|
|
|
|
Sandur Bojonegoro Dan Tuban Tanggal 30 Dec 2018 oleh Sri sumarni. |
Pada mulanya sandur berasal dari hiburan masyarakat agraris seusai lelah seharian bekerja di sawah, kemudian berkembang menjadi kesenian yang bertumpu pada upacara ritual. Di dalamnya terdapat unsur cerita (drama), tari, karawitan, akrobatik (kalongking), juga terdapat unsur-unsur mistik, karena dalam setiap pementasannya selalu menghadirkan danyang (roh halus). Sebagai upacara ritual, sandur difungsikan untuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang dicapai. Bentuk pementasannya hanya dilakukan di tanah lapang, dan dibatasi pagar tali berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 8 x 8 meter yang disebut Blabar janur kuning, diberi hiasan lengkungan janur kuning dan digantungi aneka jajan pasar, ketupat dan lontong ketan atau lepet. Dua batang bambu ori ditancapkan dengan ketinggian kurang lebih 10–12 meter, dan di antara bambu tersebut dipasang tali besar yang menghubungkan keduanya untuk adegan Kalongking yang mistis.
Tidak diketahui bagaimana asal-muasal sandur, namun para pelaku meyakini sandur sudah ada sejak zaman kerajaan yang terkait dengan kepercayaan animisme. Pada sekitar tahun 1960- an kesenian ini mengalami kejayaan, hampir di setiap desa di Bojonegoro memiliki kelompok kesenian sandur, juga di Tuban dan Lamongan. Kata “sandur” berasal dari kata sesanduran yang artinya bermain-main, kemudian menjadi sanduran dan akhirnya menjadi sandur. Versi lainnya, kata “sandur” berasal dari kata san yang berarti selesai panen (isan), dan dhur yang berarti ngedhur (sampai habis). Namun sumber lain mengatakan bahwa sandur berasal dari bahasa Belanda yaitu soon yang berarti anak-anak dan door yang berarti meneruskan.
Pada kesenian ini juga banyak menceritakan berbagai macam sifat dalam diri manusia. Melalui sifat itu manusia akan terdorong ke arah baik dan buruk. Dengan adanya sifat itu manusia akan mempunyai rasa bersyukur atas segala apa yang telah dimiliki saat ini. Pengungkapan rasa syukur tersebut dilakukan dengan dipentaskannya kesenian ini dengan segala bentuk tata busana, tarian, tahapan dan perlengakapan yang ada. Terdapat sajen dalam perlengkapannya sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih kepada leluhur atas apa yang dimiliki saat ini. Serta selalu berdoa dan memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar selalu diberi kesehatan dan rejeki yang lancar.
Sumber : Buku Pentapan WBTB 2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |