Nenek Pakande adalah seorang nenek siluman yang sering menjadi momok bagi masyarakat Bugis di daerah Soppeng, Sulawesi Selatan. Nenek siluman itu adalah manusia kanibal yang sakti mandraguna. Ia sangat suka makan daging manusia, terutama daging anak-anak. Itulah sebabnya, masyarakat setempat memanggilnya Nenek Pakande. Dalam bahasa Bugis, kata pakande berasal dari kata pakkanre-kanre tau yang berarti suka makan daging manusia. Suatu ketika, seorang pemuda yang cerdik bernama La Beddu berupaya untuk mengusir Nenek Pakande karena kelakuannya telah meresahkan seluruh warga. Mampukah La Beddu mengusir Nenek Pakande dari negeri itu? Ikuti kisahnya dalam cerita Nenek Pakande berikut ini! * * * Alkisah, di daerah Sulawesi Selatan ada sebuah negeri yang bernama Soppeng. Penduduk negeri itu senantiasa hidup tenteram, damai, dan sejahtera. Mata pencaharian utama mereka adalah bertani. Setiap hari mereka bekerja di sawah dengan hati tenang dan damai. Pada suatu ketika, suasan...
Rumah Boyang adalah rumah tradisonal dari Sulawesi Barat. Bahan bakunya berupa kayu dan identik dengan warna hitam serta seperti rumah panggung. 1. Struktur dan Arsitektur Rumah Boyang Seperti halnya kebanyakan rumah adat di provinsi lainnya di Indonesia, rumah Boyang ini juga merupakan rumah adat berstrukturkan rumah panggung yang tersusun dari material kayu-kayuan. Rumah adat Provinsi Sulawesi Barat ini ditopang oleh beberap tiang-tiang yang terbuat dari kayu balok berukuran besar setinggi 2 (dua) meter. Tiang-tiang tersebut akan menopang lantai sekaligus juga atapnya. Pada tiang rumah adat ini tidak ditancapkan ke tanah, melainkan hanya ditumpangkan disebuah batu datar guna mencegah kayu cepat melapuk. Mengingat struktur dari rumah adat ini berupa rumah panggung, maka rumah adat dari suku Mandar ini juga dilengkapi dengan 2 (dua) buah tangga, satu di bagian depan dan satunya lagi berada di bagian belakang rumah. Tangga-tangga tersebut mempunyai anak tangga y...
I Tui-Tuing adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, Indonesia. I Tui-Tuing dalam bahasa Mandar terdiri dari dua kata, yaitu i yang berarti “si” (menunjuk pada dia lelaki ataupun perempuan), dan tui-tuing yang berarti ikan terbang. Jadi, I Tui-Tuing berarti si laki-laki ikan terbang atau manusia ikan. Menurut cerita, I Tui-Tuing pernah melamar keenam putri seorang juragan. Dari keenam putri juragan tersebut, hanya putri ketiga bernama Siti Rukiah yang bersedia menerima lamarannya. --- Alkisah, di sebuah kampung di daerah Mandar, Sulawesi Barat, ada sepasang suami-istri miskin yang senantiasa hidup rukun dan bahagia. Namun, kebahagiaan mereka belum terasa lengkap, karena belum memiliki anak. Untuk itu, hampir setiap malam mereka senantiasa berdoa kepada Tuhan agar dikarunai seorang anak. “Ya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karuniakanlah kepada kami seorang anak laki-laki, walaupun bent...
Minuman khas Mandar yang bernama "Manyang "atau Tuak, atau oleh Orang Bugis Makassar dinamai Ballo, Saguer (Kata Orang Sanger) dan Akel (kata orang Minahasa). Siapapun yang ada di Mandar dan pernah datang mengunjungi daerah Mandar atau yang sekarang dikenal Sulawesi Barat, pasti pernah mendengar dan mengetahui mengetahui jenis minuman tradisional yang bisa menjadi minuman beraroma khas dan nikmat "Manyang Mammis " atau tuak manis dan bisa menjadi minuman beralkohol tinggi jika diproses dalam bentuk minuman yang lebih dikenal dengan "Manyang Paiq" atau tuak pahit. Baik Manyang Mammis ataupun Manyang Paiq, adalah minuman yang diproduksi secara tradisional oleh masyarakat tanpa ada campuran kimia ini memang dihasilkan oleh para petani yang daerahnya banyak dipenuhi pohon "Manyang" atau Pohon Aren. Manyang yang diproduksi menjadi minuman manyang mammis ini selain untuk menjadi minuman kesehatan, juga merupakan bahan untuk membuat "manisan". Sumber : ht...
