Syair dan senandung adalah bagian dari kehidupan masyarakat Bima tempo dulu. Di peradaban tanah Donggo, syair dan senandung melingkupi seluruh rangkaian prosesi daur hidup masyarakatnya. Salah satu syair dan senandung yang masih eksis hingga saat ini adalah Inambaru. Senandung ini adalah ratapan yang menyayat hati sebagai ritual pelepasan terhadap seseorang yang dicintai yang pergi jauh dan meninggal dunia.
Ketua Sanggar Ncuhi Mbawa, Ignasius Ismail mengungkapkan bahwa pada masa lalu, Inambaru dilantunkan khusus dalam peristiwa sakral, namun saat ini hanya untuk hiburan saja.” Pada masa lalu, ketika ada keluarga yang meninggal dunia, seorang perempuan melantunkan Inambaru sambil meracau dan menyebut kebaikan-kebaikan si mayat. “ Ungkap Ignasius Ismail yang juga pendeta gereja setempat. Ketika Inambaru dilantunkan, para pelayat menggerakkan tangan seperti mengelus si mayit.
Orang Donggo memang memiliki tata cara sendiri dalam menguburkan mayat. Sebelum mayat dikubur, keluarga membakar kemenyam dalam kamar orang yang meninggal. Tujuannya agar rohnya mendapatkan perlindungan dari roh nenek moyangnya.(Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima, 302). Senandung Inambaru adalah lantunan syair perpisahan kepada orang-orang tercinta. Senandung pelepasan karena akan pergi jauh untuk selama-lamanya. Tapi dalam konteks kekinian, sebagaimana diungkapkan Ignasius Ismail, lantunan senandung Inambaru sudah tidak lagi dilantunkan dihadapan mayat, tetapi telah tertransformasi ke dalam seni pertunjukkan dan hiburan. Meskipun alunan syair masih mengikuti Inambaru yang dulu, namun mengalami beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kondisi. Senandung Inambaru yang dulunya tanpa music pengiring, kini telah diiringi alunan Sarone (serunai).
Pelantun Inambaru yang masih fasih dan menguasai syairnya saat ini adalah ibu Cristine Siti Hawa, warga dusun Sangari desa Mbawa. Sedangkan peniup Saronenya adalah H.Abdullah, yang juga warga setempat. Crhistine Siti Hawa beragama katolik, sedangkan H.Abdullah beragama islam. Mereka memang beda agama dan keyakinan, namun tetap bersatu dalam bingkai adat dan budaya Donggo.
Syair dalam senandung Inambaru tidak tetap dan berubah-ubah tergantung keadaan. Satu pelantun saja bisa melantunkan syair dan senandung yang berbeda, apalagi pelantun lainnya. Situasi dan kondisi pada saat senandung ini digelar memberi pengaruh terhadap perubahan syair tersebut.
Berikut petikan syair dan senandung Inambaru yang dilantukan ibu Cristina Siti Hawa.
Ncengga la ngina hali be da nangi
Ncengga na rewo hali be da rawa
Malaisi au nangi la’o ka ou
Ndake manku ita doho siwe labo mone
Malaosi lamba rade
Waapu kani salenda bura
Tiwi pu oi kai cere kala
Bunga ndi lo’o oi kabubu lu’u
Teka ku doro dambe pidu nai ese dore
Londo awa sori pidu nai awa sera
Sura di Batu caura nee wati bade fode mana’e
Artinya
Kalau ada perpisahan selalu kita menangis
Kalau ada perpisahan dengan shabat atau
keluarga yang paling kita cintai
selalu kita menangis
begini bapak ibu saudara/saudari kalau pergi kekuburan
mengunjungi keluarga yang sudah meninggal
pakailah selendang putih dan bawalah air pakai cerek merah
bunga kita siram diatas kuburan,air meresap kedalam jasad
naik gunung tujuh hari diatas puncak
turun kekali tujuh hari dikaki gunung
karna ikut kemauan kita tidak kenal badai yang sangat besar
Sumber: bimasumbawa.com
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.