Angklung Gubrag Merupakan salah satu kesenian tradisional yang sudah langka, namun masyarakat Desa Kemuning, Kecamatan Kresek – Kabupaten Tangerang masih melestarikan kesenian Angklung Gubrag pada acara khitanan, perkimpoian dan selamatan kehamilan. Pada masa lalu kesenian Angklung Gubrag dilaksanakan pada saat ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen berlimpah. Instrumen yang digunakan 6 buah angklung menggunakan bambu hitam, masing-masing memiliki nama: bibit, anak bibit, engklok 1, engklok 2, gonjing dan panembal, dilengkapi dengan terompet kendang pencak dan seruling. Di atas angklung dikaitkan pita yang berasal dari kembang wiru, menurut kepercayaan kembang wiru dan air yang berasal dari angklung dipercaya dapat menjadi obat dan penyubur tanaman. Semua pemain berdiri tidak menari kecuali penabuh dogdog lojor menabuh sambil ngibing diiringi beberapa penari perempuan dengan kostum kebaya dan kain.
Seni Saman atau disebut juga Dzikir Maulud yaitu kesenian tradisional rakyat Banten khususnya di Kabupaten Pandeglang yang menggunakan media gerak dan lagu (vokal) dan syair-syair yang dilantunkan mengagungkan Asma Allah dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW. berdasarkan literatur disebut Dzikir Saman karena berkaitan arti Saman yaitu Delapan dan dicetuskan pertama kali oleh Syech Saman dari Aceh. Tari Saman berasal dari Kesultanan Banten yang dibawa para ulama pada abad 18 sebagai upacara keagamaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada bulan Maulud, namun dalam perkembangan selanjutnya dapat pula dilakukan pada upacara selametan khitanan, pernikahan atau selametan rumah. pemain seni Dzikir Saman berjumlah antara 26 sampai dengan 46 orang. 2 sampai 4 orang sebagai vokalis yang membacakan syair-syair Kitab.
Pantung Bambu adalah alat musik tradisional khas masyarakat cilegon yang terbuat dari bambu berdiameter rata-rata 10cm, panjang 80cm, beruas dua dengan lubang di tengah dan berlidah disayat dengan tiga buah senar bernada empat tangga nada. Dalam satu grup pantun bambu dibutuhkan paling sedikit tiga pantun yang terdiri dari pantun melodi gendang tapak, pantun bas gendang dan pantun ritme patingtung. Pada awalnya musik pantun di mainkan disaat-saat melepas lelah setelah para petani berkerja disawah, dengan peralatan bambu sederhana dapat menimbulkan irama yang menghibur. Dalam perkembangannya saat alat musik "Pantun" telah di kolaborasi dengan alat musik lainnya seperti musik patingtung, rudat, terbang gede dan sebagainya. Pantun sekarang ini juga digunakan untuk mengiringi lagu dan tarian.
Bahan : Ayam/Bebek 1 ekor Cabe 1/4 kg Bawang merah 1/4 kg Asem secukupnya Garam secukupnya Minyak sayur secukupnya Daun salam/sere secukupnya Cara membuat : Ayam/bebek dipotong seperti biasa. Setelah dibului, kemudian dipanggang sampai lemaknya keluar. Bagian tunggir (pantat) dibuang. Haluskan semua bumbu kemudian campur aduk-aduk dengan ayam/bebek. Masak. Biarkan tanpa air lebih kurang 7 menit. Setelah 7 menit tuangkan air secukupnya. Setelah air susut tambahkan lagi air, begitu seterusnya sampai ayam/bebek empuk Akan tambah nikmat kalau dimakan bersama lalapan mentimun muda dan kerupuk udang
Ketupat, bobongko,dan leupeut Ketupat, bobongko,dan leupeut yang makanan ini hanya disajikan atau di ngariungkan bahasa orang sininya pada saat malam ke 16 bulan ramadhan dan akhir bulan syafar. Entah kapan mulai adanya makanan ini. Yang jelas makanan ini ada sejak jaman buyut dan saya pun sudah ada, sekarang umur saya pun udah 24 tahun. Saya bertanya kepada ibu saya yang sudah berumur 60 an lebih, itu sudah ada sejak jaman dulu. Penyebaran tradisi ngariung ini hampir mencakup semua dibanten mungkin diindonesia akan tetapi kemungkinan bebeda-nama, hanya sebagian yang masih mempertahankan tradisi ini, misalkan pendapat wahyu mandala wisesa yang berada di kec tambak kab serang masyarakat disana menyebutnya Slimpu,lepet dan kupat, dan didaerah ini hanya ada satu kali yakni pada malam kunut atau 15 bulan ramadhan. Bahan-bahan pembuatannya pun yang perlu disiapkan yakni janur buat ketupat dan leupet atau janur aren yang semuanya daun mudanya, sedangkan bobongko itu dari daun pisang....
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain. Pertunjukan ini terdiri dari gembruk yang merupakan penampilan pembuka dengan iringan drum perkusi, lalu kemudian beluk yang disertai teriakan-teriakan melengking dan merupakan puncak dari pertunjukan. Dan yang terakhir adalah pencak yang mempertunjukan seni bela diri tradisional secara berpasangan ataupun sendiri-sendiri. Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang...
Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan perpaduan unsur tari, syair shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu dengan tabuhan terbang dan tepuk tangan. Rudat terdiri dari sejumlah musik perkusi yang dimainkan oleh setidaknya delapan orang penerbang (pemain musik ) yang mengiringi tujuh hingga dua belas penari.Menurut beberapa tokoh Rudat, nama Rudat diambil dari nama alat yang dimainkan dalam kesenian ini. Alat musik tersebut berbentuk bundar yang dimainkan dengan cara dipukul. Seni Rudat mulai ada dan berkembang pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M). Tidak banyak yang mengetahui siapa yang menciptakan kesenian ini, karena sekarang sesepuh yang mengetahui seluk-beluk Rudat sangat sedikit bahkan sebagian sudah meninggal. Naskah yag berisi sejarah Rudat dan nilai-nilai filosofis tentang rudat pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua orang yang sal...
Istilah ubrug diambil dari bahasa Sunda yaitu saubrug-ubrug yang artinya bercampur baur. Dalam pelaksanannya, kesenian ubrug ini kegiatannya memang bercampur yaitu antara pemain/pelaku dengan nayaga yang berada dalam satu tempat atau arena. Namun ada pendapat bahwa ubrug diambil dari kata sagebrug yang artinya apa yang ada atau seadanya dicampurkan, maksudnya yaitu antara nayaga dan pemain lainnya bercampur dalam satu lokasi atau tempat pertunjukan. Waditra yang digunakan dalam ubrug yaitu kendang besar, kendang kecil, goong kecil, goong angkeb (dulu disebut katung angkub atau betutut), bonang, rebab, kecrek dan ketuk. Alat-alat ini dibawa oleh satu orang yang disebut tukang kanco karena alat pemikulnya bernama kanco yaitu tempat menggantungkan alat-alat tersebut. Busana yang dipakai yaitu: juru nandung mengenakan pakain tari lengkap dengan kipas untuk digunakan pada waktu nandung. Pelawak atau bodor pakaiannya disesuaikan dengan fungsinya sebagai pelawak y...
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain. Kesenian ini berasal dari agama Islam, terutama pada abad ke-16 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Perlakuan menyeramkan seperti mengiris lidah dengan gergaji, makan api, memasukkan jarum ke pipi, mengunyah kaca, dan sebagainya dilakukan semata-mata untuk menunjukkan iman dan keyakinan kepada Tuhan. Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651--1692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara. Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara...