Samadiyah Samadiyah adalah upacara doa bersama yang dilakukan masyarakat Aceh untuk orang yang baru meninggal dunia. Biasanya Samadiyah dilakukan selama tujuh malam berturut-turut setelah kepergian almarhum/ah. Samadiyah malam pertama biasanya dilakukan di Meunasah (masjid/mushala/surau) setelah shalat maghrib berjamaah. Kemudian Samadiyah malam ketiga dilangsungkan dirumah duka. Para tamu datang membawakan buah tangan ala kadarnnya untuk ahli keluarga yang ditinggalkan. Sebelum berdoa, para tamu disuguhi makan malam bersama. Dan Samadiyah malam ketujuh biasanya lebih ramai daripada malam lain, kerabat dan tetangga datang ke rumah duka membawa beras, gula, kopi dan lain-lain lalu berdoa bersama. https://www.silontong.com/2018/10/30/upacara-adat-aceh/
Meugang Meugang ialah tradisi masyarakat Aceh terkait penyambutan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Meugang merupakan tradisi paling menarik bagi kamu penyuka daging sapi atau kambing. Sebab, ketika Meugang, rumah-rumah penduduk akan dipenuhi aroma masakan yang menggugah selera. Dalam tradisi Meugang, daging yang telah dimasak akan dinikmati bersama keluarga dan kerabat serta dibagi-bagikan pada anak yatim/piatu dan kaum dhuafa. Tradisi ini dilangsungkan tiga kali dalam setahun, yaitu masing-masing dua hari sebelum Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. https://www.silontong.com/2018/10/30/upacara-adat-aceh/
Ba Ranub Kong Haba Ba Ranub Kong Haba adalah upacara adat Aceh yang dilaksanakan pada hari yang telah di tentukan oleh kedua belah pihak calon pengantin. Yang terjadi pada upacara ini, yaitu datangnya serombongan orangtua dari pihak calon pengantin pria kepada pihak orang tua calon pengantin wanita untuk melaksanakan acara pertunangan. Pada pihak pengantin pria membawa sirih penguat ikatan (ranub kong haba), yaitu sirih lengkap dengan alat-alatnya dalam cerana, pisang talon (pisang raja dan wajib satu talam) serta ada juga yang menyertakan kain baju. Selain itu, juga dibawa benda mas satu atau dua mayam dengan ketentuan menurut adat. Kalau ikatan ini putus disebabkan oleh pihak pria, tanda mas tersebut harus dikembalikan dua kali lipat. Pada upacara ini juga ditentukan hari dan bulan diadakannya pernikahan dan pulang pengantin (Woe Linto). https://www.silontong.com/2018/10/30/upacara-adat-aceh/
Orang Samin mempunyai ajaran sendiri yang berbeda dari masyarakat lain. Komunitas Samin pada prinsipnya sangat menjunjung tinggi ajaran yang dianutnya, yaitu ajaran yang dikembangkan oleh Samin Surosentiko. Karl Jasper, asisten Residen Tuban dan Tjipto Mangunkusomo – penentang gigih terhadap kebijakan dan eksploitasi Kolonial Belanda – melakukan penelitian ‘gerakan’ Samin. Kesimpulan keduanya hampir sama, menyatakan bahwa ‘gerakan’ Samin adalah sedikit banyak gabungan antara ajaran Hindu dan anarkisme petani arkais, sebagai respon terhadap kontradiksi yang disebabkan oleh dominasi colonial Belanda dan eksploitasi kapitalis. Samin dianggap sebagai gerakan yang paling lama bertahan di Jawa sejak ‘digerakan’ oleh Samin Surosentiko (diperkirakan lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso Kediren, dekat Randu Blatung), diperkirakan pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Ciri dan ajaran-ajaran orang Samin cenderung pasif, jujur, bebas dari ikatan...
Manten kucing pada awalnya adalah sebuah ritual minta hujan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pelem. Dalam perkembangannya, manten kucing mendapat pengaruh kemajuan, dengan menggabungkan kearifan lokal Kabupaten Tulungagung ke dalam rangkaian upacara adat manten kucing tanpa mengubah pakem yang ada, sehingga keaslian ritual tetap terjaga. ‘Kemasan’ manten kucing yang unik, mampu dijadikan sebagai sebuah alur cerita dari zaman Desa Pelem yang dilanda paceklik pada zaman penjajahan Belanda, hingga munculnya manten kucing yang dianggap sebagai jalan menuju tercapainya berkah dari Sang Maha Pencipta. Saat ini, manten kucing tidak begitu terdengar, sejak terjadi kesalahpahaman dengan MUI pada tahun 2010, saat ada salah satu Kecamatan yang membawakan manten kucing dengan tidak sesuai seperti aslinya. Sejak saat itu, manten kucing dianggap menistakan agama, sebab dalam festival tersebut ada salah satu kecamatan yang memaknai manten kucing dengan proses ritual menikahkan kucin...
Jeulame Berikut ini adalah upacara adat Aceh yang bernama Jeulame. Dalam adat istiadat masyarakat Aceh, hanya dikenal mahar berupa emas dan uang. Mahar ditiap Aceh berbeda. Pada bagian Barat Aceh mahar berupa emas yang diberikan sesuai kesepakatan, biasanya berjumlah antara belasan sampai puluhan macam. Sedang pada daerah Timur, mahar yang diajukan dibawah belasan tapi menggunakan uang tambahan yaitu disebut “peng angoh” (peng-uang, angoh-hangus), Apa yang diberikan tersebut bertujuan untuk membantu pihak perempuan dalam menyelenggarkan pesta dan membeli isi kamar. Mahar biasanya ditetapkan oleh pihak perempuan dan biasanya kakak beradik memiliki mahar yang terus naik atau minimal sama. Namun semua hal tentang mahar ini dapat berubah-ubah sesuai kesepakatan kedua belah pihak. https://www.silontong.com/2018/10/30/upacara-adat-aceh/
Idang dan Peuneuwoe Pada poin kedelapan ini upacara adat Aceh bernama Idang (hidang) dan Peunuwo yang mempunyai makna Pemulang adalah hidangan yang diberikan dari pihak pengantin kepada pihak yang satunya. Umumnya ketika Intat linto baro (mengantar pengantin pria), rombongan membawa Idang untuk pengantin wanita berupa pakaian, kebutuhan dan peralatan sehari-hari untuk calon istri. Dan pada saat Intat dara baro (mengantar pengantin wanita), Kemudian rombongan biasanya akan membawa kembali talam yang tadinya diisi dgn barang-barang tersebut dengan makananan khas Aceh seperti bolu, kue boi, kue karah, wajeb, dan lain sebagainya, sebanyak talam yang diberikan atau boleh kurang dengan jumlah ganjil. https://www.silontong.com/2018/10/30/upacara-adat-aceh/
Pada mulanya sandur berasal dari hiburan masyarakat agraris seusai lelah seharian bekerja di sawah, kemudian berkembang menjadi kesenian yang bertumpu pada upacara ritual. Di dalamnya terdapat unsur cerita (drama), tari, karawitan, akrobatik (kalongking), juga terdapat unsur-unsur mistik, karena dalam setiap pementasannya selalu menghadirkan danyang (roh halus). Sebagai upacara ritual, sandur difungsikan untuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang dicapai. Bentuk pementasannya hanya dilakukan di tanah lapang, dan dibatasi pagar tali berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 8 x 8 meter yang disebut Blabar janur kuning, diberi hiasan lengkungan janur kuning dan digantungi aneka jajan pasar, ketupat dan lontong ketan atau lepet. Dua batang bambu ori ditancapkan dengan ketinggian kurang lebih 10–12 meter, dan di antara bambu tersebut dipasang tali besar yang menghubungkan keduanya untuk adegan Kalongking yang mistis. Tidak diketahui bagaimana asal-muasal sandur, namun para p...
Mesabat-sabatan biu adalah tradisi turun-temurun yang dilaksanakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Kata “Mesabatsabatan biu” terdiri dari kata mesabatan yang bermakna saling lempar; dan biu berarti pisang, sehingga dapat diartikan dengan “perang pisang”. Sejarah munculnya tradisi mesabat-sabatan biu ini belum diketahui secara pasti karena tidak ada bukti tertulis yang menyatakannya, namun tradisi ini dilaksanakan sebagai sebuah rangkaian pelaksanaan Usaba katiga. Sebelum tradisi ini berlangsung, terlebih dahulu dilaksanakan proses ngelawang, yakni para pemuda berkeliling desa dengan membawa sok bodag sebagai tempat menaruh sumbangan dari warga. Setelah itu proses ngalang yakni memetik buah pisang dan kelapa oleh para pemuda, yang nantinya akan dipergunakan sebagai sarana pada tradisi mesabat-sabatan biu tersebut. Tradisi mesabat-sabatan biu ini dilaksanakan di depan Pura Bale Agung oleh dua kelompok pem...