Naskah Doa-doa, wirid, jeung pangandika khas Batujajar
Sejarah merupakan tonggak utama tegaknya suatu bangsa. Sejarah juga dapat diartikan sebagai segala peristiwa atau kegiatan yang dilakukan manusia pada masa lalu yang tidak dapat diulang (Ahmad et al., 2011). Dengan mengetahui sejarah, maka bangsa tersebut dapat mengetahui jati diri yang sebenarnya. Selain itu, dalam sejarah juga terdapat berbagai macam warisan alam dan budaya. Warisan-warisan tersebut merupakan bukti adanya proses perkembangan peradaban manusia.
Menurut Davidson (1991) dalam Karmadi (2007), mengemukakan bahwa warisan budaya merupakan produk atau hasil fisik suatu budaya yang mencakup berbagai tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual yang memiliki nilai dari masa lalu dan menjadi jati diri suatu bangsa. Warisan budaya terdiri dari budaya non fisik dan budaya fisik. Budaya non fisik meliputi cerita rakyat, bahasa ibu, sejarah lisan, dan sebagainya. Sementara itu, warisan budaya non fisik dapat dibagi lagi menjadi warisan budaya tidak bergerak dan warisan budaya bergerak. Warisan budaya tidak bergerak merupakan warisan budaya yang biasanya berada di tempat terbuka, yakni situs, tempat-tempat bersejarah, bangunan kuno, patung pahlawan, dan sebagainya. Warisan budaya bergerak merupakan warisan budaya yang umumnya disimpan dalam ruang tertutup. misalnya karya seni, dokumen, foto, dan lain-lain.
Salah satu warisan budaya tersebut adalah naskah. Naskah merupakan segala bentuk dokumen yang dibuat secara langsung oleh tangan manusia. Di dalam naskah terdapat pemikiran, pengalaman, serta perasaan orang-orang terdahulu. Sebagai warisan budaya, naskah menyimpan pengetahuan dan informasi yang dapat mengabadikan budaya manusia. Oleh karena itu, keberadaan naskah menjadi sangat penting karena mengabadikan dinamika pengetahuan manusia. Selain itu, naskah juga sebagai media pembelajaran yang paling otentik mengenai perjalanan suatu bangsa baik mengenai latar belakang budaya ataupun yang lainya serta sebagai gambaran mengenai pola pikir dan aktivitas masyarakat pada masa lampau.
Undang-undang No. 43 tahun 2007, pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan” (UU No. 43/2007 pasal 1:4). Naskah kuno sering disebut dan dikenal juga sebagai manuskrip, keberadaan dan keamanan naskah kuno atau manuskrip ini perlu dilindungi oleh para ahli karena naskah kuno ini akan sangat mudah untuk rusak. Hal tersebut berdasar pada kertas sebagai bahan baku atau media yang digunakan dalam menulis manuskrip, yang rentan rusak atau hancur oleh berbagai faktor seperti faktor biologi (binatang pengerat, serangga, jamur), faktor fisika (cahaya, debu, dan kelembaban udara), faktor kimia (zat- zat kimia, keasaman, oksidasi) dan faktor - faktor lain seperti manusia, air dan api.
Sesuai dengan pernyataan dalam Undang-undang No. 43 tahun 2007, pasal 1 ayat 3 bahwasanya naskah memiliki nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan, maka perlu adanya perawatan, pemeliharaan, dan pelestarian naskah agar naskah dapat tetap terjaga yang secara tidak langsung juga menjaga kebudayaan nasional yang telah diwariskan oleh orang-orang terdahulu. Upaya pelestarian kebudayaan, khususnya naskah secara tidak langsung telah diatur oleh pemerintah dalam Undang-undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menyatakan bahwa naskah merupakan salah satu objek pemajuan kebudayaan yang mana pemajuan kebudayaan merupakan upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan. Maka dari itu, naskah merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan sehingga terjaga keasliannya, pun nilai penting yang dimiliki oleh naskah itu sendiri yang dapat berperan penting bagi kebudayaan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Tidak semua naskah dimiliki oleh pemerintah maupun institusi informasi yang dapat diakses secara umum. Ada beberapa naskah yang diklaim sebagai milik pribadi atau keluarga tertentu. Walaupun demikian, pelestarian naskah menjadi tanggungjawab bersama karena naskah tidak hanya memiliki nilai penting bagi kebudayaan sebuah keluarga, namun juga kebudayaan nasional dan pengetahuan bangsa. Maka dari itu, pelestarian naskah hendaknya menjadi tanggung jawab bersama, baik dari pihak pemerintah, peneliti, pengelola informasi, mahasiswa, dan masyarakat secara umum. Tidak menutup kemungkinan juga masyarakat tidak menyadari akan kepemilikan naskah kuno yang dianggapnya sebagai tulisan biasa saja. Sebagai mahasiswa yang bergerak pada bidang informasi, tentunya kita harus turut berpartisipasi aktif dalam melaksanakan pelestarian naskah. Maka dari itu, sudah sewajarnya menjadi perhatian kita untuk melindungi naskah kuno baik dengan mengedukasi khalayak umum, upaya preservasi naskah kuno maupun upaya alih media guna menjaga keaslian, keabsahan, dan pencegahan kerusakan dari naskah kuno tersebut. Naskah memiliki cakupan yang luas karena dapat ditulis oleh orang-orang dari latar belakang keilmuan yang beragam, sehingga hampir setiap bidang ilmu memiliki naskahnya tersendiri. Terdapat beberapa naskah yang ditemukan di tempat-tempat yang berbeda serta masih banyak naskah yang masih dimiliki oleh masyarakat secara perorangan maupun lembaga.
Kelompok Saeh dari Program studi Sastra Sunda yang menjadi sumber rujukan pembahasan kali ini membuktikan keberadaan naskah yang ditemukan dan dimiliki oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya, yakni naskah-naskah ini disimpan di lingkungan pesantren dan majelis ilmu, sehingga berisi do’a-do’a dan dzikir. Naskah-naskah tersebut diantaranya:
Harapan kami setelah mempelajari dan mengenal naskah-naskah di atas, untuk melindungi dan menjaga kisah masa lalu yang dimiliki diharapkan adanya upaya preventif yang dapat menjaga dan melindungi naskah-naskah kuno atau manuskrip yang masih tersimpan di luaran sana agar tetap terjaga keaslian dan keabsahan dari naskah-naskah tersebut. Terlebih dari naskah-naskah yang ditemukan oleh Kelompok Saeh dari Sastra Sunda tidak ada perawatan khusus melainkan hanya disimpan di lemari dan disatukan dengan buku atau kitab-kitab lainnya. Yang seiring berjalannya waktu, bagian dari naskah-naskah tersebut mulai rusak seperti kertasnya menguning hingga tinta nya luntur karena lembab. Salah satu upaya preventif yang sangat kami harapkan adalah dilakukannya upaya digitalisasi pada naskah-naskah indonesia, khususnya naskah yang berusia cukup tua. Naskah yang umumnya terbuat dari kertas lambat laun akan rusak. Akibatnya, pengetahuan dan informasi di dalam naskah tersebut akan hilang. Oleh karena itu, digitalisasi naskah merupakan upaya untuk menjaga pengetahuan dan informasi dalam naskah tersebut agar bisa digunakan dan dipelajari lagi demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka Ahmad, T. A., Program, M., Pendidikan, S., & Pascasarjana, S. (2011). Strategi Pemanfaatan Museum Sebagai Media Pembelajaran Pada Materi Zaman Prasejarah. Paramita: Historical Studies Journal, 20(1). https://doi.org/10.15294/paramita.v20i1.1092 Karmadi, A. D. (2007). Budaya lokal sebagai warisan budaya dan upaya pelestariannya. Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah. Semarang: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah.
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.