Sejarah Muna yang berkembang pada masyarakat Suku Mbojo dimulai dari Busu yaitu sebuah Desa yang terletak di lembah Ndano Nae pinggir utara Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat Busu merupakan masyarakat yang kesehariannya hidup dari menenun, hingga kini Busu dikenal sebagai sentral penghasil tenunan, selain itu bagi para prianya mereka hidup bertani dan berladang. Pada catatan para pelaut abad 16 bahwa pelabuhan Bima sudah menjual kain pada para pedagang yang singgah di teluk Bima. Perkembangan tenunan pada Suku Mbojo hingga melahirkan berbagai karya kain dan sarung yang indah serta berbagai ragam motif sarung seperti Salungka, Renda, Kapa’a dan lain sebagainya. Namun ada satu yang menarik yaitu Rimpu yang menggunakan sarung lokal atau disebut Tembe Ngoli oleh masyarakat Bima. Awal mula berkembangnya tenun (Muna) pada masyarakat Busu seperti yang dikisahkan oleh Bapak Muhammad Sidik atau dikenal dengan panggilan Aba La Hari mengisahkan sejarah leluhurnya dan perk...
Bagi masyarakat Bima Rumah atau Uma Ngge’e Kai merupakan kebutuhan paling pokok dalam kehidupan keluarga. Dalam falsafah masyarakat Bima lama bahwa orang yang baik itu yang berasal dari keturunan yang baik, harus mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah yang kuat dan indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tunggang yang lincah. Dari ungkapan di atas, jelaslah bahwa rumah merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh diabaikan. Karena itu dalam membangun rumah harus memilih PANGGITA atau arsitek yang memiliki Loa Ra Tingi yang tinggi dan berakhlak mulia. Panggita juga harus memahami SASATO (Sifat atau pribadi) pemilik rumah. Baku Ro Uku atau bentuk dan ukuran dalam arti tata ruang harus disesuaikan dengan sifat dan kepribadian pemilik rumah. Bentuk dan jenis rumah Bima hampir sama dengan rumah tradisional Makassar dan Bugis. Di Bima dikenal dua jenis rumah yaitu Uma Panggu Ceko dengan gaya arsitektur tradisional Makassar dan Uma Panggu Pa&...
Namanya Oha Santa Pejo Dan Oha Po o. kedua makanan ini berbahan dasar beras ketan, kelapa parut dan Pejo atau kacang merah. Kedua makanan ini mengalami proses masak yang sama yaitu dengan cara disantan. sehingga dinamakan Oha Santa. Yang membedakan adalah taburan Pejo atau kacang merah pada oha santa pejo dan taburan kelapa parut yang dibubuhi gula merah maupun gula putih pada oha Po o. Pada masa lalu Oha santa pejo tidak ditaburi kelapa parut dan gula. Tapi di kedai Oha Po o di Sera suba, Sefo( penjual oha po o) menaburkan kelapa parut dan gula merah pada Oha Santa Pejo. Kedua oha ini sebenarnya ada dimana mana di belahan nusantara, terutama pada masyarakat Melayu. Penamaan dan istilahnya saja yang berbeda di masing masing daerah. Pada masa lalu, 0ha Po o maupun oha santa pejo biasa disuguhkan pada hajatan warga terutama memasuki hajatan Wura Bola atau Misfus sya'ban. Dalam menyambut ramadhan, nasyarakat Bima menggelar Doa Bola atau Do a Misfus Sya’ban. Harga...
Pada masa lalu, wanita Mbojo memiliki tata busana harian yang terdiri dari Baju Bodo atau Baju Poro yaitu baju berlengan pendek yang mendapat pengaruh dari Makasar. Warna baju Bodo melambangkan status pemakaianya. Baju Poro berwarna merah adalah untuk para gadis. Baju Poro berwarna hitam dan ungu adalah untuk kaum ibu. Sedangkan warna kuning dan hijau adalah untuk wanita keluarga sultan. Di ujung lengan baju di pasang “Satampa baju”, berfungsi sebagai penutup lengan dan juga sebagai asesoris. Tetapi pada masa kini, seiring pesatnya pemakaian Jilbab, untuk menutup lengan hingga pergelangan tangan, kaum wanita menggunakan manset penutut dengan berbagai macam warna yang disesuaikan dengan warna baju poro. Demikian juga masalah warna, wanita Mbojo sudah tidak lagi mengikuti aturan dan tata cara masa lalu. Warna Baju Bodo sudah disesuaikan dengan selera zaman. Untuk pakaian bawah, pada masa lalu menggunakan Tembe su’i atau tembe songke (sarung songket), warna...
Kue tradisional Mbojo yang satu ini mirip krupuk. Bahkan di kampung saya sering menyebut dengan krupuk arunggina. Kadang juga disebut Renggina. Terlepas dari perbedaan penyebutan tersebut, Arunggina maupun Renggina cukup diminati oleh semua kalangan. Memakannya diwaktu panas atau dalam keadaan hangat adalah saat-saat yang tepat. Di Pasar Ama Hami Kota Bima, krupuk Arunggina sudah jarang ditemukan. Pada masa lalu, Arunggina sering dibuat ketika ada hajatanhajatan seperti acara Doa pada malam misfus sa’ban atau yang oleh orang-orang Bima dikenal dengan Do’a Bola. Bahan pembuatan Arunggina adalah beras ketan dan sedikit garam. Beras ketan direbus dengan dandan dan setelah matang dikeluarkan serta dibebentuk seperti layaknya kerupuk. Kemudian dijemur hingga kering, lalu Arunggina digoreng seperti krupuk. Kriuk renyahnya sangat terasa ketika Arunggina disajikan bersama makanan lainnya. Maraknya peredaran kerupuk dalam berbagai jenis dan cita rasa saat ini telah mengge...
Alunan Ziki Roko adalah untaian doa dan harapan senoga kegiatan penobatan Jena Teke ke 17 Kesultanan Bima berjalan dengan lancar. Ziki Roko adalah tradisi yang tumbuh dan berkembang di lingkungan Istana Bima dalam rangka keogiatan kegiatan di istana seperti acara Maulid dan Hanta UA PUA dan hari hari besar islam. Pada masa sultan Bima ke 2 Abdul khair Sirajuddin(1640 -1682) telah ditetapkan RAWI NAE MA TOLU KALI SAMBA'A Atau tiga pekerjaan besar yang tiga kali setahun yaitu Idul Fitri, Idul Adha dan UA PUA. Calender of event telah ditetapkan oleh kesultanan Bima sejak empat abad silam. Pada masa lalu, peserta Ziki Roko adalah khusus warga Salama,Santi, Kampung Nae, Kampung Melayu. dan kampuny kampung lainnya ziki adalah zikir.Roko adalah Loru atau menemani dan mendoakan untuk keselamatan dunia dan akhirat.” Mala ini, pelantun Ziki Roko didatangkan dari kampung Salama Kota Bima”. Papar Ketua Panitia, Abdul Karim Azis, SH. Pada minggu 18 September 2016 prosesi...
Sepintas kita lihat bangunan ini adalah sebuah rumah panggung seperti rumah masyarakat Bima pada umumnya. Bangunan yang terkonstruksi dari kayu jati alam Bima ini adalah sebuah Istana yang disebut ASI BOU atau Istana Baru. Istana ini terletak di samping timur Istana Bima (Sekarang Museum Asi Mbojo). Dinamakan ASI BOU karena didirikan belakangan setelah pendirian Istana Bima pada tahun v1927, tepatnya pada masa Pemerintahan Sultan Ibrahim (1881 – 1936). ASI BOU Dibangun untuk putera Mahkota Muhammad Salahuddin. Namun setelah dinobatkan menjadi sultan, Muhammad Salahuddin memilih tinggal di Istana lama. Akhirnya ASI BOU ini ditempati oleh adiknya Haji Abdul Azis atau yang dikenal dengan nama Ruma Haji. Bangunan ini menghadap ke arah utara dengan panjang sekitar 16 Meter dan lebar 8 meter. Terdiri dari Sancaka Tando (Emperan Depan ) yang berfungsi sebagai ruang tamu. Ada juga beberapa kamar tidur sultan dan keluarganya. Kemudian dibelakangnya terdapat Sancaka Kontu (Serambi B...
Syair dan senandung adalah bagian dari kehidupan masyarakat Bima tempo dulu. Di peradaban tanah Donggo, syair dan senandung melingkupi seluruh rangkaian prosesi daur hidup masyarakatnya. Salah satu syair dan senandung yang masih eksis hingga saat ini adalah Inambaru. Senandung ini adalah ratapan yang menyayat hati sebagai ritual pelepasan terhadap seseorang yang dicintai yang pergi jauh dan meninggal dunia. Ketua Sanggar Ncuhi Mbawa, Ignasius Ismail mengungkapkan bahwa pada masa lalu, Inambaru dilantunkan khusus dalam peristiwa sakral, namun saat ini hanya untuk hiburan saja.” Pada masa lalu, ketika ada keluarga yang meninggal dunia, seorang perempuan melantunkan Inambaru sambil meracau dan menyebut kebaikan-kebaikan si mayat. “ Ungkap Ignasius Ismail yang juga pendeta gereja setempat. Ketika Inambaru dilantunkan, para pelayat menggerakkan tangan seperti mengelus si mayit. Orang Donggo memang memiliki tata cara sendiri dalam menguburkan mayat. Sebelum mayat dikub...
Mpa’a Karumpa, demikianlah nama permainan yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Engrang ini. Mpa'a dalam bahasa Bima berarti permainan. Pada masa lalu, permainan ini ditemukan di berbagai daerah di nusantara. Mpa’a Karumpa cukup terkenal di Bima. Permainan ini sering dilakukan oleh anak-anak usia 7 sampai 13 tahun(anak SD, SMP). Tetapi tidak jarang anak yang duduk di bangku TK pun sudah bisa memainkannya dan orang dewasa pun ikut memainkan permainan Karumpa ini. Cara memainkan permainan ini sebenarnya beragam, yang dilakukan anak-anak di desa Sambori ini hanyalah salah satu dari banyak cara yang lainnya. Mpa’a Karumpa ini dipandang sebagai permainan yang menyenangkan, menantang, dan tidak memakan biaya yang mahal untuk membuat alat permainan tersebut. Cara membuatnya pun mudah. Mula-mula bambu dipotongmenjadi dua bagian yang panjangnya masing-masing sekitar 2½-3 meter. Setelah itu, dipotong lagi bambu yang lain menjadi dua bagian dengan ukuranmasing...