Bahan-bahan 3 porsi 250 gram teri basah Sucukupnya daun bawang iris 1 butir telur 6 sdm tepung terigu 2 sdm tepung beras Secukupnya garam 2 butir bawang putih 1 sdt ketumbar halus Langkah Bersihkan ikan, buang kepala dan tulang tengahnya supaya anak-anak bisa ikutan makan. Lalu sisihkan Ulek halus bawang putih dan ketumbar dan garam, lalu campurkan di ikan bersama 1 butir telur dan daun bawang iris Aduk rata lalu campurkan tepung terigu dan tepung beras. Masukan air sedikit demi sedikit sambil di aduk rata. Jangan terlalu encer atau terlalu kental. Goreng di minyak panas dengan api sedang. Setelah kecoklatan angkat dan tiriskan.. siap untuk di hidangkan.. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/3220186-gudo-gudo
Kepitong/kopitong adalah permen tradisional peninggalan nenek moyang dari Bangka Belitung. Entah sejak kapan permen ini ada, yang pastinya sejak kecil dulu anak-anak seumuran 5 - 12 tahun, bahkan orang dewasa sekalipun senang mengkonsumsi permen yang satu ini. Kepitong/Kopitong ini sangat digemari oleh masyarakat di Bangka, sampai-sampai jika ada anak-anak yang menangis jika di berikan permen ini akan berhenti menangis dan kembali ceria. Jika di Kecamatan Belinyu permen ini di sebut "gulo-gulo kepitong". Lain lagi jika di Sungailiat, Pangkalpinang dan daerah lainnya memanggilnya dengan "gule-gule kopitong". Di Muntok Bangka Barat lain lagi panggilannya yaitu "gule-gule kopi". Tapi walau berbeda-beda nama, kita tetap menyukai permen yang satu ini. Permen tradisional khas Bangka Belitung ini terbuat dari gule kabong dan santan yang kadang-kadang di isi dengan kacang tanah yang di tumbuk kasar. Namun ada juga yang dicampur dengan jahe biar rasanya lebih nikmat dan sedikit hanga...
Dincak Dambus merupakan tarian berpasangan yang berasal dari Pulau Bangka. Tarian ini mengiringi suatu pentas pertunjukan musik dambus. Alat musik yang dimainkan antara lain dambus, instrumen khas melayu, gendang, tambur, dan gong. Kostum tari ini memakai baju kurung khas Melayu, penari perempuan memakai hiasan di leher yang disebut teratai dan penari laki-laki memakai stanjak. Peran tarian ini sebagai hiburan dan pertunjukan pada pesta pernikahan. Pada awal perkembangannya, tarian ini menceritakan kegembiraan kelompok anak-anak usia dini yang menyatakan ucapan terima kasih atas berkah yang diterima dari Yang Maha Kuasa atas keindahan alam dan sumber daya yang dimiliki kepulauan Bangka Belitung. Sumber: http://ddwkkbangka.blogspot.co.id/2013/08/tari-dincak-dambus.html
Ada sebuah rumah kecil beratap daun palem duri. Di sekitarnya terdapat beberapa bangunan serupa. Dalam rumah itu tinggallah sepasang suami istri yang sudah lama berumah tangga, tapi belum memiliki anak. Mereka adalah Apa Inda dan Ama Tumina. Mereka hidup dengan hasil panen padi di ladang, dan menangkap ikan di laut. Apa Inda biasa memasang sero. Bila air laut surut, ikan-ikan akan terperangkap penangkap ikan tradisional yang menyerupai pagar di laut itu. Hari itu, musim panen bertepatan dengan surutnya air laut. Apa Inda dan istrinya berbagi tugas. “Bagaimana kalau Apa ke laut dan Ama ke ladang?” usul Apa Inda. “Baiklah. Hati-hati di jalan,” sahut Ama Tumina. Dengan wajah riang Apa Inda keluar rumah. Dia menggendong ambong di pundak. Alat itu biasa digunakan untuk membawa ikan-ikannya. Burung-burung berkicau mengiringi langkah. Semilir angin menyapa tetes-tetes keringat. Di tengah jalan...
Dahulu kala ada sebuah keluarga yang tinggal di dekat Sungai Cicuruk. Suami istri itu memiliki seseorang anak laki-laki bernama Kulup. Suatu hari, Pak Kulup pergi ke hutan untuk mencari rebung. Di sana ia menemukan sebuah tongkat di antara rumpun bambu. Ternyata tongkat itu dihiasi intan permata dan batu merah delima. Pak Kulup memutuskan untuk membawa pulang rebung dan tongkat itu. Setibanya di rumah, Pak Kulup menceritakan kejadian yang dialaminya. Kemudian mereka sepakat untuk menjual tongkat temuan itu. Si Kulup disuruh menjual tongkat itu ke negeri seberang. Akhirnya, tongkat itu pun dibeli oleh seorang saudagar kaya dengan harga tinggi. Namun, si Kulup tidak segera pulang ke rumahnya. Ia lebih memilih tinggal di rantau, bahkan ia pun menikahi putri saudagar paling kaya di negeri itu. Suatu hari, si Kulup dan istrinya berdagang ke muara Sungai Cicuruk. Berita kedatangan si Kulup terdengar sampai ke telinga orangtuanya. Kedua orangtua si Kulup pergi ke kapal untu...
Di tepian Sungai Cerucuk, Belitung, hiduplah sepasang suami-istri bersama anak laki-lakinya. Kulup nama anak laki-laki itu. Meskipun hidup sederhana, mereka selalu tampak ceria. Gubuk reot di pinggir muara sungai itu tak membuat mereka dukacita. Mereka tetap saja bersahaja. Emak Kulup telah lama sakit. Perutnya membuncit. Hari demi hari kakinya terlihat semakin mengecil. Kata orang, Emak mendapat tulah penunggu sungai. Ketika itu Kulup masih kecil, sangat kecil bahkan. Usianya belum genap dua tahun. Itulah sebabnya Kulup tidak ingat betul apa penyebab sakit emaknya. Ia pun tidak tahu kebenaran cerita orang tentang penyakit emaknya itu. Sejak emaknya sakit, Kulup dibesarkan sendiri oleh ayahnya. Lelaki setengah baya itu harus bekerja keras untuk menghidupi diri, istri, dan anaknya. Hari-harinya dihabiskannya untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah berada di ladang, mengurus tanaman. Atau, ia pergi ke sungai, menengok bubu yang dipasang pada sore har...
Pada jaman dahulu kala, di sebuah desa yang bernama kelekak nangak yang terdapat di kecamatan membalong, hiduplah sepasang suami-istri yang miskin dan tidak mempunyai anak. sang suami bernama pak inda, sedangkan sang istri bernama bu tumina. mereka tinggal di sebuah rumah kecil yang beratap rumbia dan berlantai kayu gelegar berlapik jerami. untuk memenuhi kebtuhan kuasa hidup sehari-hari, mereka menanam padi di ladang dan menangkap ikan dengan cara memasang pukat di tepi laut. ketika air surut, ikan-ikan akan terperangkap dalam pukat itu. pada suatu hari, demam isu panen padi bersempurnaan dengan waktu air laut surut. pak inda betare (berpamitan) kepada istrinya untuk melihat sero yang dipasang di tepi laut. “dik! hari ini abang akan pergi memeriksa sero di tepi laut. bagaimana kalau saudara termuda sendiri saja yang berangkat ke ladang memanen padi?” tanya sang suami. “baik, bang! kebetulan juga hari ini kita tidak mempunyai lauk untuk makan siang,”...
Bujang Katak adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah dusun di daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), Indonesia. Ia dipanggil Bujang Katak karena bentuk tubuhnya seperti katak. Walaupun demikian, ia mempunyai istri seorang putri raja yang cantik jelita. Bagaimana Bujang Katak dapat mempersunting seorang putri raja? Ikuti kisahnya dalam cerita rakyat nusantara Kisah Bujang Katak berikut ini! * * * Alkisah, di sebuah dusun di daerah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung (Babel), hidup seorang perempuan tua yang sangat miskin. Ia tinggal seorang diri di sebuah gubuk reot yang terletak di kaki bukit. Ia tidak memiliki sanak saudara. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia menggarap sebidang tanah (ladang) warisan orang tuanya. Pada suatu ketika, musim tanam tiba. Seluruh warga dusun sibuk bekerja di ladang masing-masing, tidak terkecuali perempuan tua itu. Namun karena tubuhnya sudah lemah, ia sebentar-sebentar beristirahat untuk melepas lelah. Ketika...
Satu persatu anak berlari ke tanah lapang dengan seluruh badan dilumuri lumpur. Mereka membawa dulang dan melakukan gerakan-gerakan seperti sedang melakukan aktivitas mendulang timah. Suasana penuh keceriaan terlihat sekali dari raut wajah anak-anak asli Belitung ini. Itulah sedikit gambaran dari Tari Mendulang Timah yang dibawakan sekitar 20 anak pada gelaran Belitung Beach Festival bulan Mei lalu. Kehadiran mereka mampu menarik perhatian serta menghibur penonton yang memadati Pantai Tanjung Pendam, Belitung. Gerakan-gerakan anak-anak penari mendulang timah seperti membentuk lingkaran dan berbaris ini terlihat sangat atraktif dan kompak. Sambil mengangkat dulang, mereka berlari membuat lingkaran dan sesekali mengeluarkan teriakan-teriakan yang mengundang tawa penonton. Menyaksikan Tari karya penulis novel laskar pelangi, Andrea Hirata, memang terasa begitu energik dan tidak jarang penonton memberikan tepuk tangan meriah kepada anak-anak penari tari mendulan...