Makanan tradisional masyarakat Napan dan masyarakat Yaur, Papua adalah sagu. Sagu dalam bahasa orang Napan adalah Fi sedangkan untuk orang Yaur adalah Moore. Sagu adalah makanan pokok dan termasuk salah satu hal utama dalam setiap upacara adat masyarakat Napan dan masyarakat Yaur. Sagu diolah menjadi beraneka ragam makanan dan mempunyai sebutan yang berbeda sesuai dengan bahan yang campur atau digunakan. Sagu yang dikelola sering dikombinasikan dengan buah-buahan, Biji-bijian, kacang-kacangan dan daging babi, ikan, udang, daging penyu dan siput laut. Masyarakat Napan dan masyarakat Yaur tidak mengenal bakar batu sebagai cara pengolahan makanan. Mereka mengolah makanan dengan cara dipanggang diatas bara atau diasar dan direbus. Salah satu makanan tradisional masyarakat Napan dan Yaur yang menggunakan bahan utamanya sagu adalah Moidihare. Moidihare biasanya disajikan dalam acara ritul perkawinan, atau sebagai pembayaran mas kawin. Pembuatan Moidihare dikelola oleh orang khusus yan...
Makanan tradisional masyarakat Napan dan masyarakat Yaur, Papua adalah sagu. Sagu dalam bahasa orang Napan adalah Fi sedangkan untuk orang Yaur adalah Moore. Sagu adalah makanan pokok dan termasuk salah satu hal utama dalam setiap upacara adat masyarakat Napan dan masyarakat Yaur. Sagu diolah menjadi beraneka ragam makanan dan mempunyai sebutan yang berbeda sesuai dengan bahan yang campur atau digunakan. Sagu yang dikelola sering dikombinasikan dengan buah-buahan, Biji-bijian, kacang-kacangan dan daging babi, ikan, udang, daging penyu dan siput laut. Masyarakat Napan dan masyarakat Yaur tidak mengenal ?bakar batu? sebagai cara pengolahan makanan. Mereka mengolah makanan dengan cara dipanggang diatas bara atau diasar dan direbus. Salah satu makanan tradisional masyarakat Napan dan Yaur yang menggunakan bahan utamanya sagu adalah Morowabie. Morawbie biasanya disajikan dalam acara ritul khusus untuk peneguhan kepala suku atau acara besar adat lainnya, dikelola oleh orang khusus yang te...
Bahan yang digunakan : a. Tepung Sagu b. Air c. Daging babi/ikan/penyu/siput Cara Pengolahan : Tepung sagu yang sudah disiapkan dicampur dengan air hingga mencair lalu diendapkan setelah itu diremas-remas kembali hingga merata kemudian disirami dengan air panas hasil rebusan daging babi/ikan/penyu/siput sambil diaduk hingga mengental yang disebut papeda. Waktu Penyajian : Makanan ini biasanya disajikan khusus kepada tamu-tamu terhormat seperti kepala-kepala suku dalam acara adat. Yang mengelola : Pada umumnya adalah siapa saja bisa mengelolanya baik kaum pria atau kaum wanita tetapi yang sudah diberi mandate atau tugas khusus agar makanan ini di hasilkan secara sempurna. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=1010
Makanan tradisional masyarakat Napan dan masyarakat Yaur, Papua adalah sagu. Sagu dalam bahasa orang Napan adalah Fi sedangkan untuk orang Yaur adalah Moore. Sagu adalah makanan pokok dan termasuk salah satu hal utama dalam setiap upacara adat masyarakat Napan dan masyarakat Yaur. Sagu diolah menjadi beraneka ragam makanan dan mempunyai sebutan yang berbeda sesuai dengan bahan yang campur atau digunakan. Sagu yang dikelola sering dikombinasikan dengan buah-buahan, Biji-bijian, kacang-kacangan dan daging babi, ikan, udang, daging penyu dan siput laut. Masyarakat Napan dan masyarakat Yaur tidak mengenal bakar batu sebagai cara pengolahan makanan. Mereka mengolah makanan dengan cara dipanggang diatas bara atau diasar dan direbus. Sagu dapat diolah menjadi sebuah makanan bernama Papeda Cair, dimana makanan ini biasanya disajikan kepada kaum perempuan yang baru melahirkan gunanya untuk menambah air susu ibu (asi) dan membersihkan kotoran yang masih ada dalam kandungan perempuan yang baru...
Worasyu berasal dari kata oras, yang artinya induk dari papeda bungkus, sedang yu berarti menyanyi. Jadi worasyu dalam artinya yang pertama, melambangkan rejeki yang berlimpah-limpah, sedang pengertian yang lain adalah pengangkatan status sosial dan derajat wanita yang berhasil memelihara ternak babi yang jumlahnya mencapai 30 sampai 80 ekor. Pemeliharaan babi disebut wotiaken. Besar-kecilnya penyelenggaraan upacara worasyu itu sangat tergantung dari hasil yang diperoleh. Bila hasilnya sedikit, biasanya diadakan upacara sederhana yang disebut worasnasi, yaitu mengadakan penguburan papeda bungkus atau Finukhu dan tepung sagu sebagai sesajen kepada fowor. Fowor atau roh adalah salah satu ciptaan dari Dewa Chaimbo kepercayaan masyarakat Arso yang berada di Kabupaten Jayapura yang sekarang telah dimekarkan menjadi Kabupaten Keerom. Masyarakat yang mendiami wilayah Jayapura tidak asing lagi dengan papeda bungkus karena merupakan warisan budaya turun temurun. Finukhu (papeda bungkus)...
Baryam Ram adalah jenis makanan tradisional masyarakat pada beberapa suku bangsa di kabupaten Supiori yaitu olahan sagu kering yang di tapis kemudian di campur dengan kelapa parut kemudian di masukan ke dalam daun sagu, kemudian di masak di atas bara api ( di asar) sambil daun sagunya di putar-putar supaya sagu masak merata dan juga daun sagu tidak terbakar. Tradisi memasak ini sudah ada pada beberapa suku bangsa (etnis) yang mendiami wilayah kabupaten Supiori. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5196
Nagasari atau Sayur Ular adalah jenis makanan tradisional masyarakat dari kampong waryei kabupaten Supiori provinsi papua. Yaitu olahan sayur ular dengan ikan cekalang asar, Sayur ini biasanya dimasak pada siang hari dan malam hari karena paling enak makan pada siang dan malam hari. Bahan: Sayur ular, ikan cakalang asar dan santan kelapa. Cara memasak dilakukan dengan menggunakan tungku. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5197
Soriden adalah jenis makanan tradisional masyarakat dari kampong waryei kabupaten Supiori provinsi papua. Bahan: Sagu Air Panas Cara Pembuatan: Yaitu olahan Sagu dengan air panas, air yang dimasak mendidi kemudian dicampur dengan sagu. Soriden ini biasanya dimasak pada siang hari dan malam hari karena paling enak makan pada sinag dan malam hari. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5198
Wid atau pisang dapat tumbuh dan berkembag biak pada kawasan dataran rendah hingga dataran tinggi 1.000 m dpl yang bertipe iklim basah. Di Papua, khususnya pada masyarakat Hatam, wid banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh mereka sebagai bahan panganan pokok. Cara Pengolahan: Pengolahan Wid menjadi sebuah panganan yakni dilakukan dengan cara membakarnya (ikwan wid), juga dapat dibakar dengan menggunakan bambu muda (itiy wid) sebagai media (pembungkusnya), seperti halnya siep dan minoi. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5194