Salah satu budaya seni yang pernah menjadi tontonan menarik bagi masyarakat batak sebelum adanya media elektronik adalah opera. Seni pementasan cerita ini kini dirasakan sudah mulai terlupakan akibat adanya dominasi teknologi berupa radio, televisi. Bahkan pementasan seni opera batak yang melakonkan sebuah cerita rakyat itu pun kini sudah langka. Opera Batak merupakan sebuah label dalam budaya batak. Namun istilah opera sebenarnya lebih akrab di Eropa.Pengertian opera di Eropa merupakan drama yang dinyanyikan. Jadi dalam kesenian opera orang sambil berakting, menyanyi dan sekaligus menari. Yang ketiga unsur tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain. Mulai dari bagian pertama nyanyian, tarian dan lakon cerita saling terkait. Jadi orang bisa mengetahui hubungan lagu dengan tarian dan lakon. Awalnya dalam opera batak kesannya memang seperti nuansa yang ada di Eropa, tapi antara nyanyian, musik.tari dan lakon cerita tidak berkaitan. Ada tiga aspek...
Batak Karo memiliki dua kain tenun yang sering digunakan dalam acara - acara adat, yaitu Uis Nipes dan Beka Buluh. Uis Nipes adalah kain tipis, yang dipakai oleh wanita karo dalam menghadiri acara adat, kadang kain ini juga digunakan untuk beribadah ke gereja sebagai selendang pelengkap kebaya. Biasanya, Wanita akan menggunakan Uis Gara, yaitu salah satu jenis uis nipes bercorak terang dalam acara adat, atau acara lain yang bahagia, seperti pernikahan, natal dan lain - lain. Uis Gara ini kadang berwarna merah, ada juga yang berwarna orange, belakangan ada uis nipes yang berwarna ungu pula dan dipadukan dengan benang berwarna emas sebagai coraknya. Disamping itu, ada uis nipes lain yang berwarna hitam, walau kain ini sering juga digunakan untuk acara - acara bahagia, namun biasanya mayoritas wanita karo menggunakan kain ini di acara kematian, atau pengapul (menghibur keluarga yang ditinggal mati). Namun keberadaan uis nipes ini tidak hanya digunakan untuk selendang atau tudung (penutup...
Membahas lagu batak tidak lengkap bila tidak membahas lagu Anakkon Hi, Do Hamoraoan di Au. Lagu ini mengajarkan tentang bagaimana merawat dan mendidik anak dengan benar. Makna lagu Anakkon Hi, Do Hamoraoan di Au menekankan bahwa pendidikan anak merupakan hal yang paling utama di atas segalanya. Tidak perlu beli baju baru, mainan atau perhiasan yang penting anak bisa sekolah setinggi-tingginya. Kutipan lagu: "Hugogo pe mansari, arian nang bodari ndada pola marsak au disi, alai anakkonhi da ikkon do sikkola sikkap sian natolap gogoki. Nang so Tarithon au pe akka dongan ndada pola marsak au di si. Marsedan marberlian, marcincin nang margolang, nadada pola marsak au disi" (Aku kerja siang malam, tak masalah asalkan anakku bisa sekolah sekuat tenagaku. Walaupun aku tak bisa mengikuti gaya hidup teman-temanku, aku tidak masalah. Beli sedan, Koleksi berlian, Cincin atau Gelang,Tak masalah bagiku) Lagu mungkin yang memberikan inspirasi pada masyarakat Batak yang sampai saat ini...
Lirik lagu Anakku naburju anak hasianku anakku nalagu. Ingot do ho amang di akka podani natua tua mi. Dung hupaborhat ho namarsikkola i tu luat na dao i amang. Benget do ho amang, benget do ho manaon na dangoli. Molo huingot do sude tahe amang pangalamom nasalpu i. Sipada lomos do natua tuamu on disihabunian i. Hutangianghon do mancai gomos amang anggiat muba rohami. Dijalo do amang dijalo do tangianghi amang. Ipe amang, hasian ku anakku naburju. Pagomos ma tangiang mi tu mula jadi nabolon i. Anggiat ma ture, sude hamu pinoppar hi amang. Marsiamin aminan, marsitukkol tukkolan songon suhat di robean i. Dung lam dao amang, pangarantoan mi anakku hasianhu Dihaburjuhon ho doi sude amang ditano sileban i Mauliate ma ta dok tu tuhan i dinaung ni jalomi amang Jumpangmu do amang jumpangmu do najinalanganmi. Ipe amang, hasian ku anakku naburju. Pagomos ma tangiang mi tu mula jadi nabolon i. Anggiat ma ture, sude hamu pinoppar hi amang. Marsiamin aminan, marsitukkol tukkolan song...
Poda Ciptaan: Tagor Tampubolon, pertama dipolulerkan oleh Eddy Silitonga Angur do goarmi anakkon hu (nama mu sungguh harum anakku) Songon bunga bungai nahussusi (seperti bunga bunga yang indah itu) Molo marparange na denggan doho (jika kau memiliki kepribadian baik) Diluat nadaoi (ditempat mu yang jauh) Jala ikkon ingot doho (dan ingat lah selalu) Tangiang mi do parhitean mi (doa adalah salah satu landasan) Dingolumi da tondikku (kehidupan mu oh anak kesayangan ku) Unang sai mian jat ni rohai (jangan pelihara iri dengki) Dibagasan rohami (didalam hati mu) Ai ido mulani sikka mabarbar (karena itu adalah permulaan malapetaka) Da hasian (oh anakku) Ikkon benget do ho marroha (engkau harus tawakal hati) Jala pattun maradophon natua tua (dan hormat kepada orang-orang tua) Ai ido arta na ummarga i (karena itu adalah harga yang termahal) Dingolumi (dalam kehidupan mu) Reff. Ai damang do sijujung baringin (engkaluah adalah penerus tahta) Di au amang mon.... (bagi ku orang tua mu) Ja...
tembut-tembut seberaya berasal dari kata tembut, yang artinya menakut-nakuti. tradi ini berawal dari kisah anak muda yang ingin menikahi seorang yang gadis. tetapi hal itu ditentang oleh ketua adat karena mereka masih satu marga. oleh karena itu dibuat acara untuk dapat mempersatukan mereka dengan menikahkan satu marga dengan syarat dibuat pesta yang luar biasa besar. saat ini tembut-tembut ini di buat menjadi seni pertunjukan yang sakral yang dipentaskan sekitar bulan juli di desa seberaya.
Permainan tradisional khas Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, cokki, atau disebut dengan mencongkel, yang sudah nyaris punah itu ternyata masih dipertahankan oleh sejumlah anak-anak dari suku adat Ammatoa, Desa Tanatoa, Kecamatan Kajang. Dengan cekatan, anak-anak pedalaman itu melakukan permainan cokki. Peralatan cokki diambil dari dua potongan kayu yang berbeda ukuran dan memiliki struktur kayu yang cukup padat sehingga membuat pemainnya merasakan berat jika dimainkan. "Karena alat yang digunakannya cukup berat, hal itu dapat menguras tenaga cukup banyak bagi para pemain. Kendati demikian, dibutuhkan kepiawaian untuk memainkan permainan tradisional cokki " kata salah seorang pemain cokki, Asrul, Senin (9/7/2012). Cara bermainnya pun cukup sederhana. Asrul menjelaskan, para pemain diwajibkan mengenakan sarung berwarna hitam khas suku Ammatoa dan tanpa mengenakan alas kaki. Barulah para pemain mengambil kayu berukuran setengah meter yang berfungsi mencungkil kayu kecil beru...
Nggak sembarangan orang bisa melakukan ritual Saur Matua yang berasal dari suku Batak ini. Saur Matua biasanya dilakukan oleh orang yang meninggal pada usia yang sangat tua. Selain itu ritual ini dilakukan oleh anak dari orang yang sudah meninggal yang sudah menikah dan memiliki keturunan. Dari anak-anaknya yang telah menikah itu juga harus sudah melakukan adat pernikahan. Uniknya, Di dalam perayaan Saur Matua melambangkan suka cita bukan duka. Ini dilakukan karena orang yang telah meninggal dalam usia yang sangat tinggi dan anak-anaknya sudah memiliki anak. Itu berarti orang yang telah meninggal sudah berhasil mendidik anak-anaknya sampai menikah dan hanya tinggal menunggu kematiannya dengan suka cita. Sumber: https://www.brilio.net/news/8-ritual-pemakaman-unik-ini-hanya-ada-di-indonesia-kamu-sudah-tahu-151207w.html
Menurut masyarakat setempat, Kolam Sampuraga merupakan penjelmaan dari seorang pemuda bernama Sampuraga, yang dikutuk oleh ibu kandungnya sendiri. Kenapa Sampuraga dikutuk? Ingin tahu sebabnya? Ikuti kisahnya dalam cerita rakyat Asal Mula Kolam Sampuraga berikut ini! Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Padang Bolak, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang janda tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka setiap hari bekerja sebagai tenaga upahan di ladang milik orang lain. Keduanya sangat rajin bekerja dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka. Pada suatu siang, Sampuraga bersama majikannya beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang setelah bekerja sejak pagi. Sambil menikmati makan siang, mereka berbincang-bincang dalam suasana akrab. Seakan tidak ada jarak antara majikan dan buruh. “Wahai, Sampu...