Ornamen
Ornamen
Alat Masak Daerah Istimewa Yogyakarta DI Yogyakarta
Kuwali - DI Yogyakarta - DI Yogyakarta - Peralatan Masak
- 19 April 2018

Pengguna kuwali hanya tinggal para pedagang makanan, seperti soto dengan label soto kuwali, pedagang gudheg, bubur, dan lainnya. Sementara warga pedesaan yang menggunakan alat ini tinggal sebatas di kala ada keperluan hajatan saja.

Kuwali, kwali atau dalam bahasa Indonesia disebut belanga, adalah sebuah alat masak yang sering digunakan oleh masyarakat Jawa tempo dulu. Namun sekarang, keberadaan alat ini telah diganti oleh peralatan yang lebih modern, seperti panci, dandang, magiccom, ricecooker, dan sejenisnya. Tentu saja peralihan barang ini karena modernisasi dan akibat perkembangan zaman.

Kuwali setidaknya masih banyak digunakan oleh masyarakat Jawa sebelum kemerdekaan RI hingga di tahun 1970-an. Bahkan, istilah ini telah terekam dalam kamus Jawa “Boesastra Djawa” karangan WJS. Poerwadarminta tahun 1939. Hal itu membuktikan bahwa barang ini jamak digunakan oleh masyarakat Jawa, khususnya, kala itu, sebagai peralatan untuk memasak sayur atau air, seperti yang tertera pada halaman 240.

Memang sampai saat ini juga masih dijumpai masyarakat yang menggunakan kuwali sebagai peralatan dapur, namun sudah sangat jarang. Biasanya pengguna kuwali hanya tinggal para pedagang makanan, seperti soto dengan label soto kuwali, pedagang gudheg, bubur, dan lainnya. Sementara warga pedesaan yang menggunakan alat ini tinggal sebatas di kala ada keperluan hajatan saja. Beberapa warga generasi tua yang masih memiliki alat ini, ketika Tembi survei, tidak dipakai lagi untuk keperluan memasak, melainkan hanya sebagai alat cadangan jika sewaktu-waktu ada keperluan yang membutuhkan masakan dalam jumlah besar.

Banyak alasan pedagang sekarang masih menggunakan kuwali sebagai salah satu alat untuk memasak, mulai dari menjaga cita rasa yang mendekati alami, lebih higienis, maupun ingin menghadirkan kembali peralatan tempo dulu. Mereka yakin, dengan alat tradisional yang terbuat dari tanah liat atau gerabah ini, akan memunculkan rasa yang lebih nikmat, karena bahannya terbuat dari bahan alami, tidak terbuat dari logam.

Sayangnya, dengan kemajuan zaman, pembuat gerabah, yang disebut kundhi, jumlahnya semakin susut. Pembuat gerabah banyak yang beralih ke profesi lain. Sebab alat-alat dapur tradisional, seperti kuwali dan sejenisnya sudah terdesak dan kalah bersaing dengan peralatan dapur yang lebih modern, yang terbuat dari logam aluminium, kuningan, dan sejenisnya.

Memang masih ada sentra pembuatan kuwali dan barang gerabah lainnya yang tersisa, 2 di antaranya yang bisa disebut adalah di daerah Kasongan dan Pundong, Bantul, DIY. Di sentra-sentra tersebut, selain masih memproduksi alat dapur tradisional juga sudah memproduksi gerabah yang penggarapan dan hasilnya lebih modern. Sementara pemasaran kuwali juga semakin terbatas, tinggal di pasar-pasar maupun warung-warung tradisional. Satu dua masih dijumpai pedagang sekaligus produsen yang berkeliling menjajakan alat ini.

Lembaga formal sebagai benteng terakhir yang menjaga barang bernama kuwali ini adalah museum. Di tempat ini, kuwali termasuk salah satu koleksi yang perlu dilestarikan karena termasuk salah satu produk hasil karya buatan manusia, khususnya masyarakat Jawa. Tentu saja museum yang menyimpan koleksi kuwali adalah museum-museum yang menyimpan koleksi benda etnografi Jawa. Beberapa museum di Yogyakarta yang menyimpan koleksi kuwali, antara lain Museum Negeri Sonobudoyo, Museum Tani Jawa Indonesia, dan Tembi Rumah Budaya.

Kuwali yang terbuat dari tanah liat ini mudah pecah. Untuk itu, pemakai harus sangat berhati-hati, baik saat menggunakannya untuk memasak, membersihkannya, maupun dalam menyimpannya. Sebab sekali pecah atau retak, maka sudah tidak bisa dipakai dan harus dibuang. Ditambal pun juga tidak bisa.

