Cerita Wongkong Biru Kadio mulai dikenal masyarakat Sangihe setelah Gunung Awu meletus yakni pada tahun 1711. Meletusnya Gunung Awu dan tenggelamnya sebagian Kerajaan Kendahe dipahami sebagai akibat dari dosa sumbang antara seorang ayah bernama Raja Syam Syah Alam atau Samansialang dengan anak kandungnya Bualaengtanding atau Sangiang Tinanding . Hingga kini menjadi pantangan bagi mereka bila ada yang kawin masih ada hubungan keluarga, khususnya sampai dengan keturunan keempat. Larangan ini diberlakukan karena ada anggapan bahwa perkawinan satu darah akan membawa malapetaka bagi keduanya. Pada waktu lampau Pulau Marore dan sekitarnya masih bersatu dengan daratan besar. Sekali peristiwa terjadilah dosa sumbang antara seorang ayah bernama Raja Syam Syah Alam atau Samansialang dengan anak kandungnya Bualaengtanding atau Sangiang Tinanding . Permasyuri raja sangat masygul atas perbuatan suaminya. Permasyuri kuatir jangan sampai hal serupa menimpa pada anak bungsun...
Tersebutlah satu keluarga terdiri dari tiga orang yakni ayah, ibu dan seorang anak laki-laki. Mereka tinggal di suatu tempat terpencil jauh dari perkampungan. Preawakan anak tersebut begitu kecil dibandingkan dengan anak-anai lain seusianya, namun ia amat pintar. Oleh karena perawakannya yang kecil itu, maka ia diberi nama Andaliki. Pada suatu hari berkatalah si Anadaliki kepada ayahnya: ”Jika ayah mau mengabulkan permintaanku aku mau merantau mencari ilmu”. Ayah terkejut dan berkata:”Ayah tidak tega membatalkan cita-citamu nak karena inimenyangkut masa depanmu. Tentu dengan perawakanmu yang kecil ini tidak dapat diandalkan membantu ayah mengerjakan pekerjaan yang berat. Namun, dengan kondisi tubuhmu ini sanggupkah engkau menempuh perjalanan yang jauh?. Sekalipun ayah meluluskan permintaanmu, tetapi belum tentu ibumu membiarkanmu pergi. Pergilah nak, bertanya pada ibumu”. Maka pergilah Andaliki menemui ibunya yang sementara menambal baju. Andaliki menyamp...
Pada zaman dahulu Gorontalo terbagi atas dua kerajaan yaitu kerajaan Gorontalo dan kerajaan Limboto. Kerajaan Gorontalo diperintah oleh raja SALAMU dan kerajaan Limboto diperintah oleh raja HEMUTO. Kedua kerajaan ini selalu bertentangan, sehingga pada tapal batas kerajaan timbul perselisihan-perselisihan yang mengakibatkan pertumpahan darah. Adapun raja Hemuto adalah raja yang terkenal berani dan tangkas, kebal serta dapat melayang di udara. Karena kesaktiannya,ia tidak mengenal. Pada suatu hari berangkatlah ia dengan bala tentaranya sehingga melewati perbatasan kerajaan Gorontalo. Pengawal perbatasan kerajaan Gorontalo tidak mengizinkan mereka untuk melewati perbatasan, serta berusaha mengadakn perlawanan untuk mempertahankan kerajaannya tetapi dengan mudah dapat dikalahkan oleh raja Hemuto. Mayat bergelimpangan di sana sini dan bukan sedikit darah yang tertumpahdi atas bumi persada, namun raja Hemuto tidak mengenal kasihan. Alkisah, leher sang korban dipotong dan kepalanya dikumpu...
D i sebuah desa, Remboken namanya tinggallah dua orang bersahabat karib. Mereka pandai membuat kail. Pekerjaan mereka, sehari-hari adalah mengail. Suatu waktu, sahabat karib itu bersama-sama pergi mengail, ternyata di antara kedua kail itu, hanya satu yang selalu membawa hasil. Setiap kail itu dilemparkan ke air segera saja ditelan ikan. Sedangkan kail milik yang seorang lagi, walaupun telah berulang kali dilemparkan, tidak pernah disambar ikan. Pada suatu hari, pemilik kail yang tidak pernah membawa hasil itu, menemui kawannya untuk meminjam kail. Katanya : ”Sahabatku, bolah saya pinjam kailmu? “Jawab sahabatnya : “O, boleh saja sahabatku tetapi ada syaratnya. Apabila kail itu hilang atau putus, harus dicari lalu dikembalikan. Sama sekali tidak dapat diganti dengan kail lain. “Oh, tidak apa-pa, jangan kuatir, “Jawab sahabatnya itu, lalu kail itu dibawanya pergi. Setibanya di tempat mengail kail itu dilemparkan dan segera dimakan ikan. Pada...
