Ritual
Ritual
Upacara Pemakaman Papua Papua
Upacara Bakar Batu
- 24 Januari 2015

Suara anak babi itu menjerit jerit menyayat ketika dipanggul oleh Rumbe, seorang warga suku Dani, Lembah Baliem. Suaranya terdengar seperti lengkingan anjing.
Mungkin si babi itu sudah mencium bau kematian. Yali Mabel sang kepala suku sudah bersiap di ujung sana, dengan anak panahnya yang terhunus. Dua anjing mengkuti terus Rumbe ke tempat penjagalan yang dikelilingi warga Dusun Jiwika. Sementara berhadapan dengan mereka – di sisi seberang – beberapa orang sudah menyelesaikan tumpukan batu terakhir, sebagai tempat pembakaran.

Rumbe memegang kaki babi itu, sementara temannya memegang telinga babinya. Mereka membuat jarak untuk merenggangkan tubuh sang babi sambil menunggu Kepala suku membidik dengan panahnya. Suara babi terus melengking tak henti. Anjing anjing terus mengendus ngendus tanah. Suara warga mendadak senyap saat anak panah melesat, menembus jantung babi malang itu.
Ia terus meronta ronta ketika Yali Mabel menarik sambil memutar mutar anak panahnya, dari tubuh. Anjing anjing berebutan menjilat darah babi yang berceceran di tanah. Begitu anak panah tercabut, tubuh babi dilepas terjerembab di tanah. Mati, diam tak bersuara.
Seketika, orang orang menyanyikan lagu lagu pesta. Hari ini upacara bakar batu telah dimulai prosesinya.

Pegunungan Jayawijaya terasa sangat menggetarkan di lihat dari dalam pesawat jenis ATR yang membawa kami ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Selimut kabut bagai sabuk melingkari disekelilingnya. Mata dunia mulai memperhatikan Lembah Baliem, ketika sebuah pesawat C 47 Dakota jatuh pada masa perang dunia tahun 1945. Tiga orang kebangsaan Amerika yang selamat dalam kecelakaan itu, menyebut tempat itu sebagai ‘ Shangri-la ‘.
Padahal jauh sebelumnya pada tahun 1938, Lembah Baliem ditemukan Mr. Archbold, seorang berkebangsaan Amerika yang memimpin ekspedisi ornithological. Mereka melaporkan lembah ketinggian 1800 kaki ini dihuni oleh suku suku asing. Majalah National Geographic melaporkan penemuan ini dalam edisi Maret 1941.
Lembah ini sangat subur dan dikelilingi di seluruh oleh puncak puncak menjulang setinggi 2.500 sampai 4.000 meter. Kesuburannya membuat penduduk lembah telah bertani selama lebih dari 9.000 tahun, dan
baru ditemukan oleh peradaban modern pada tahun 1938.

Ada tiga suku utama yang menghuni Lembah Baliem: Suku Dani di dataran paling rendah, lalu Suku Lani di barat dan Suku Yali di selatan-timur.
Setiap suku memiliki budaya yang berbeda. Satu cara yang pasti dan menarik untuk membedakan suku-suku tersebut adalah dari Koteka, atau penis labu, yang dipakai oleh kaum laki lakinya.

Suku Dani menggunakan jenis Koteka yang panjang tipis, Lani berbentuk ukuran lebar bulat dan Suku Yali menggunakan Koteka yang terpanjang dari semuanya dengan rotan yang melingkar di pinggang.
Biasanya wanita lajang – Suku Dani atau Lani- mengenakan rok kulit pendek dibawah pantat, sementara perempuan yang sudah menikah mengenakan rok serat anggrek. Kadang dihiasi dengan jerami, dan tas anyaman yang disebut “noken” di taruh di punggung mereka.
Dani dan Lani yang berkaitan erat – berbicara dalam dialek yang berbeda dari bahasa yang sama tetapi mampu saling memahami. Sementara Yali, berbicara bahasa yang sama sekali berbeda dengan suku lainnya Mereka tinggal di dalam hutan perawan yang jaraknya jauh dan terletak di dataran lebih tinggi. Bisa butuh waktu perjalanan 5 hari melalui darat untuk mencapainya.
Sebelum tahun 1970, suku Yali tertutup dari dunia luar dan ditenggarai masih kanibal sebelum para misionaris memperkenalkan agama Kristen dan membuka kepada dunia luar.

