Kue yang satu ini diberi nama Waji Bodi. Seperti halnya Waji atau Wajik, Waji Bodi berbahan dasar beras ketan yang dimasak dengan cara didandang. Namun setelah masak, Waji Bodi dikeringkan seperti krupuk tetapi dalam bentuk seperti Waji. Setelah kering lalu digoreng dan dilumuri dengan air gula merah atau gula putih. Waji Bodi terasa manis dan kriuk-kriuk seperti krupuk. Waji Bodi banyak dijual sepanjang jalan di pasar Sila kecamatan Bolo Kabupaten Bima dari pagi hingga malam hari. Harga satu bungkus plasik Waji Bodi adalah Rp.10.000. Dalam satu bungkus plastic terdapat sekitar 20 buah Waji Bodi yang berbentuk segi empat pajang sama sisi atau seperti kubus. Waji Bodi sangat cocok menemani perjalanan jauh untuk ngemil di atas mobil dengan pangaha bunga(kue bunga) dan kue Seroja yang biasa dijual bersama Waji Bodi. Keberadaan para penjual kue tradisional Mbojo sepanjang pasar sila dan sekitarnya perlu diperhatikan oleh Pemerintah Daerah dengan menyiapkan lapak-lapak permanen y...
Sebagai bekas kerajaan di sisi utara pulau Sumbawa, Sanggar atau yang juga dikenal dengan Kore memiliki warisan seni budaya dan tradisi yang hingga kini masih bertahan. Salah satunya adalah Sebandung Kore Atau Rawa Kore. Majelis Kebudayaan Mbojo bersama mecidana dan Birokrat Jalan Jalan telah berhasil mendokumentasikan 11 senandung Kore dalam rangka upaya pelestarian seni sastra tradisi yang hidup di wilayah ini. 11 senandung itu adalah Tija lante, Rangko, manu Taloko, Inje atau Raho Ura, Rawa Waro, e aule, O Bimbolo, Arugele Mee Mali, arugele, lopi penge dan Inde Ndua. 11 senandug itu didominasi oleh campuran Bahasa Mbojo dan Kore. Tim Makembo mengalami kesulitan dalam proses penterjemahan karena pelantunnya kadang tidak mebgetahui lagi arti dari senandung yang dilantunkannya. Butuh waktu lama untuk proses penterjemahan karya sastra klasik ini. 11 senandung Kore memiliki latar belakang sejarah yang panjang tentang keberadaan kerajaan Sanggar dan hubungannya dengan kerajaan...
Seiring perkembangan agama islam pada periode awal masuknya islam di Bima pada abad ke-17, dan perintah untuk melaksanakan Aqiqah, maka upacara dan tradisi Boru dan Dore mulai dilaksanakan. Sebelum upacara Boru dan Dore, maka terlebih dahulu dilaksanakan Cafi Sari yaitu membersihkan sari atau lantai setelah 7 hari melahirkan dikandung maksud usaha awal dilakukan oleh orang tua agar sang bayi selalu menjaga kebersihan lahir bathin termasuk kebersihan lingkungan. Tidak hanya itu, makna yang terkandung dalam ritual ini adalah pola hidup bersih dan sehat mulai dari makanan, minuman, lingkungan, kebersihan badan dan juga niat yang tulus dalam menjalani kehidupan dunia menuju akhirat. Boru atau mencukur rambut, merupakan sunah Rasul, seperti khitan. Boru dilakukan oleh para ulama dan tokoh adat, dilakukan secara bergilir. Selesai upacara boru, dilanjutkan dengan upacara Dore yaitu meletakan telapan bayi di atas tanah yang disimpan dalam sebuah pingga bura ( Piring Putih). Boru dan Dore di...
Tari Lopi Penge mengisahkan hubungan asmara antara puteri raja Bima dengan putera mahkota Raja Gowa. Lopi adalah perahu atau biduk. Sedangkan Penge ibarat seseorang yang kangen dan rindu. Jadi Lopi penge adalah biduk yang selalu rindu.Gerakan tarian ini didominasi gerakan yang atraktif seperti sebuah biduk yang selalu ingin berlabuh.Tarian ini dimainkan oleh 7 orang penari perempuan dan 1 orang penari laki-laki. Enam orang penari perempuan adalah sebagai dayang-dayang Istana Bima. 1 orang yang berbaju merah sendirian adalah puteri Raja Bima. Sedangkan seorang lelaki dengan tombak dan membawa selendang adalah putera Raja Gowa. Tarian ini adalah tarian kreasi oleh Sanggar Seni Tolo Loa kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Jenis tarian ini adalah tari kreasi baru yang diangkat dari cerita zaman dulu. Pada saat itu untuk menyampaikan isi hati kepada seorang puteri, seorang lelaki harus menempuh dengan berbagai macam cara. Dalam sebuah cerita bahwa putera Raja Gowa (Makassar) menaruh cinta...
Oha Kaboe (Nasi Kacang Hijau) adalah makanan khas Bima. Oha Kaboe bukan bubur kacang hijau seperti yang kita kenal sekarang ini. Nasi kacang hijau merupakan jenis olahan warga Bima tempo dulu. Campuran Beras dan kacang hijau sebagai bahan dasar dan garam sebagai penyedap rasa menjadikan nasi kacang hijau semakin sederhana namun nikmat disantap. Tak jarang warga Bima makan nasi kacang hijau tanpa lauk.
Jenis olahan nasi sorgun atau yang akrab disebut oha latu ini adalah makanan khas Bima yang sudah jarang ditemui. Hal itu disebabkan oleh langkanya sorgun di kota maupun kabupaten Bima.
Nasi Hotong atau yang kerap disebut oha witi adalah olahan nasi khas Bima. Hotong adalah umbi-umbian khas Pulau Buru yang termasuk dalam keluarga sorgum. Oha Witi sudah jarang untuk ditemui karena langkanya hotong di kita maupun kabupaten Bima. Biasanya selain menam padi dan kacang warga bima tempo dulu sangat rutin menanam Hotong dan Sorgun.
Oha Ponda atau Nasi Labu merupakan olahan nasi khas Bima. Oha ponda atau nasi labu masih lumayan sering dikonsumsi oleh warga Bima. Sebab Labu masih tetap terbudidayakan hingga hari ini. Sehingga cukup mudah untuk menemukan bahan dasar pengolahan nasi labu.
Oha Uwi atau Nasi Umbi merupakan olahan nasi khas Bima. Oha uwi yang berbahan utama umbi-umbian masih tetap terjaga bahan dasarnya. Hanya saja nasi umbi semakin jarang di konsumsi. Warga Bima Khususnya yang ada di Kecamatan Wera lebih sering mengolah dan memasak nasi labu ketimbang nasi umbi. Sebab warga bima lebih suka mengolah umbi menjadi gorengan di masa kini.