Tumplak punjen atau tumpak punjen adalah salah satu dari rangkaian prosesi upacara pernikahan adat Jawa. Tumplak berarti menuang, punjen berarti pundi-pundi atau hasil dari usaha yang dikumpulkan. Acara tumplak punjen ini dilakukan orang tua hanya pada pernikahan terakhir anaknya, dalam hal ini tidak harus si bungsu. Dalam khasanah budaya Jawa, orang tua mempunyai tugas atau kewajiban yang harus dilaksanakan kepada anaknya. Pertama kali adalah memberikan nama pada anak. Dalam filosofi Jawa ada ungkapan asma kinaryo japa (nama membawa makna/doa). Orang tua menaruh harapan pada anaknya lewat nama atau doa untuk anaknya. Menilik dari pengertian tadi maka ungkapan Shakespere tentang apalah arti sebuah nama jelas tidak berlaku pada masyarakat Jawa. Kedua adalah nggulawentah atau mendidik. Orang tua harus membekali anak dengan kaweruh (knowledge) dan subasita (attitude) yang baik serta berguna sebagai pedoman untuk berkehidupan dalam masyarakat. Ketiga adalah ngemah-emahake atau menikahk...
Nasi Boran merupakan salah satu makanan khas Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur. Nasi Boran memang belum banyak dikenal di masyarakat luar Lamongan, jika dibandingkan dengan makanan soto lamongan yang sudah terkenal bahkan hingga ke luar Jawa karna Soto Lamongan yang sudah bayak di jual di luar kota. Nasi Boran ini tak akan terjumpai di kota-kota lain, hanya ada di Kota Lamongan. Jadi bagi yang ingin menyicipi makanan enak ini silahka berkunjung ke Kota Lamongan. konsep penjualan nasi ini sangat sederhana, disajikan dengan konsep lesehan di pinggir jalan. Nasi Boran, terdiri atas nasi, bumbu, lauk, rempeyek (sejenis krupuk berbahan tepung beras yang dibumbui dan digoreng). Bumbu dari nasi Boran terdiri atas rempah-rempah yang sudah di haluskan, serta lauk yang ditawarkan oleh penjual bervariasi, diantaranya adalah daging ayam, jeroan, ikan bandeng, ikan kutuk (gabus), telur dadar, telur asin, ikan sili, tahu dan tempe. Istilah Nasi Boran diambil dari nama wadah dari nasi itu...
Prasasti Patakan ditemukan di Desa Patakan, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, dan diperkirakan dibuat pada abad 11 M (masa pemerintahan Raja Airlangga). Prasasti ini terbuat dari batu andesit tinggi 104 cm, lebar atas 90 cm, lebar bawah 80 cm, tebal 24 cm, dan menggunakan huruf Jawa Kuno. Prasasti ini sekarang menjadi koleksi Museum Nasional dengan No. Inventaris D.22. Prasasti ini mengisahkan tentang adanya bangunan suci yang didirikan di Desa Patakan, sehingga daerah Patakan diresmikan menjadi sima karena harus memelihara bangunan suci Sanghyang Patahunan. *** Sumber : http://kekunaan.blogspot.com/2012/07/prasasti-patakan.html?m=1
Nasi Krawu adalah makanan tradisional yang terdiri dari nasi dan aneka menu pelengkap seperti daging suwir, sambal serta poyah atau serundeng yang terbuat dari parutan kelapa. Makanan ini biasanya disajikan di atas daun pisang atau sering di sebut dengan pincok. Nasi Krawu merupakan salah satu makanan khas yang terkenal di Gresik, Jawa Timur. Asal Mula Nasi Krawu Walaupun dikenal sebagai makanan khas dari kota Gresik, namun sebenarnya Nasi Krawu ini berasal dari Madura. Makanan ini kemudian dibawa ke Gresik oleh para pendatang dari madura yang mencoba berjualan di sana. Karena rasanya yang khas dan sangat nikmat, Nasi Krawu ini mulai dikenal oleh masyarakat Gresik dan menjadi salah satu makanan khas di sana. Nama Nasi Krawu sendiri berasal dari istilah krawuk, yang dalam istilah masyarakat Gresik berarti "mengambil sembarang dengan menggunakan tangan". Karena kebanyakan penjual menyajikan dan menyiapkan menunya hanya menggunakan tangan, sehingga banyak yang menyebutnya Nasi Kraw...
