Masyarakat Sabu Raijua di Nusa Tenggara Timur memiliki tradisi mencium yang mungkin tidak dimiliki oleh budaya lain. Menurut penelitian Guru Besar Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Dr Felysianus Sanga MPd saat ini ada makna 22 ciuman yang sudah menjadi budaya masyarakat Sabu Raijua. "Makna 22 ciuman itu merupakan budaya masyarakat Sabu Raijua, namun masing-masing ciuman memiliki makna sendiri-sendiri," katanya di Kupang, Kamis (27/4/2017), saat menyampaikan "Makna Budaya Adat dan Beradaban" pada Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-53 di Lapas Penfui Kupang. Ia mengatakan tradisi mencium bagi masyarakat di Kabupaten Sabu Raijua memiliki makna tersendiri dan dilakukan kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja. "Mencium hidung sama dengan menyapa orang lain," ujar Felysianus. Tradisi mencium tersebut dalam bahasa setempat disebut Henge'do, dan biasa dilakukan oleh masyarakat Sabu dikala menyambut atau bertemu dengan seseorang. Tradisi ini memiliki makn...
Alkisah, di Desa Bukambero, Kodi, Sumba Barat, hiduplah sepasang suami-istri bersama dua orang anak gadisnya. Yang sulung bernama Lona Kaka, sedangkan si bungsu bernama Lona Rara. Kedua kakak-beradik tersebut senantiasa mendapat perlakuan yang sama dari orang tua mereka. Namun, Lona Kaka selalu iri hati jika Lona Rara meraih sebuah keberhasilan. Ia pun selalu berusaha untuk mencelakai adiknya itu jika memperoleh keberhasilan. Pada suatu hari, ketika Lona Rara mendapat hadiah dendeng istimewa dari orang tua mereka karena berhasil memenangkan lomba menumbuk padi, Lona Kaka bermaksud untuk merampas dendeng itu dari tangan adiknya. Untuk itu, ia membujuk adiknya agar mau menemaninya mengambil air di sungai. Ia pun menyuruh adiknya untuk berjalan di depannya. Dengan begitu, ia akan lebih mudah mengambil dendeng itu tanpa sepengetahuan adiknya. “Adikku! Maukah kamu menemani Kakak mengambil air di sungai?” bujuk Lona Kaka. “Baiklah, Kak!” jawa...
Dibalik keanehan binatang Komodo yang hidup di bumi Congka Sae, sebutan untuk bumi Mangggarai Raya, tersimpan berbagai keunikan tradisi dan budaya masyarakat yang secara turun temurun diwariskan. Selain Tari Caci yang sudah terkenal di kalangan masyarakat Manggarai Raya, ada tradisi-tradisi yang terus diupacarakan di rumah-rumah adat di seluruh Manggarai Raya. Salah satu tradisi itu adalah Tradisi “Kapu Agu Naka”. Salah satu suku di Kampung Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat menggelar ritual “Kapu Agu Naka”. Kapu artinya pangku dan Naka artinya, riang. Kapu agu Naka diartikan memangku seseorang dengan penuh riang atas berbagai keberhasilan, baik memberikan keturunan yang berkembang banyak maupun kesuksesan dalam menggarap sawah, kebun dan sekolah. Warisan leluhur ini harus dilaksanakan oleh keturunan dalam kehidupan masyarakat Manggarai Raya. Uniknya, ritual ini digelar untuk menghormati leluhur yang telah b...
Salah satu tradisi lisan yang masih dijaga dan dirawat oleh masyarakat di Leffo Kisu ‘Alor Kecil’ kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur adalah ritual sunna hada ‘sunat adat’. Tradisi sunna hada ‘sunat adat’adalah tradisi sunat yang dilaksanakan secara adat (masal) pada waktu tertentu oleh suku Baorae dari Leffo Kisu ‘Alor Kecil’, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Anak-anak yang disunat dalam tradisi sunnna hada adalah anak laki-laki dan juga anak perempuan yang berusia antara 4-10 tahun. Pelaksanan ritual sunna hada ini melibatkan beberapa suku yang terdapat Alor di Leffo Kisu, seperti suku Baorae, Dulolong, Manglolong, Mudiloang, Gaelai, dan Klon dari Petumbang. Adapun suku Baorae sebagai pelaksana ritual sunna hada juga masih dapat dipecah lagi atas beberapa klan (sub-suku) seperti klan Antoni, Arkiang, Kiribunga, Kossah, dan Panara. Masing-masing klan ini sangat berperan penting dalam ritual sunna hada ini. U...
Teman-teman mari kita mengenal sebuah dongeng dari Pulau Sawu yang berjudul "Menghilangnya Dua Putra Raja." Dongeng ini banyak diceritakan oleh orang-orang tua masyarakat Timor, Rote, Sumba dan Sawu. Biasanya mereka bercerita kepada anak-anaknya ketika waktu senggang. Dongeng "Menghilangnya Dua Putera Raja," adalah sebagai berikut. Dahulu kala hiduplah sebuah keluarga yang sangat miskin. Keluarga itu terdiri dari pasangan suami -istri dua orang anak yang masih kecil. Kehidupan keluarga hanya mengandalkan sebidang tanah warisan yang tidak luas. Tanah warisan itu sudah ditanami turun temurun, maka tanah itu sudah tidak subur lagi. Untuk membantu orang tuanya, kedua anak yang masih kecil itu bekerja. Pekerjaan yang mereka lalukan adalah menjadi pengembala kambing milik raja. Pada suatu sore, ketika mereka hendak mengandangkan kambing -kambing milik raja, turun hujan yang sangat lebat. Keduanya berlari untuk berteduh di sebuah pondok reyot. Pondok itu berantakan, diterjang...
Pada waktu lalu di Kalbano, suatu tempat yang terletak di pantai selatan pulau Timor, berdiam seorang petani, Taus Taopan namanya. Selain bertani ia pun sewaktu-waktu pergi mengail ikan. Pada suatu hari ia pergi mengail ikan dipantai laut Kalbano. Kail yang sedang diturunkan ke dalam air, tidak berapa lama terasa umpannya dimakan ikan. Tali kail segera ditarik tetapi sayang sekali kail tersebut putus sehingga mata kailnya tertinggal di dalam air. Ia berpikir bahwa pasti ia akan yang memakan umpannya itu adalah ikan yang besar. Setelah diselidiki maka ternyata yang sedang menelan kailnya itu adalah seekor buaya besar yang bernama Besimasi. Ia sangat susah karena kailnya hanya sebuah itu saja. Ia mencari cara-cara apa yang harus dilakukan nanti agar mata kailnya itu ditemukan kembali. Keesokan harinya ia kembali ke pantai, kalau-kalau ikan yang menelan kailnya itu naik kedarat. Di pantai, didapatinya seorang perempuan itu katanya: "Hai perempuan, apa yang sedang kau kerjakan?" Jawab p...
Rae Wiu adalah nama sebuah kampung adat dibekas kefetoran Liae. Disanalah tempat bersemayam raja Liae pertama yang bernama Lado Riwu dari Udu Nawawa. Di kampung Rae Wiy itu juga berdiamlah seorang laki-laki yang bernama Dahi Penu, bersama isterinya yang bernama Wahi Rebo. Hidupnya rukun dan damai. Dahi Penu juga mempunyai dua orang saudara kandung yang bernama Luji Penu dan Tuka Penu. Dahu Penu termasuk orang sakti yang tidak ada tandingannya. Pada suatu hari ketika ia sedang berjalan-jalan menikmati keindahan alam sekitarnya, tiba-tiba dijumpainya seekor kerbau yang terbaring mati di dalam sebuah danau. Segera dikenalinya bahwa kerbau yang mati itu adalah kepunyaan keluarganya. Iapun kembali dan memberitahukan kepada kedua saudaranya. Kemudian mereka menuju danau dimana kerbau itu berada. Setelah tiba di tempat yang dituju, Dahi Penu berkata kepada kedua saudaranya itu: "Siapa diantara kita sanggup menghidupkan kerbau ini ? Apa pula ada di antara kita bertiga yang dapat menghid...
Masyarakat Sumba percaya adanya kehidupan sesudah mati. Oleh sebab itu ritual-ritual yang berhubungan dengan kematian dan penguburan menjadi sangat penting. Ini adalah momen tatkala jiwa almarhum dilepas menuju Parai Marapu sehingga perlu dilakukan dengan tata cara yang benar. Tatkala orang Sumba meninggal dunia, jasadnya diletakkan di mbale katounga dalam posisi berbaring atau duduk, ditekukkan sedemikian rupa sehingga mirip janin dalam kandungan sebagai perlambang kelahiran kembali ke dunia arwah. Pengaturan posisi ini tidak dilakukan semaunya tapi merujuk pada kabisu asal almarhum. Jasad tersebut diselubungi degan kain tenun terbaik, yang kian lama kian bertumpuk seiring kedatangan para pelayat yang membawanya sebagai simbol duka cita. Seperti upacara adat besar lain yang dilakukan dalam masyarakat komunal, ritual kematian apalagi penguburan, tak pernah menjadi urusan keluarga inti semata. Bahkan sudah kebiasaan orang Sumba membawa pulang mayat ke kampung besar untuk diurusi selu...