Merupakan Senjata tradisional, sejenis badik. Bentuknya agak melebar pada bagian tengah bilah (seqde ‘pinggang’ samping’) dan ujungnya runcing. Macam Jambia Ada dua jenis jambia yaitu jambia baine(prempuan) dan jambia muane (jambia laki-laki). Dibandingkan dengan badik dari daerah lain di Sulawesi selatan, ciri jambia bisa dilihat apakah mempunyai cipiq dan bisaq. Cipiq adalah tanda pada jambia yang terbelah dua ujungnya, dan bisaq adalah tanda membelah dua bagian tondong (tengkuk) maksudnya punggung badik, dan tembus dari atas hingga ke bawah bawah. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2017/04/senjata-tradisional-sulawesi-barat/
Ritual yang paling khas di Polewali Mandar adalah totamma' mangaji (khatam Al-Qur'an). Pada acara ini acapkali ditandai dengan pessaweang sayyang mattu'du' (penunggangan Kuda meanri) yang dilakukan oleh perempuan-perempuan Mandar dengan mengenakan pakaian adat dan diarak keliling kampung dengan diiringi parrawana (pemukul rebana) diselingi dengan kalinda'da' (sastra lisan Mandar). Acara serupa ini biasanya dihelat berbarengan dengan acara Maulid di hampir semua kecamatan yang ada di Polewali Mandar. Menariknya, ritual semacam ini biasanya diawali dengan pambacangan (upacara syukuran) dengan melantunkan barsanji (tembang pujian kepada Rasulullah) saat pagi dan siang harinya. Dan pada sore harinya baru digelar acara sayyang pattu'du'. Kecamatan yang paling sering melakukan ritual ini adalah Polewali, Matakali, Wonomulyo, Campalagian, Mapilli, Luyo, Balanipa, Tinambung, Limboro, dan Alu.
Massossor sossorang (menyucikan pusaka) adalah ritual yang menarik. Tidak jarang ritual ini diawali dan dirangkaikan dengan beragam prosesi adat lainnya. Khusus untuk massossor sossorang misalnya, maka prosesi yang mesti mendahuluinya adalah menggelar acara mappauli banua (mengobati kampung) dan mattula' bala (menolak bala) yang akan dilanjutkan dengan penyucian dan acara ziarah ke kuburan para tetuah leluhur kampung sebagai bagian yang tak terpisahkan dari acara massossor sossorang. Acara ini hingga kini mulai jarang ditemukan. Dan salahsatu daerah yang hampir tiap tahun menggelar acara penyucian sossorang ta'bilowe (gong pusaka) adalah Desa Mosso Kecamatan Balanipa yang untuk menjangkaunya bisa ditempuh dengan melakukan perjalanan darat ke arah Barat ibukota Polewali sekita 30 Km. Dan berada sekitar 8 Km dari ibukota Kecamatan Balanipa ke arah Utara di atas wilayah pegunungan.
Acara pelantikan adat atau arayang adalah ritual yang juga sangat khas pada masyarakat Mandar. Biasanya pada ritual ini ditandai dengan penyematan sokko biring (kopiah khas Mandar) dan penyerahan keris pusaka kepada arayang yang dilantik dan dilakukan oleh pappuangan atau petinggi adat yang berperan mewakili warga. Pada prosesi ini juga dirangkaikan dengan upacara massossor (penyucian) benda pusaka dan pengucapan janji di depan khalayak warga yang mengikuti prosesi tersebut. Sayangnya acara ini agak susah ditemukan mengingat biasanya acara ini hanya diselenggrakan pada saat ada arayang yang mangkat dan digantikan oleh arayang yang baru. Sumber: http://ab-muhaimin.blogspot.com/2018/01/ritual-tradisional-suku-mandar-sulawesi.html
ABSTRACT Mappandesasi ritual is an oral folklore tradition, a folklore which form is a compiled of oral and non-oral elements. Oral tradition connects generation of past, present and future. Oral tradition inherited from generation to generation, in everyday life, thoughts, sayings, and behavior of individual or group is the real implementation of the text. This research is a qualitative-descriptive research and uses deep interview and observation method. The result of this research show that the ritual is usually performed before fishermans goes fishing, as a gesture of asking for safety and fortune to the sasi guardian and also performed after fishing to thank the sasi guardian for granting them safety and fortune. In mappandesasi ritual, the people prepare some equipment as a ritual medium. It consist of cattle, beke, and mannu as the sacrificial animal. Keywords: ritual, sasi, fisherman, and Mandar ABSTRAK Ritual mappandesasi me...