Clurit ini sebenarnya hanya sebuah perangkat kebun biasa, digunakan sebagai alatuntuk menebas atau memotong rumput bagi masyarakat Madura, untuk memberi makan ternak sapi. tetapi tidak jarang Clurit inipun digunakan sebagai alat untuk bertikai antar individu. sering terjadi di beberapa daerah di jawa timur para pelaku kejahatan menggunakan clurit ini untuk merampok. senjata ini cukup praktis dan bentuknya menyerupai bulan sabit (melengkung dan tajam di bagian dalam), praktis untuk digunakan sebagai alat berkebun. dibeberapa daerah lain di indonesia seperti di jawa tengah dan jawa barat, clurit ini juga digunakan untuk kegiatan berkebun tapi dengan sebutan yang berbeda, yaitu arit.
Wedan cemue sebenarnya adalah salah satu minuman unik dan khas yang berasal dari Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kenapa wedang cemue bisa dibilang unik? jawabannya adalah dari bahan-bahan yang dipakai untuk meracik minuman ini. Wedang cemue terbuat dari santan, gula tebu, kacang kelinci, roti tawar, dan juga jahe. Perpaduan rasa yang dihasilkan minuman ini adalah gurih yang berasal dari santan, manis dari gula tebu, hangat dan pedas dari jahe, kriuk-kriuk dari kacang kelinci dan juga empuknya roti tawar. Yang lebih unik lagi adalah wedang cemue menggunakan irisan bawang merah goreng dan juga daun pandan sebagai topingnya. Sudah bisa membayangkan gimana uniknya rasa wedang cemue ini?
Di sebuah desa yang ada di daerah Kabupaten Probolinggo bagian tenggara, tepatnya di Desa Pendil, Kecamatan Banyuanyar, ada satu jenis kesenian tradisional yang bernama glipang. Konon, istilah “glipang” berasal dari bahasa Arab “goliban” yang mengandung makna suatu kegiatan keseharian yang dilakukan oleh para santri di dalam pondok. Kesenian yang menggambarkan tentang cerita kehidupan sehari-hari yang bernafaskan Islam ini disajikan dalam bentuk tari yang diiringi musik dan disertai dengan dialog dalam bahasa Jawa, Madura dan disisipi sedikit bahasa Arab. Kesenian glipang dicipatakan oleh Sutrisno pada tahun 1935. Sutrisno adalah seorang pendatang dari Pulau Madura yang menetap di Desa Pendil. Mula-mula ia bekerja sebagai mandor penebang tebu di pabrik gula Sebaung, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Namun, karena sering terjadi pertentangan dengan sinder-sinder Belanda yang bertindak sewenang-wenang, maka Sutrisno memilih berhenti dari pekerja...
Rujak cingur adalah salah satu makanan tradisional yang mudah ditemukan di daerah Jawa Timur, terutama daerah asalnya Surabaya. Dalam bahasa Jawa kata "cingur" berarti "mulut", hal ini merujuk pada bahan irisan mulut atau moncong sapi yang direbus dan dicampurkan ke dalam hidangan. Rujak cingur biasanya terdiri dari irisan beberapa jenis buah-buahan seperti ketimun, krai (sejenis ketimun khas Jawa Timur),bengkoang, mangga muda, nanas, kedondong dan ditambah lontong, tahu, tempe, bendoyo dan cingur serta sayuran-sayuran seperti kecambah/tauge, kangkung dan kacang panjang. Semua bahan tadi dicampur dengan saus atau bumbu yang terbuat dari olahan petis udang, air matang untuk sedikit mengencerkan, gula/gula merah, cabai, kacang tanah yang digoreng, bawang goreng, garam dan irisan tipis-tipis pisang biji hijau yang masih muda (pisang klutuk). Semua saus/bumbu dicampur dengan cara diuleg, itu sebabnya rujak cingur juga sering disebut rujak uleg.
Bonang hampir sama dengan Gamelan, hanya saja jika gamelan terbuat dari besi yang berbentuk lempengan atau pipih, sedangkan bonang mirip dengan pot atau cerek. Biasanya Bonang juga digunakan untuk dimainkan berpadu dengan gamelan. Yang uniknya adalah setiap pot atau ceret dari Bonang ini memiliki poros yang cembung di bagian tengahnya sebagai pusat untuk dipukul. Hampir mirip dengan gong-gong kecil yang disusun secara datar di atas sebuah kotak kayu seperti Gamelan. Nah, Bonang ini juga termasuk alat musik tradisional Jawa Timur yang dikenal sangat populer dari tingkat pedesaan dan juga perkotaan di Jawa Timur.