Berikut ini cerita daerah Kisah Towjatuwa Dan Buaya Sakti di Sungai Rami. Cerita ini berasal dari daerah Papua, tepatnya Jayapura. Inti dari cerita ini adalah tentang tolong-menolong dan balas budi antara buaya sakti yang bernama Watuwe dengan Towjatuwa. Dahulu kala hidup sepasang suami istri di Kampung Sawjatami, Jayapura, Papua. Sang suami bernama Towjatuwa. Kala itu, istri Towjatuwa tengah hamil tua dan mengalami kesulitan dalam melahirkan bayinya. Suatu ketika sang istri menggigil karena mengalami pendarahan, namun bayi dalam rahimnya tidak kunjung keluar. Karena panik, Towjatuwa bergegas pergi ke seorang nenek dukun di kampungnya untuk meminta bantuan. “Nenek, nenek tolong…istri saya hendak melahirkan tapi si bayi tidak kunjung keluar. Istri saya kesakitan tolong nek!” Towjatuwa memanggil nenek dukun. “Baiklah, aku akan menyiapkan peralatan agar bisa membantu istrimu melahirkan. Kau pulanglah dulu, aku akan menyusulmu.” Ne...
Alkisah, di daerah Mimika, Papua, terdapat sebuah kampung yang dihuni oleh sekelompok suku Mimika. Mata pencaharian penduduk tersebut adalah memangkur sagu yang telah diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Setiap hari, baik kaum laki-laki maupun perempuan, memangkur sagu di sepanjang aliran sungai di daerah itu. Suatu hari, beberapa orang dari penduduk kampung tersebut hendak mencari sagu dengan menggunakan perahu. Selain membawa alat berupa kapak dan pangkur,[1] mereka juga membawa bekal berupa makanan dan minuman karena kegiatan memangkur sagu tersebut memerlukan waktu sekitar dua sampai tiga hari. Setelah beberapa lama melayari sungai, tibalah mereka di suatu tempat yang banyak ditumbuhi pohon sagu. Dengan penuh semangat, kaum laki-laki mulai menebang pohon sagu yang sudah bisa diambil sari patinya. Setelah rebah, pohon sagu itu mereka kuliti untuk mendapatkan hati sagu yang berada di dalamnya. Kemudian hati dari pohon itu mereka tum...
ALKISAH, dahulu di daerah Asmat hiduplah tujuh orang bersaudara yang telah yatim piatu. Ayah dan ibu mereka telah lama meninggal karena suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Anak tertua dari tujuh bersaudara itu bernama Ker. Menyusul di belakangnya, adiknya yang bernama Okhrobit, kemudian Ovorirat. Anak yang keempat, kelima, dan keenam semuanya mempunyai sebuah nama, yaitu Beribit Ua,Beribit Enga,Beribit Uco. Dan yang paling bungsu adalah seorang anak perempuan, bernama Taraot. Ketujuh orang bersaudara ini sepeninggalan orang tuanya diasuh oleh neneknya, bernama Yamsyaot. Nenek Yamsyaot terkenal sangat keras dalam mendidik mereka. Mereka tinggal di suatu tempat yang terpencil, jauh dari kampung-kampung lainnya. Nenek Yamsyaot membuat sebuah rumah yang hangat bagi cucunya. Rumah itu terbuat dari tiang-tiang kayu dan ijuk sebagai tembok dan atapnya. Rumah tradisional ini terkenal di seluruh Irian Jaya dengan nama honay (honai). Pada suatu hari Ker araucasam ata...
Triton adalah alat musik tradisional masyarakat Papua. Triton dimainkan dengan cara ditiup. Alat musik ini terdapat di seluruh pantai, terutama di daerah Biak, Yapen, Waropen, Nabire, Wondama, serta kepulauan Raja Amat. Awalnya, alat ini hanya digunakan untuk sarana komunikasi atau sebagai alat panggil/ pemberi tanda. Selanjutnya, alat ini juga digunakan sebagai sarana hiburan dan alat musik tradisional. Sumber : http://id.m.wikipedia.org/wiki/Triton_(alat_musik)
Suara anak babi itu menjerit jerit menyayat ketika dipanggul oleh Rumbe, seorang warga suku Dani, Lembah Baliem. Suaranya terdengar seperti lengkingan anjing. Mungkin si babi itu sudah mencium bau kematian. Yali Mabel sang kepala suku sudah bersiap di ujung sana, dengan anak panahnya yang terhunus. Dua anjing mengkuti terus Rumbe ke tempat penjagalan yang dikelilingi warga Dusun Jiwika. Sementara berhadapan dengan mereka – di sisi seberang – beberapa orang sudah menyelesaikan tumpukan batu terakhir, sebagai tempat pembakaran. Rumbe memegang kaki babi itu, sementara temannya memegang telinga babinya. Mereka membuat jarak untuk merenggangkan tubuh sang babi sambil menunggu Kepala suku membidik dengan panahnya. Suara babi terus melengking tak henti. Anjing anjing terus mengendus ngendus tanah. Suara warga mendadak senyap saat anak panah melesat, menembus jantung babi malang itu. Ia terus meronta ronta ketika Yali Mabel menarik sambil memutar mutar anak p...
Menurut beberapa sumber tari Musyoh merupakan tari sakral yang berbentuk ritual dalam upaya mengusir arwah orang meninggal lantaran kecelakaan. Tarian ini umumnya di tarikan saat ada seseorang dari warga suku papua yang meninggal lantaran kecelakan dan dipercaya bahwa arwahnya itu tidak tenang. Hingga dengan dilaksanakan tarian ini maka akan membuat arwah orang tersebut dapat tenang. Tari Musyoh, Sedangkan Tari Selamat Datang yaitu tarian yang diiringi dengan musik ritmis dengan pola gerak tari dinamis yang menunjukkan keceriaan hati masyarakat dalam menyongsong tamu yang dihormati. Tari ini menampilkan beberapa kelompok penari pria dengan baju adat papua lengkap dengan tameng dan tombaknya. Tarian ini hampir menyerupai seperti tarian perang, di mana gerakan yang energik terlihat dalam memainkan tameng serta tombak, kadang-kadang diiringi nada teriakan yang khas. Itulah menjadi gerakan khas dalam tarian tersebut.
Tifa dibuat dari batang kayu yang dihilangkan isinya. Salah satu ujungnya lalu ditutupi menggunakan kulit binatang seperti kulit rusa. Kulit rusa ini telah mengalami proses pengeringan terlebih dahulu, agar bisa menghasilkan bunyi yang indah. Isinya diambil di salah satu sisi ujung-ujungnya tertutup, dan biasanya mencakup kulit rusa digunakan yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang baik dan indah. Bentuknya biasanya dibuat dengan ukiran. Tifa biasanya dimainkan saat ada acara, seperti acara penyambutan tamu penting, upacara adat dan sebagainya. Alat musik ini juga digunakan untuk mengiringi aneka tarian tradisional.
Pikon berasal dari kata pikonane. Dalam bahasa Baliem, Pikonane berarti alat musik bunyi. Alat ini terbuat dari sejenis bambu yang beruas-ruas dan berongga bernama Hite. Bagian tengah alat musik ini ditinggalkan sepotong lidi penggetar. Pikon yang ditiup sambil menarik talinya ini hanya akan mengeluarkan nada-nada dasar, berupa do, mi dan sol. Alat musik ini biasanya memiliki panjang 5,2 cm. Pikon banyak terdapat di masyarakat asli pegunungan tengah dan sebagian pedalaman dataran rendah Papua. Musik Tradisional ini telah dikenal dan biasa ditampilkan dalam Festival Budaya Lembah Baliem Jayawijaya setiap 17 Agustus.
Berbeda dengan Tifa yang dipukul seperti gendang, Triton adalah alat musik tradisional Papua yang berupa alat tiup. Triton terdapat dihampir seluruh wilayah pantai seperti Kepulauan Raja Ampat, Biak, Teluk Wondama, Yapen Waropen, dan Nabire. Semula Triton digunakan sebagai alat panggil atau pemberi tanda sebagai sarana berkomunikasi. Tapi kemudian Triton mengalami perkembangan menjadi alat musik yang digunakan untuk hiburan.