Hawadiyah adalah seorang gadis miskin dan yatim yang tinggal di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat. Pada suatu waktu, seorang Mara`dia (Raja) Jawa datang meminangnya dan mengajaknya untuk melangsungkan pernikahan di Pulau Jawa. Namun, niat baik Mara`dia Jawa itu dihalang-halangi oleh seorang gadis bernama Bekkandari. Mengapa Bekkandari menghalanghalangi pernikahan Hawadiyah dengan Mara`dia Jawa? Lalu, apa yang dilakukan Bekkandari untuk menghalangi pernikahan mereka? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Hawadiyah berikut ini Konon, pada zaman dahulu kala, ada dua orang gadis yang tinggal di sebuah kampung di daerah Mandar. Gadis yang pertama bernama Bekkandari, sedangkan gadis yang kedua bernama Hawadiyah. Kedua gadis tersebut memiliki perbedaan yang sangat mencolok, terutama dari segi banyaknya harta. Bekkandari berasal dari keluarga yang sangat kaya. Ayahnya memiliki perkebunan kelapa yang luas dan usaha pembuatan minyak goreng. Sementara Hawadiyah seorang gadis...
Alkisah, pada zaman dahulu, di daerah Mandar Sulawesi Barat, hiduplah seorang Anak Raja di sebuah pegunungan. Di sana ia tinggal di sebuah istana megah yang dikelilingi oleh taman bunga dan buah yang sangat indah. Di dalam taman itu terdapat sebuah kolam permandian yang bersih dan sangat jernih airnya. Pada suatu hari, saat gerimis tampak pelangi di atas rumah Anak Raja. Kemudian tercium aroma harum semerbak. Si Anak Raja mencari-cari asal bau itu. Ia memasuki setiap ruangan di dalam rumahnya. Namun, asal aroma harum semerbak itu tidak ditemukannya. Oleh karena penasaran dengan aroma itu, ia terus mencari asalnya sampai ke halaman rumah. Sesampai di taman, aroma yan dicari itu tak juga ia temukan. Justru, ia sangat terkejut dan kesal, karena buah dan bunga-bunganya banyak yang hilang. “Siapa pun pencurinya, aku akan menangkap dan menghukumnya!” setengah berseru Anak Raja itu berkata dengan geram. Ia kemudian berniat untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang telah bera...
ÏTuTuing adalah seorang anak laki-laki yang kulitnya bersisik seperti ikan terbang. Ia tinggal bersama orang tuanya di sebuah desa di daerah Mandar, Sulawesi Barat. Dalam bahasa Mandar, tui tuing berarti ikan terbang. Dulu, sebelum I Tui Tuing lahir, orangtuanya sudah lama menantikan kehadiran seorang anak. Mereka berdoa dikarunia anak, meskipun ia menyerupai ikan terbang. Lalu, ibunya hamil dan melahirkan I Tui Thing, ayahnya pun menerima dengan hati lapang. "Ini memang permintaan kita Bu, kita tidak boleh bersedih. Kita harus menerima dan merawat anak ini dengan baik," katanya pada istrinya. Bertahun-tahun kemudian, I Tui Tuing tumbuh besar. Orang tuanya sangat menyayanginya, segala permintaan I Tui Tuing selalu dipenuhi. Meski demikian, I Tui Tuing bukanlah anak yang manja. Ia selalu membantu ayah nya berlayar ke Teluk Mandar dan juga rajin membantu ibunya enyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Suatu hari, I Tui Tuing berkata, "Ayah, Ibu, sekarang aku telah...
Kris Muda Indonesia ditanah Mandar Meneruskan titipan leluhur yang masih tersisa
Zaman Prasejarah Permulaan Generasi Pertama Manusia. Tersebutlah dalam kitab-kitab suci bangsa Timur Tengah bahwa Adam, yang dianggap sebagai manusia pertama dan Nabi pertama, mulai mengembangkan generasinya bersama Siti Hawa, Nenek Moyang Manusia yang ditemukan kembali setelah didamparkan di daerah India dari Surga. Generasi berikutnya mulai melahirkan beberapa kelompok Bangsa. Bangsa Semetik kemudian menurunkan Bangsa Arab dan Israel yang selalu berperang. Kabarnya perpecahan kedua bangsa ini dimulai sejak Nabi Ibrahim. Bangsa Syam yang kemudian dikenal sebagai ras Aryan, menurunkan Bangsa Yunani dan Roma yang menjadi cikal bakal Eropa (Hitler merupakan tokoh ras ini yang ingin memurnikan bangsa Aryan di samping Bangsa Braminik yang chauvinistic dan menjadi penguasa kasta tinggi di agama Hindu), Nordik, Patan, Kaukasian, Slavia, Persia (Iran) dan India Utara (semisal Punjabi, Kashmir dan Gujarat) berkulit putih serta bule-bule lain sebangsanya. Bangsa Negroid menurunkan bang...
Sayoang, daerah pegunungan yang berada dalam wilayah kecamatan Alu kabupaten Polewali Mandar, saat ini menjadi salah satu desa di kecamatan Alu bersama-sama dengan desa Alu, desa Kalumammang, desa Puppuring, desa Mombi dan kelurahan Petoosang. Wilayahnya yang berada jauh dari ibukota kecamatan dan letaknya yang cukup sulit dijangkau membuat Sayoang jarang disebutkan. Warga di desa Sayoang terkenal dengan komoditas penghasil gula aren terbaik di kecamatan Alu. Jika berbicara mengenai Sayoang zaman dahulu kala maka wilayah ini juga cukup terkenal dan berbatasan dengan wilayah kerajaan Alu. Sayoang memiliki Tomakaka, yang biasa disebut “Tomakaka Sayoang”, jauh sebelum munculnya istilah Maraqdia di wilayah Mandar maka sebelumnya dikenal Tomakaka, Tomakaka sendiri adalah orang yang dituakan dan dianggap sebagai pemimpin di wilayah tersebut. Entah mengapa tidak pernah didengar tentang “Maraqdia Sayoang” mungkin ini ada kaitannya dengan penaklukan kerajaan...
Bahasa Koneq-koneqe merupakan khas dari daerah Campalagian. Sampai saat ini mendengar contoh bahasa koneq-koneqe ditelinga juga belum pernah sama sekali saya dengar, namun dari penelusuran kepustakaan mari kita lihat beberapa contoh bahasa ini : Itu kutu'o : di situ Ini kone'e : ada di sini Riya' koro'o : ada disitu Panteng : ember Mio' : kelapa Cuki : kucing Maca'bu ; harum; wangi Maca'bu : manis Sapapaummu : Sa'buloako : {kasar} Pole : datang Allao : pergi Ammuning : kembali; pulang Allao lauling : pergi pulang Allao leleng : bepergian Aghama : ada apa Pole indoko : dari mana [kasar] Pole inrokie : dari mana [halus] Accaule : bermain Meskipun saya bukan ahli bahasa tapi coba kita lihat perbeda...
Dakka adalah suku yang mendiami wilayah Sulawesi Barat, wilayah persebarannya tepatnya berada di kecamatan Tapango, Wonomulyo, dan Matakali kabupaten Polewali Mandar. Bersama dengan sub suku lainnya seperti Pannei dan Pattae ia nyaris terlupakan. Orang-orang mungkin hanya akan mendengar gaung suku Mandar yang dominan mendiami wilayah kabupaten Polewali Mandar. Lalu bagaimana sebenarnya sub suku Dakka ini? Disebutkan bahwa Dakka dahulu pernah dikenal sebagai salah satu kerajaan kecil yang berada dalam cakupan “Palili” letaknya berada di antara PUS (Pitu Ulunna Salu) dan PBB (Pitu Baqbana Binanga), statusnya yang merupakan transisi membuatnya menjadi lebih adaptif dalam menjalankan hukum adat, jika daerah geografisnya dekat dengan wilayah PUS maka ia akan menggunakan hukum adat PUS (dikenal dengan nama adaq tuo, atau hukum hidup) dan jika ia dekat dengan wilayah PBB maka ia akan menggunakan hukum adat PBB (dikenal dengan nama adaq mate, atau hukum mati). (Idham, 2009)...