Pada suatu hari ada dua ekor hewan yang bersahabat yaitu seekor kera yang dalam bahasa Tou-lour disebut Wolai dan seekor penyu yang disebut Wo’u . Kedua hewan yang sangat bersahabat ini sedang berjalan-jalan di tepi aliran sebuah sungai yang pada waktu itu sedang meluap. Tiba-tiba Wolai melihat ada sebatang pohon pisang yang hanyut terbawa arus di sungai itu. Lalu berkatalah Wolai yang suka makan pisang kepada Wo’u, “Hai sahabatku, Wo’u, lihatlah batang pohon pisang yang hanyut itu.”. “Ya, ada apa temanku Wolai?”, sahut Wo’u kepada Wolai. “Begini”, kata Wolai. “Kalau batang pisang itu kita tanam bersama-sama, maka dalam beberapa waktu batang pohon pisang itu akan bertumbuh dan berbuah, dan nanti kita dapat berpesta dengan buah pohon pisang itu. “Ya, kau betul Wolai.”, kata Wo’u kepada Wolai, “Tetapi saya tidak pandai berenang, sebaiknya kau saja yang berenang dan m...
Air terjun Nguralawo Berada Di desa Binala kecamatan Tamako Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Air terjun Nguralawo berjarak sekitar 6 Km dari pusat Kota Tamako. Menurut legenda Air terjun ini dinamakan Nguralawo karena Pada zaman dahulu air terjun ini menjadi tempat pemandian para bidadari (putri kayangan). Air terjun Nguralawo Bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, Air terjun ini udaranya masih sangat sejuk dan segar, belum lagi disekitar air terjun ini terdapat pepohonan yang masih hijau. Disini terdapat bebatuan yang besar. Sehingga Anda dapat duduk-duduk sambil menikmati gemuruh suara air terjun, dan juga menikmati panorama yang indah disekitar air terjun. sumber: Sangihe Tourism (https://sangihetourism.wordpress.com/2014/11/24/legenda-air-terjun-nguralawo/)
Di sebelah timur kaki gunung Awu, berdiamlah sekelompok masyarakat primitif dengan cara hidup yang sangat tradisional. Mereka hidup dengan damai pada sebuah lembah bernama Balang Apapuhang, di pulau Sangihe. Aktifitas kehidupan sehari-hari didominasi oleh kegiatan berburu dan pemenuhan kebutuhan lainnya, seperti mencari buah di hutan. Di lembah tempat mereka hidup masih diliputi oleh hutan yang sangat lebat, banyak pepohonan besar. Dari keadaan seperti itu memungkinkan hidup banyak binatang yang kemudian merupakan binatang buruan sebagai makanan sehari-hari. Pada suatu masa, wilayah perburuan mereka semakin meluas dan sampailah mereka di pantai yang kini merupakan bagian dari pantai Naha. Setibanya di pantai, mereka langsung menceburkan diri di air. Tanpa sengaja salah seorang dari mereka membuang-buang ludah. Yang terjadi adalah, mulut orang tersebut kemasukan air asin. Rasa asin merupakan hal yang baru menyentuh lidah mere...
Sungai Ipa sedang surut airnya. Saat yang tepat untuk pergi mencari makan di muara sungai. Muara sungai menyediakan segalanya untuk mereka, mulai dari gurita, ikan, dan keraka. Apeya membayangkan banyaknya ikan dan gurita yang bisa mereka tangkap. Apeya dan anaknya dengan tenang mendayung perahu menuju muara sungai. Tidak lama kemudian terdengar suara aneh. ‘Ibu, suara apa itu?” Tanya anaknya. “Ai, benar, suara apa itu?’ Kata Apeya sambil mengarahkan pandangan ke langit, asal suara itu. Akhirnya, di batas langit, nampaklah sumber suara itu. Ternyata Takumemyau. Buaya bersayap. Orang-orang takut sekaligus hormat kepada mahkluk yang satu itu. Ada dua jenis Takumemyau, yang baik dan yang jahat. Apeya tidak tahu, Takumemyau mana yang sedang terbang di atas mereka. “Dia terbang di atas kita, Ibu. Mau apa dia?” “Tidak tahu, kita terus jalan saja.” Takumemyau berbalik arah. Dari cakrawala dia menukik ke bawa...
Konon di atas Gunung Emansiri yang puncaknya menjulang persis di atas kampung Lobo hidup seekor burung yang besar yakni Burung Garuda, jenis Elang yang sangat besar. Di tempat itu juga hidup pula seekor ular besar yang disebut ular naga. Bagian Kiri dan Kanan Gunung itu sangat terjal. Ular itu tidak kemana-mana, hidupnya bergantung pada sisa –sisa makanan yang dijatuhkan oleh burung garuda. Makanan burung itu berupa binatang dari hutan, ikan, atau mangsa lain yang dapat di makan. Burung ini, dapat terbang ke mana- mana, mencari makanan sampai ke daerah Fakfak, ke seluruh wilayah Papua, bahkan iapun dapat mencari ke daerah lain di wilayah luar. Ke manapun burung ini terbang mencari mangsa pasti dia akan kembali ke tempat asalnya yaitu Gunung Emansiri, Kampung Lobo , Kaimana. Konon pada suatu hari, warga sekitar kampung Lobo pernah melihat atau menyaksikan Burung Garuda mengangkut atau mengangkat sebuah perahu Kole-Kole bersama satu orang di dalamnya ke atas puncak Gunun...