementara warga pedesaan yang menggunakan alat ini tinggal sebatas di kala ada keperluan hajatan saja. Kuwali, kwali atau dalam bahasa Indonesia disebut belanga, adalah sebuah alat masak yang sering digunakan oleh masyarakat Jawa tempo dulu. Namun sekarang, keberadaan alat ini telah diganti oleh peralatan yang lebih modern, seperti panci, dandang, magiccom, ricecooker, dan sejenisnya. Tentu saja peralihan barang ini karena modernisasi dan akibat perkembangan zaman. Kuwali setidaknya masih banyak digunakan oleh masyarakat Jawa sebelum kemerdekaan RI hingga di tahun 1970-an. Bahkan, istilah ini telah terekam dalam kamus Jawa “Boesastra Djawa” karangan WJS. Poerwadarminta tahun 1939. Hal itu membuktikan bahwa barang ini jamak digunakan oleh masyarakat Jawa, khususnya, kala itu, sebagai peralatan untuk memasak sayur atau air, sepe...
 
                     
            Selain tepas atau dalam bahasa Indonesia disebut kipas, para kaum ibu masyarakat Jawa juga sering menggunakan alat lain yang mempunyai fungsi sama, yaitu semprong. Hanya saja, semprong ini lebih diutamakan untuk menyalakan bara api yang sedang padam dari keren, dhingkel, maupun luweng yang berbahan baku kayu. Apabila di tengah memasak apinya mati, maka untuk menyalakan api bisa menggunakan semprong. Caranya dengan meniupkan udara dari mulut di ujung semprong dan diarahkan ke lubang tungku tempat bara api. Lama-kelamaan bara api akan menyala dan kembali memanasi peralatan dapur yang dipakai untuk memasak. Bentuk semprong seperti tabung dengan panjang sekitar 30—40 cm berdiameter 3—5 cm, terbuat dari potongan bambu utuh, kedua ujungnya berlubang. Alat ini sangat sederhana dan biasanya hanya dibuat sendiri oleh pengguna. Bahkan kadang pula jika di dapur tidak ditemukan kipas maupun semprong bambu, maka para ibu rumah tangga hanya menggunakan semprong yang terbuat...
 
                     
            Upacara Tradisi Robyongan ini hanya dilaksanakan di kelurahan Bleberan , kec. playen , kabupaten Gunungkidul , Yogyakarta . untuk daerah lainya tidak ada upacara tersebut. Upacara Robyongan di kenal sejak keberadaan pengembaraan laskar mataram dari wilayah timur ( Madiun ) yaitu Kyi Kromowongso yang merupakan cikal bakal masyarakat Padukuhan Bleberan. Ketika dalam pengembaraan Kyai Kromowongso seperti dalam cerita berdirinya Desa Bleberan beliau adalah merupakan sosok yang suka akan laku topo broto dalam setiap pekerjaan yang akan di laksanakan pasti akan di lakukan semedi/topo broto untuk mencari wisik atau petunjuk dari yang kuasa agar setiap apa yang dilakukan akan mendapatkan keselamatan. Di Yogyakarta ada dua Dusun yang melaksanakan upacara ritual robyongan yaitu Dusun Kemadang Desa Kemadang dan Dusun Bleberan berdasarkan legenda antara Desa Bleberan dan kemadang di hubungkan oleh seekor naga besar dengan kepala berada di Kemad...
 
                     
            Ulasan Singkat Museum Tani Jawa Indonesia Leluhur masyarakat Indonesia merupakan masyarakat agraris. Mereka mewariskan nilai-nilai perjuangan petani jujur, sederhana, bersahaja, kerja keras dan selalu bersyukur kepada Sang Pencipta. Meskipun wilayah terbesar Republik Indonesia merupakan lautan, namun pekerjaan petani lebih mendominasi daripada nelayan. Secara teknik, peralatan para petani sudah ada sejak seribu tahun lalu dan masih digunakan oleh para petani tradisional di Jawa. Untuk melihat bajak, ani-ani, luku, garu, dan beragam perlatan tani lainnya, Anda dapat mengunjungi museum ini. Museum ini membantu para orang tua dalam menceritakan kepada anak-anak seni bercocok tanam para petani untuk menghasilkan padi yang menjadi nasi, makanan pokok (kedaulatan pangan) rakyat Indonesia. Anda juga dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi petani dengan mengikuti beberapa kegiatan yang disiapkan oleh museum. Jam Buka Museum : Senin-Minggu : 08.00-17.00 WIB...
 
                     
            Tradisi Grebeg Gunungan yang dirayakan oleh masyarakat Yogyakarta ini, sepintas hampir mirip dengan tradisi Apitan dari Semarang. Warga muslim Yogyakarta akan mengarak hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman. Arak-arakan hasil bumi ini berjumlah 3 buah gunungan yang tersusun dari rangkaian sayur-mayur dan buah. Di Yogyakarta, tradisi ini dilaksanakan setiap hari besar agama Islam. Grebeg Syawal dilaksanakan saat Idul Fitri, sedangkan tradisi Grebeg Gunungan dilaksanakan pada perayaan Idul Adha. Masyarakat setempat percaya, apabila berhasil mengambil hasil bumi yang disusun dalam bentuk gunungan, bisa mendatangkan rezeki. Tradisi Grebeg Gunungan ini berawal dari halaman Keraton Jogja, Alun-Alun Utara hingga Masjid Gede Kauman. Ada 7 buah gunungan yang tersusun sedemikian rupa dalam tradisi ini. Ketujuh gunungan akan dibagi di 3 tempat berbeda yakni halaman Kagungan dalem Masjid Gede, Pendopo Kawedanan Pengulon, dan Kepatihan serta Puro. Nantinya, warga setempat...
