Dakka adalah suku yang mendiami wilayah Sulawesi Barat, wilayah persebarannya tepatnya berada di kecamatan Tapango, Wonomulyo, dan Matakali kabupaten Polewali Mandar. Bersama dengan sub suku lainnya seperti Pannei dan Pattae ia nyaris terlupakan. Orang-orang mungkin hanya akan mendengar gaung suku Mandar yang dominan mendiami wilayah kabupaten Polewali Mandar. Lalu bagaimana sebenarnya sub suku Dakka ini?
Disebutkan bahwa Dakka dahulu pernah dikenal sebagai salah satu kerajaan kecil yang berada dalam cakupan “Palili” letaknya berada di antara PUS (Pitu Ulunna Salu) dan PBB (Pitu Baqbana Binanga), statusnya yang merupakan transisi membuatnya menjadi lebih adaptif dalam menjalankan hukum adat, jika daerah geografisnya dekat dengan wilayah PUS maka ia akan menggunakan hukum adat PUS (dikenal dengan nama adaq tuo, atau hukum hidup) dan jika ia dekat dengan wilayah PBB maka ia akan menggunakan hukum adat PBB (dikenal dengan nama adaq mate, atau hukum mati). (Idham, 2009)
Dakka bersama dengan kerajaan kecil lainnya yaitu Batu, Tapango, Sabura, Kurra, Mapilli, Rappang, dan Andau membentuk Palili Arrua (delapan kerajaan kecil) dalam buku transliterasi lontarak pattodioloang di Mandar disebutkan bahwa Palili terbagi atas dua yaitu Palili yang berada di gunung yaitu Lenggo, Karokeq, Saburaq, dan Batu diketuai oleh Lenggo dan Palili di pantai yang diketuai oleh “Beluaq” (tidak dijelaskan wilayah mana yang termasuk dalam Palili di pantai). Lenggo berfungsi sebagai penjemput tamu dari Ulunna Salu, mempertahankan negeri dan sebagai pelindung adat. (Tanawali, 1992)
Wilayah persebaran sub suku Dakka banyak ditemukan di tiga kecamatan yang telah disebutkan diatas (Tapango, Wonomulyo, dan Matakali) sebagian besar berada di wilayah pantai, jadi jika dilihat dari lokasi tempat tinggalnya maka Dakka dahulu masuk dalam wilayah Palili yang berada di pantai.
Sub suku Dakka jika ditilik dari bahasa yang digunakan memang cenderung berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh suku-suku lainnya misalnya saja untuk kata “besar”, dalam bahasa Mandar yaitu “kayyang”, “kaippang”, atau “kaimborro” sementara bahasa Dakka mengartikannya sebagai “katongko” ada perbedaan yang kontras, dan masih banyak lagi perbendaharaan kata yang cukup bervariasi. (Hasbi, 2010)
Menurut Strome, populasi pengguna bahasa Dakka adalah sekitar 1500 orang dengan klasifikasi bahasa yang digunakan merupakan Austronesian, Malayo-Polynesian, South Sulawesi, Northern, Pitu Ulunna Salu. Klasifikasi yang digunakan disini meletakkan bahasa Dakka kedalam kelompok bahasa Pitu Ulunna Salu bersama dengan kelompok bahasa Aralle-Tabulahan, Bambang, Pannei dan Ulumanda. Sementara dialek yang digunakan dalam bahasa sub suku Dakka secara leksikal memiliki kemiripan 72% hingga 77% dengan bahasa yang digunakan oleh orang-orang Pannei dan Bambang. Sub suku Pannei memang secara geografis memiliki lokasi yang tidak jauh dari daerah persebaran sub suku Dakka. Bahasa Dakka dituturkan dengan pencampuran bahasa termasuk bahasa Mandar dan bahasa Bugis dua suku yang juga banyak ditemukan bermukim di daerah-daerah persebaran orang-orang Dakka tinggal. (Lewis, 2013)
Sub suku Dakka di kekinian menjalani auskulturasi dan asimilasi dengan mengadakan pembauran dengan suku-suku lainnya yang ada di wilayah sekitar persebarannya. Seperti diketahui bahwa wilayah Matakali, Wonomulyo, dan Tapango adalah wilayah yang cukup heterogen, ada berbagai macam suku yang hidup di daerah tersebut, mulai dari Jawa, Bugis, Toraja, Mandar, Pannei, Pattae, Pattinjo. Orang-orang Dakka pun menjalani hubungan kekerabatan dengan melakukan ikatan perkawinan dengan orang-orang diluar suku mereka menjadikan mereka membaur dengan lebih leluasa. Pembauran ini kemudian menonjolkan aspek suku yang tidak dominan lagi. Lalu kemudian oleh pengaruh suku Mandar yang cukup dominan mendiami wilayah kabupaten Polewali Mandar menjadikan sub suku Dakka seolah tidak terangkat ke permukaan, orang-orang lebih mengenal suku seperti Mandar, Bugis, Jawa serta Toraja.
Aspek budaya Dakka yang lebih kental dapat ditemui di daerah kecamatan Tapango, asal muasal suku ini berkembang. Banyak orang-orang di daerah ini terutama di desa Dakka yang masih memegang teguh budaya asli suku ini, menggunakan bahasa Dakka dalam hidup keseharian. Namun budaya daerah kurang lebih sama dewasa ini, selalu mengalami penggerusan oleh budaya luar lewat media. Aplikasi kebiasaan, tradisi, dan budaya hanya membumi di kelompok populasi orang tua hingga lansia, sementara generasi muda tidak begitu banyak mengikuti kebiasaan pendahulu mereka lagi, sama halnya yang terjadi dengan sub suku Dakka.
Source: http://www.kompadansamandar.or.id/budaya/460-dakka-suku-yang-nyaris-terlupakan-dalam-wilayah-mandar.html
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...