|
|
|
|
Dakka, Suku Yang Nyaris Terlupakan Dalam Wilayah Mandar Tanggal 19 Jan 2018 oleh Fennec_fox . |
Dakka adalah suku yang mendiami wilayah Sulawesi Barat, wilayah persebarannya tepatnya berada di kecamatan Tapango, Wonomulyo, dan Matakali kabupaten Polewali Mandar. Bersama dengan sub suku lainnya seperti Pannei dan Pattae ia nyaris terlupakan. Orang-orang mungkin hanya akan mendengar gaung suku Mandar yang dominan mendiami wilayah kabupaten Polewali Mandar. Lalu bagaimana sebenarnya sub suku Dakka ini?
Disebutkan bahwa Dakka dahulu pernah dikenal sebagai salah satu kerajaan kecil yang berada dalam cakupan “Palili” letaknya berada di antara PUS (Pitu Ulunna Salu) dan PBB (Pitu Baqbana Binanga), statusnya yang merupakan transisi membuatnya menjadi lebih adaptif dalam menjalankan hukum adat, jika daerah geografisnya dekat dengan wilayah PUS maka ia akan menggunakan hukum adat PUS (dikenal dengan nama adaq tuo, atau hukum hidup) dan jika ia dekat dengan wilayah PBB maka ia akan menggunakan hukum adat PBB (dikenal dengan nama adaq mate, atau hukum mati). (Idham, 2009)
Dakka bersama dengan kerajaan kecil lainnya yaitu Batu, Tapango, Sabura, Kurra, Mapilli, Rappang, dan Andau membentuk Palili Arrua (delapan kerajaan kecil) dalam buku transliterasi lontarak pattodioloang di Mandar disebutkan bahwa Palili terbagi atas dua yaitu Palili yang berada di gunung yaitu Lenggo, Karokeq, Saburaq, dan Batu diketuai oleh Lenggo dan Palili di pantai yang diketuai oleh “Beluaq” (tidak dijelaskan wilayah mana yang termasuk dalam Palili di pantai). Lenggo berfungsi sebagai penjemput tamu dari Ulunna Salu, mempertahankan negeri dan sebagai pelindung adat. (Tanawali, 1992)
Wilayah persebaran sub suku Dakka banyak ditemukan di tiga kecamatan yang telah disebutkan diatas (Tapango, Wonomulyo, dan Matakali) sebagian besar berada di wilayah pantai, jadi jika dilihat dari lokasi tempat tinggalnya maka Dakka dahulu masuk dalam wilayah Palili yang berada di pantai.
Sub suku Dakka jika ditilik dari bahasa yang digunakan memang cenderung berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh suku-suku lainnya misalnya saja untuk kata “besar”, dalam bahasa Mandar yaitu “kayyang”, “kaippang”, atau “kaimborro” sementara bahasa Dakka mengartikannya sebagai “katongko” ada perbedaan yang kontras, dan masih banyak lagi perbendaharaan kata yang cukup bervariasi. (Hasbi, 2010)
Menurut Strome, populasi pengguna bahasa Dakka adalah sekitar 1500 orang dengan klasifikasi bahasa yang digunakan merupakan Austronesian, Malayo-Polynesian, South Sulawesi, Northern, Pitu Ulunna Salu. Klasifikasi yang digunakan disini meletakkan bahasa Dakka kedalam kelompok bahasa Pitu Ulunna Salu bersama dengan kelompok bahasa Aralle-Tabulahan, Bambang, Pannei dan Ulumanda. Sementara dialek yang digunakan dalam bahasa sub suku Dakka secara leksikal memiliki kemiripan 72% hingga 77% dengan bahasa yang digunakan oleh orang-orang Pannei dan Bambang. Sub suku Pannei memang secara geografis memiliki lokasi yang tidak jauh dari daerah persebaran sub suku Dakka. Bahasa Dakka dituturkan dengan pencampuran bahasa termasuk bahasa Mandar dan bahasa Bugis dua suku yang juga banyak ditemukan bermukim di daerah-daerah persebaran orang-orang Dakka tinggal. (Lewis, 2013)
Sub suku Dakka di kekinian menjalani auskulturasi dan asimilasi dengan mengadakan pembauran dengan suku-suku lainnya yang ada di wilayah sekitar persebarannya. Seperti diketahui bahwa wilayah Matakali, Wonomulyo, dan Tapango adalah wilayah yang cukup heterogen, ada berbagai macam suku yang hidup di daerah tersebut, mulai dari Jawa, Bugis, Toraja, Mandar, Pannei, Pattae, Pattinjo. Orang-orang Dakka pun menjalani hubungan kekerabatan dengan melakukan ikatan perkawinan dengan orang-orang diluar suku mereka menjadikan mereka membaur dengan lebih leluasa. Pembauran ini kemudian menonjolkan aspek suku yang tidak dominan lagi. Lalu kemudian oleh pengaruh suku Mandar yang cukup dominan mendiami wilayah kabupaten Polewali Mandar menjadikan sub suku Dakka seolah tidak terangkat ke permukaan, orang-orang lebih mengenal suku seperti Mandar, Bugis, Jawa serta Toraja.
Aspek budaya Dakka yang lebih kental dapat ditemui di daerah kecamatan Tapango, asal muasal suku ini berkembang. Banyak orang-orang di daerah ini terutama di desa Dakka yang masih memegang teguh budaya asli suku ini, menggunakan bahasa Dakka dalam hidup keseharian. Namun budaya daerah kurang lebih sama dewasa ini, selalu mengalami penggerusan oleh budaya luar lewat media. Aplikasi kebiasaan, tradisi, dan budaya hanya membumi di kelompok populasi orang tua hingga lansia, sementara generasi muda tidak begitu banyak mengikuti kebiasaan pendahulu mereka lagi, sama halnya yang terjadi dengan sub suku Dakka.
Source: http://www.kompadansamandar.or.id/budaya/460-dakka-suku-yang-nyaris-terlupakan-dalam-wilayah-mandar.html
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |