Bukit Fafinesu terletak di sebelah utara Kota Kefamenanu, Kabupaten Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fafinesu dalam bahasa setempat berarti babi gemuk. Dulunya, bukit ini belum mempunyai nama. Namun, setelah terjadi peristiwa ajaib dan mengharukan di bukit itu, maka dinamakanlah Bukit Fafinesu. Peristiwa apakah yang terjadi di bukit itu? Temukan jawabannya dalam cerita Legenda Bukit Fafinesu berikut ini! * * * Alkisah, di pedalaman Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, ada tiga orang anak yatim piatu. Mereka adalah Saku dan dua orang adiknya Abatan dan Seko. Ayah mereka meninggal dunia karena terguling ke jurang ketika sedang berburu babi hutan beberapa tahun yang lalu. Selang tujuh bulan kemudian, ibu mereka menyusul sang Ayah karena kehabisan darah ketika sedang melahirkan si Bungsu. Untungnya, nenek mereka masih hidup sehingga ada yang merawat Seko. Namun, ketika Seko berumur dua tahun, sang Nenek pun meninggal dunia karena dimakan usia. Sejak itulah, ketiga an...
Kua Siga Wunga adalah seorang pemuda tampan dan sakti mandraguna penjelmaan seekor burung rajawali merah. Suatu malam, ia masuk ke dalam mimpi seorang putri cantik bernama Bue Gae. Ajaibnya, hanya putri cantik yang memimpikannya itu menjadi hamil. Peristiwa itu kemudian menyebabkan sang putri harus diusir dari kampungnya karena dianggap telah melakukan perbuatan laa sala (melanggar hukum). Bagaimana nasib Bue Gae dan bayi dalam kandungannya selanjutnya? Ikuti kisahnya dalam cerita Kua Siga Wunga berikut ini! Alkisah, di Kampung Ngada Kepulauan Flores, ada seorang gadis cantik keturunan bangsawan bernama Bue Gae. Ia seorang putri yang cantik nan rupawan, sederhana, dan baik hati. Suatu malam, sang putri terjaga dari tidurnya dan sulit untuk memejamkan matanya kembali. Ia baru saja bermimpi bertemu dengan seorang pemuda perkasa dan tampan saat ia hendak mengambil air di pancuran bambu di dekat rumahnya. Pemuda yang murah senyum itu kemudian mengambilkannya air di pancuran bambu te...
Ile Mauraja adalah nama sebuah gunung yang terletak di daerah Nusa Tenggara Timur. Ile dalam bahasa setempat berarti “gunung”. Keberadaan gunung ini disebabkan oleh sebuah peristiwa yang pernah terjadi di daerah tersebut. Peristiwa apakah itu? Berikut kisahnya dalam cerita Legenda Ile Mauraja. Dahulu, di sebuah kampung di Nusa Tenggara Timur, ada seorang bocah lakilaki yang tampan bernama Raja. Namun, ia memiliki sifat yang amat keras kepala. Semua kiinginannya harus dipenuhi. Sifat Raja itu terkadang membuat kedua orang tuanya pusing kepala. Suatu ketika, ibunya sedang memintal benang. Karena penasaran terhadap apa yang dikerjakan ibunya, Raja pun bertanya. “Ibu sedang membuat apa?” tanya Raja. “Ibu sedang membuat sehelai kain untukmu, Nak,” jawab ibunya. Betapa senangnya hati Raja. Dikiranya sarung itu akan selesai dibuat dalam waktu sehari. Maka, ia pun selalu bertanya kepada ibunya. “Bu, kapan sarung itu selesai?”...
Sasando adalah sebuah alat instrumen petik musik. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7. Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando
Sasando merupakan alat musik tradisional khas pulau Rote, Nusa tenggara Timur. Di pulau Rote, istilah Sasando  sering disebut sasandu yang berarti alat yang bergetar atau berbunyi. Cara memainkan alat musik ini dengan dipetik. Konon, Sasando  digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7. Sekilas bentuk sasando mirip alat musik petik lainnya, seperti gitar, biola, dan kecapi. Namun, uniknya Sasando  memiliki bunyi merdu khas yang berbeda. Sasando  terbuat dari daun lontar dan bambu. Sedangkan dawainya terbuat dari kawat halus seperti senar string. Sasando  adalah alat musik tradisional yang perlu dirawat rutin, teman-teman. Setiap lima tahun sekali daun lontar harus diganti, karena daun ini mudah berjamur. Memainkan alat musik Sasando  tidaklah mudah, lo, teman-teman. Dibutuhkan harmonisasi perasaan dan teknik sehingga tercipta alunan nada merdu. Selain itu juga, diperlukan keterampilan jari je...