Suku Dani menempati lembah yang paling subur bertani selama ribuan tahun telah mengenal tanaman umbi umbian, pisang, kacang, ketimun dan beberapa jenis sayuran. Mereka bekerja terampil dan menggali parit-parit yang panjang untuk irigasi dan sudah berpikir meninggalkan tanah kosong di antara tanaman.

Biasanya yang membersihkan lahan dan mengolah tanah untuk panen pertama adalah pekerjaan laki-laki secara tradisional . Sementara penanaman, penyiangan dan panen akan dilakukan oleh perempuan.
Bagi masyarakat Dani, wanita dan pria tidak tinggal bersama sama dalam satu rumah. Para laki laki Dani tinggal bersama dalam rumah yang disebut ‘ Honay ‘.
Sedangkan wanita ,baik yang sudah diperistri tinggal bersama anak anak mereka di rumah panjang yang juga menjadi rumah dapur mereka.

Tidak dimungkiri, Suku Dani adalah suku yang paling popular diantara suku suku penghuni lembah Baliem. Kita bisa melihat ‘ mummi ‘ yang sudah beratus tahun di desa Aima dan Jiwika di lembah ini.
Suku Dani dulu juga terkenal karena kebiasaan jika seseorang meninggal di desa, maka ruas jari dari dari saudara perempuanya yang masih hidup akan dipotong. Kini perlahan misionaris berusaha menghilangkan kebiasaan ini, namun sisa sisa perempuan yang ruas jarinya terpotong masih banyak dijumpai di sana.

Upacara Bakar batu merupakan ‘highlight ‘ paling utama dari Suku Dani. Kami akan melakukannya di desa Jiwika. sekitar 20 km utara dari Wamena.
Yali, sang kepala suku akan menyiapkan semuanya. Mereka akan memakai kostum terbaiknya, taring babi dan bulu bulu burung. Begitu kami memasuki kampung teriakan teriakan menyambut tamu dari jauh, sambil melakukan proses tarian perang.
Beberapa wanita melumuri tubuhnya dengan lumpur, sebagai tanda berkabung karena salah satu saudaranya baru saja meninggal.

Sebelumnya mereka sudah menyiapkan tumpukan kayu kayu dan menaruh batu batu diatasnya. Salah satu anggota suku menggosokan rotan untuk membuat api yang membakar batu batu hingga panas.

Setelah itu babi itu itu angkat di letakan di atas batu panas, untuk membuang rambut dan bulu bulu dikulitnya. Dalam proses setengah matang, babi itu di tarus dibelah dan dikeluarkan isi perutnya. Beberapa orang memasukan bumbu bumbu , termasuk isi buah merah dan daun daunan.
Disisi lainnya, sebuah lubang besar di tengah tengah halaman perkampungan, sudah ditutupi oleh daun daunan. Termasuk daun pisang dan beberapa pakis. Kemudian batu batu yang panas tadi, diambil dengan penjempit kayu dimasukan kedalam lubang tadi. Lalu diikuti ubi jalar, sayuran lalu batu lagi dan babi diatasnya.
Paling akhir semuanya ditutupi oleh rumput rumputan dan bermacam macam tanaman rambat. Selama satu setengah jam berikutnya sambil menunggu matang, para wanita duduk duduk menyanyi lagu lagu.

Jaman dulu upacara ini menjadi ritual untuk menghormati tamu , namun jaman sekarang, para tamu harus membayarnya jika ingin melihatnya. Menjadi komoditi komersial. Cukup mahal harga mahar seekor babi yang akan dikurbankan. Seekor babi kecil bisa seharga Rp 5 juta dan babi dewasa yang besar mencapai Rp 20 juta.
Kepala suku Yali yang mengatur semua transaksi dan penentuan hari serta jam jam upacara.

Babi yang sudah matang kemudian diambil dan dipotong potong sehingga seluruh warga desa mendapat jatah. Para tamu bisa bersama sama makan dagingnya dan umbi umbian yang ikut dibakar tadi.
Tentu saja saya tidak mencicipinya, dan mereka cukup paham bahwa semua tamu tidak bisa memakan daging babi.

Hari semakin sore, habis sudah jamuan makan tadi. Anjing anjing mengais ngais sisa makanan dari lubang pembakaran. Masyarakat Dani kembali larut dalam kehidupan sehari harinya. Beberapa laki laki dan wanita duduk duduk sambil merokok di halaman. Tak perduli.
Angin pegunungan berhembus semakin dingin. Kami meninggalkan Desa Jiwika, Lembah Baliem menuju kota Wamena. Beberapa anak anak mengantar kami ke batas desa. Tentu saja berharap kami memberi sejumlah uang.

Oleh : Iman Brotoseno

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline