Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang sangat terkenal dikarenakan memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah dengan pulau-pulau yang tersebar secara luas dari Sabang hingga Merauke. Banyaknya berbagai pulau yang dimiliki dapat dilihat dari jumlahnya saat ini yaitu ada 17.491 pulau yang terdapat di Indonesia, sehingga dengan jumlah pulau yang begitu banyak tersebut membuat berbagai keberagaman pun hadir. Sebagaimana kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri tidak hanya berkaitan dengan kekayaan sumber daya alam saja, melainkan Indonesia juga dikenal sebagai negara majemuk yang mempunyai kekayaan akan beraneka ragam kebudayaan seperti ras, suku, tradisi maupun yang lainnya. Berbicara mengenai kebudayaan, Robert H. Lowie mendefinisikannya sebagai “segala sesuatu yang diperoleh oleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adatistiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan karena kreativitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang dapat melalui pendidikan formal atau imformal”. Sementara menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu merupakan “keseluruhan system gagasan , tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar” (Mahdayeni et al., 2019).
Kebudayaan sangat kental dengan kehidupan manusia. Hal tersebut terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Budaya, yang menjelaskan bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat. Maksud dari undang-undang tersebut adalah kebudayaan itu terbentuk dari apa yang diciptakan dalam kehidupan masyarakat, sehingga di setiap daerah di Indonesia pasti memiliki kebudayaan yang beragam. Salah satu daerah yang menyimpan nilai kebudayaan yaitu di Kota Bogor. Bentuk objek pemajuan kebudayaan yang ada di Kota Bogor tersebut adalah berupa manuskrip yang dibuat oleh tokoh masyarakat tertentu.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, alasan kami menulis essay ini adalah untuk mengetahui pentingnya melestarikan manuskrip tentang wasiat K.H. Asep Abdul Hakim Bin H. Ridwan yang ditujukan untuk anak-cucu dan muslimin-muslimah. Selain itu, kami juga ingin berbagi pengetahuan dan himbauan kepada para pembaca terkait dengan generasi muda yang memiliki peran besar dalam menjaga salah satu warisa
Berbicara mengenai manuskrip, menurut UU Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992 pada Bab I pasal 2 disebutkan bahwa naskah kuno atau manuskrip merupakan dokumen dalam bentuk apapun yang ditulis tangan atau diketik yang belum dicetak atau dijadikan buku tercetak yang berumur 50 tahun lebih. Sedangkan menurut Oman Fathurrahman (2011) yang dimaksud dengan manuskrip adalah semua rekaman informasi yang ditulis tangan oleh seseorang tiga sampai empat ratus tahun yang lalu. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa manuskrip itu adalah sebuah dokumen yang dibentuk baik itu secara ditulis tangan maupun diketik dan memiliki makna tertentu.
Salah satu manuskrip yang masih tersimpan dan terdapat di Kota Bogor sendiri adalah berbentuk wasiat. Dimana wasiat ini ditulis oleh K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan dan diperuntukkan untuk anak, cucu, kerabat dan muslimin-muslimah. Keberadaan manuskrip tersebut ditemukan di Kp. Cisalopa Gang Masjid Al-Falah RT/RW 09/03 Ds. Srogol Kec. Cigombong Kab. Bogor. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Kelompok Kabuyutan Ciburuy Sastra Sunda, diketahui bahwa manuskrip ini dimiliki oleh Muhammad Farhan Fahruroji yang merupakan salah satu keluarga dari K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan. Manuskrip yang disimpan oleh Muhammad Farhan Fahruroji ini berbentuk salinannya, dikarenakan manuskrip aslinya telah hilang. Adapun tulisan yang digunakan pada manuskrip tersebut yakni menggunakan huruf Pégon dan Arab serta menggunakan bahasa Sunda dan Arab. K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan menulis manuskrip ini pada tahun 1998. Berikut gambar manuskrip wasiat dari K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan.
Pada manuskrip yang ditulis oleh K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan tersebut, berisikan tentang permintaan beliau ketika wafat dimana beliau menginginkan agar keluarganya tidak berlarut dalam kesedihan, dibacakan syahadat pada saat beliau sakaratul maut, dan disholatkan oleh 40 atau 100 orang jamaah. Beliau juga menginginkan supaya anak-cucu, saudara, dan umat muslimnya selalu mendoakan dan ziarah kubur ke makam almarhum K.H. Asep pada setiap hari Jum’at dan menyadarkan tentang kehidupan akhirat. Keluarga dan saudara senantiasa mengirimkan doa selama 7 hari 7 malam setelah kepergian beliau yang diwasiatkan dalam naskah tersebut. Selain itu, beliau ingin dihadiahkan doa tahlil dari para keluarga dan saudara secara khusyuk serta ikhlas.
Tujuan K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan dalam menulis wasiat pada naskah ini adalah untuk mengingat dan mengamalkan wasiat atau pesan yang ditinggalkan oleh almarhum K.H. Asep. Hal tersebut karena apabila K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan telah berpulang ke rahmatullah, maka beliau tidak dapat berdakwah lagi kepada keluarga, saudara, dan khususnya masyarakat Desa Srogol. Meskipun beliau sudah tidak ada di dunia, tetapi ajaran untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya harus selalu dijalankan oleh seluruh umat manusia. Maka dari itu, wasiat ini senantiasa disebarkan kepada para tetangga agar dapat mengamalkan pesan yang ada dalam naskah wasiat tersebut.
Sebagai generasi muda, tentu kita wajib dan memiliki peranan yang penting dalam menjaga serta melestarikan manuskrip ini. Hal tersebut karena, manuskrip yang bermakna penting ini dapat menjadi sebuah pedoman bagi masyarakat baik di kehidupan sekarang maupun yang akan datang nanti. Adapun cara untuk melestarikan manuskrip wasiat K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan ini adalah dengan membuat salinannya sehingga dapat diperbanyak dan disebarkan kepada masyarakat. Agar menjaga manuskrip tersebut aman, yaitu dengan me-laminating dan menyimpannya bersama berkas-berkas penting lainnya dalam suatu lemari yang layak untuk menyimpannya. Digitalisasi manuskrip ini juga dapat dilakukan sebagai upaya untuk melakukan pelestarian manuskrip dengan lebih mudah dan efektif.
Dengan demikian, melestarikan dan menjaga manuskrip merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan terlebih khususnya pada manuskrip wasiat yang ditulis oleh K.H. Asep Abdul Hakim bin H. Ridwan. Banyak sekali pesan-pesan yang terkandung di dalam manuskrip tersebut yang dapat dijadikan sebagai pedoman kehidupan manusia dan merupakan salah satu harta kekayaan warisan budaya Indonesia. Selain itu, agar keberadaan manuskrip ini tidak hilang termakan oleh waktu. Beberapa pihak pun perlu ikut andil dalam melestarikannya, mulai dari masyarakat sekitar, para pelajar seperti mahasiswa, dan juga pemerintah. Sehingga, manuskrip ini dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang cukup lama serta sebagai upaya pemajuan kebudayaan Indonesia.
Dari pemaparan yang telah dijelaskan pada pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manuskrip tentang wasiat K.H. Asep Abdul Hakim Bin H. Ridwan merupakan manuskrip yang ditulis oleh K.H. Asep Abdul Hakim Bin H. Ridwan pada tahun 1998 dengan menggunakan huruf Pégon dan Arab serta menggunakan bahasa Sunda dan Arab. Manuskrip tersebut ditujukan untuk anak-cucu dan muslimin-muslimah yang mana didalamnya berisikan tentang wasiat dan keinginan beliau ketika wafat. Selain itu, beliau juga memberikan wasiat kepada para keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT. dan selalu menjauhi larangan-Nya. Meskipun beliau sudah tidak ada di dunia, tetapi ajaran untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya harus selalu dijalankan oleh seluruh umat manusia. Maka dari itu, wasiat ini senantiasa disebarkan kepada para tetangga agar dapat mengamalkan pesan yang ada dalam naskah wasiat tersebut.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda wajib serta memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya Indonesia yaitu manuskrip. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga dan melestarikan manuskrip yaitu dengan membuat salinan agar dapat diperbanyak, me-laminating dan menyimpannya bersama berkas penting dalam satu lemari yang aman. Lalu, juga melakukan pendigitalisasian terhadap manuskrip supaya lebih mudah dan lebih efektif. Dengan demikian, berbagai upaya tersebut dinilai sangat penting untuk dilakukan karena manuskrip sendiri dapat dijadikan sebagai sebuah pedoman bagi masyarakat baik itu di kehidupan sekarang maupun yang akan datang nanti serta agar keberadaan manuskrip ini tetap terjaga dan tidak hilang termakan oleh waktu. Sehingga, manuskrip ini dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang cukup lama serta sebagai upaya pemajuan kebudayaan Indonesia.
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.