Sasando merupakan alat musik tradisional khas pulau Rote, Nusa tenggara Timur. Di pulau Rote, istilah Sasando sering disebut sasandu yang berarti alat yang bergetar atau berbunyi. Cara memainkan alat musik ini dengan dipetik. Konon, Sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7. Sekilas bentuk sasando mirip alat musik petik lainnya, seperti gitar, biola, dan kecapi. Namun, uniknya Sasando memiliki bunyi merdu khas yang berbeda. Sasando terbuat dari daun lontar dan bambu. Sedangkan dawainya terbuat dari kawat halus seperti senar string. Sasando adalah alat musik tradisional yang perlu dirawat rutin, teman-teman. Setiap lima tahun sekali daun lontar harus diganti, karena daun ini mudah berjamur. Memainkan alat musik Sasando tidaklah mudah, lo, teman-teman. Dibutuhkan harmonisasi perasaan dan teknik sehingga tercipta alunan nada merdu. Selain itu juga, diperlukan keterampilan jari jemari untuk memetik dawai seperti...
Kebiasaan mengerjakan tenun di Kabupaten Ende tidak merata karena sebagian besar orang Lio dilarang adat untuk menenun. Hanya dua suku yang diperbolehkan bertenun yaitu suku Mbuli dan suku Nggela yang kemudiam bertugas untuk menghasilkan tenunan untuk semua suku di Lio. Semua suku di Ende di perbolehkan menenun namun sebagian penduduknya tidak dibiasakan menenun sehingga tenunan suku Ende lebih terpusat pada tenunan Ende Ndona. Sehingga sebutan tenunan Ende dan tenunan Lio itu sebenarnya hanyalah sebuah generalisasi karena tenunannya dapat dipersempit menjadi tenunan Mbuli Nggela dan Ende Ndona. Setiap sarung Ende dan Lio biasanya berwarna dasar merah tua kecoklatan, ditenun dua kali dan dijahit dengan memisahkan bagian tengah (one) dan bagian kaki (ai). Bagian tengah mempunyai ikatan sebagai pola khusus, sedangkan bagian kaki senantiasa diperkecil sehingga setiap jalur itu mempunyai nama masing-masing sampe jalur yang paling kecil. Tenunan pria Ende dan Li...
Seni tenun di Nusa Tenggara Timur konon sudah ada pada masa sebelum ditemukannya serat kapas, pada masa itu masyarakat Suku Rote menenun dengan menggunakan bahan serat dari sejenis pohon palem seperti lontar dan gewang. Barang-barang yang dihasilkan dari bahan tenunan tersebut antara lain kain yang disebut lafe tei , kemudian dipakai menjadi busana sehari-hari. Setelah serat kapas masuk ke Nusantara, masyarakat Rote beralih menenun kapas. Tetapi, ada yang masih tersisa dari lafe tei hingga sekarang, yaitu topi khas Rote yaitu ti’i langga, yaitu penutup kepala yang berbentuk mirip dengan topi sombrero dari Meksiko . Ti’langga merupakan aksesoris dari pakaian tradisional untuk pria Rote. Tetapi pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat menarikan tarian tradisonal foti, perempuan menggunakan penutup kapala ini. Ti’i langga terbuat dari daun lontar yang dikeringkan. Karena sifat alami daun lontar yang makin lama makin kering, maka ti’i...
Pada musim kemarau panjang, masyarakat suku Lawahing di Kelurahan Kalibai Tengah, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, akan bersiap untuk memanggil hujan. Alam oleh masyarakat suku Lawahing dipercaya sebagai hasil dari kekuatan Dewa Mau Maha-maha (matahari) dan Ul (bulan). Upaya suku Lawahing untuk bernegosiasi dengan kekuatan alam adalah dengan menyelenggarakan upacara, salah satunya upacara memanggil hujan atau yang biasa disebut dengan Elkoil Od . Para kepala klen ( Lengleng Buung ), para kepala kampung ( Bang Kapal ), para kepala adat ( Lengleng Bala O Aba Aiy ), ketua dewa adat ( Aba Aiy Mati ) dan kepala kampung besar ( Bang Kapal Mati ) bermusyawarah dengan masyarakat untuk mempersiapkan upacara. Penjemput Gong berpayung daun pandan (ami) beranjak ke rumah bendahara negeri untuk memulai upacara. Hanya pemuda pilihan yang boleh menjadi penjemput Gong. Selama perjalanan Gong harus dijaga dan tidak boleh dipukul sebelum sampai di tempat upacara. Pelanggaran ak...