Kuwali yang terbuat dari tanah liat ini mudah pecah. Untuk itu, pemakai harus sangat berhati-hati, baik saat menggunakannya untuk memasak, membersihkannya, maupun dalam menyimpannya. Sebab sekali pecah atau retak, maka sudah tidak bisa dipakai dan harus dibuang. Ditambal pun juga tidak bisa.

Eksistensi Kuwali atau belanga yang terbuat dari lempung atau tanah liat memang semakin terdesak oleh peralatan sejenis yang terbuat dari logam, seperti tembaga, aluminium, dan sebagainya. Namun, hingga sekarang masih tetap ada masyarakat Jawa yang memanfaatkan kuwali untuk memasak, terutama dalam skala besar atau untuk berjualan sayur dan makanan. Alasan utama, seperti yang telah dikatakan pada edisi sebelumnya, mereka memilih kuwali untuk memasak berkaitan dengan cita rasa.

Bagian atas kuwali mempunyai bibir dengan lubang besar, bagian bawah cembung, serta lebih tebal dibandingkan dengan alat serupa yang terbuat dari logam. Karena tebal, maka cara memasaknya pun cenderung menggunakan kayu bakar, arang, dan sejenisnya, agar lebih irit pula. Walaupun akibatnya berdampak kotor terhadap alas kuwali. Bahan-bahan alami itu tidak menimbulkan efek terhadap hasil olahan.

Bagi penjual makanan olahan yang telah terbiasa memakai kuwali dan kayu bakar untuk memasak, mereka akan mempertahankannya agar cita rasa makanan olahan yang dihasilkan tetap terjaga. Supaya pelanggannya tidak kecewa. Sebab, seringkali, ketika penjual menggantinya dengan alat memasak lain (walaupun dengan resep yang sama), pelanggan merasakan perubahan cita rasa makanan. Beberapa penjual gudheg di Yogyakarta, terutama generasi tua, biasanya masih menjaga cita rasa itu dengan menggunakan kuwali untuk memasak gudhegnya. Tentu juga di berbagai daerah lain di Jawa, masih dijumpai hal serupa.

Harga kuwali (dengan produksi dan bentuk tradisional) lebih murah jika dibandingkan dengan alat masak sejenis yang terbuat dari logam. Harganya bervariasi, sekitar Rp 5.000-Rp 20.000 tergantung ukuran. Ada yang berdiameter 26 cm dan tinggi 17 cm, dan ada pula yang berukuran lebih kecil atau lebih besar.

Kundi atau pembuat gerabah (termasuk kuwali) pun mengalami susut jumlah sejalan dengan kian langkanya pengguna kuwali. Profesi ini sudah ada lama, setidaknya sebelum zaman kerajaan Majapahit. Buktinya, banyak ditemukan artefak berupa wadah-wadah serupa yang merupakan peninggalan zaman kerajaan Majapahit.

Pembuatan kuwali melalui beberapa proses, mulai dari pengambilan bahan baku, pembentukan, penjemuran, pembakaran, hingga pendinginan. Setelah itu baru dipasarkan ke berbagai tempat, seperti pasar tradisional dan warung-warung sederhana. Supaya hasil masakan tidak berbau tanah atau kuwali tidak mudah pecah, maka ada berbagai trik untuk menghilangkan bau tanah pada kuwali baru. Ada yang mengolesi kuwali baru dengan air tajin (sisa air menanak nasi). Setelah itu dipanaskan hingga mengerak atau gosong. Lalu didiamkan sebentar. Kemudian direndam sehari. Baru kemudian dibersihkan dengan sabut kelapa hingga bersih. Baru bisa digunakan untuk memasak.

Ada juga yang menggunakan cara mencampurkan air dan bekatul dalam kuwali baru sebelum dipakai. Kemudian dipanaskan hingga bekatulnya mendidih dan meluap-luap. Setelah itu baru dibersihkan dan kuwali siap dipakai. Cara lainnya adalah mencampur air dengan parutan kelapa, lalu dimasak hingga mendidih. Kemudian dibersihkan. Cara lain lagi yaitu hanya mendidihkan air pada kuwali baru, setelah itu baru dipakai untuk memasak.

Sementara cara membersihkan kuwali biasanya dengan menggunakan kawul (sisa kayu yang diserut) dicampur dengan air, lalu digosok dengan daun jati atau plastik bekas, kemudian dibilas. Cara-cara itu dilakukan oleh warga masyarakat yang tinggal di beberapa wilayah di Bantul DIY, seperti Imogiri dan Parangtritis.

Perawatan kuwali setelah dipakai juga biasanya ditempatkan di rak bagian bawah yang terbuat dari kayu atau bambu. Rak tersebut dalam bahasa Jawa disebut dengan paga. Cara meletakkannya pun harus tengkurap, karena alas kuwali berbentuk cembung. Selain itu, agar mudah mengambilnya.



 

Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/02/memasak-dengan-kuwali-cita-rasa-lebih-nikmat/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya