Dahulu, di sebuah kampung di Sulawesi Tenggara, hiduplah sepasang suami istri. Saat itu, sang istri sedang hamil tua. Semakin mendekati masa kelahiran, ia sering mengalami kesakitan seperti ada benda tajam yang menusuk-nusuk perutnya dari dalam. Melihat keadaan tersebut, sang suami pun hanya bisa pasrah dan berdoa semoga istri yang amat dicintainya itu dapat melahirkan dengan selamat. Akhirnya, sang istri pun melahirkan anak lelaki kembar. Ajaibnya, kedua anak itu lahir bersama dengan sebuah keris pusaka di tangan kanan masing-masing. Pasangan suami istri pun baru menyadari bahwa ternyata kedua keris itulah yang kerap menusuk-nusuk perut sang istri. Mereka kemudian memberi nama kedua anak kembarnya itu Indara Pitaraa dan Siraapare dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Sepuluh tahun kemudian, Indara Pitaraa dan Siraapare telah tumbuh menjadi remaja. Namun sayangnya, mereka menjadi anak yang nakal. Keris pusaka itu menjadi sumber kenakalan mereka. Mereka kerap menggunakan...
                    
            BAUBAU, KOMPAS.com – Kumpulan asap putih tiba-tiba keluar dari bara api kecil yang terdapat di dalam dupa. Seorang tokoh adat terlihat membaca doa dan sekali-kali tangannya memasukkan suatu benda di atas bara api hingga mengeluarkan asap. Usai membaca doa, beberapa pemuda mengangkat bahtera atau rakit kecil yang terbuat dari beberapa batang bambu dengan ukuran sekitar tiga meter. Rakit tersebut kemudian diangkat ke atas dua buah perahu kecil dan langsung dibawa ke tengah lautan. Beberapa kapal ikan milik masyarakat nelayan Kelurahan Bone-bone, Kecamatan Batupoaro, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, mengikuti dari belakang dua buah perahu kecil yang membawa rakit bahtera tersebut. Itulah ritual Haroana Andala. “ Tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun, sejak generasi pertama di masyarakat sini,” kata seorang Tokoh Adat, Muslim Mumin, Senin (4/12/2017). Di dalam rakit bahtera tersebut terdapat berbagai macam makanan mulai dari nasi pulut,...
                    
            Pade Ta'awu sendiri merupakan pusaka masyarakat suku tolaki di Mekongga maupun di Konawe. Pade Ta'awu atau Parang Ta'awu pada zaman dahulu dipergunakan oleh raja-raja atau Tamalaki (Panglima Perang) pada waktu peperangan. Pade Ta'awu sendiri Terbagi atas dua jenis Ta'awu banggania bentuknya lebih lebar, di simpan oleh tadu atau ketua kelompok, biasa di pakai untuk berburu kepala manusia pada tradisi Mongae yang diaman rambut para korban akan di simpan di gagang Ta'awu banggania Ta'awu tawa towu bentuknya tidak terlalu lebar, di pakai untuk perang dan di pakai oleh prajurit karena lebih mudah diayunkan. Ta'awu bisa di kenal dari pakemnya dan di buat oleh mbusupo turunan to sanggona.
                    
            Secara Universal rumah tinggal di kalangan suku bangsa Tolaki disebut Laika (Konawe) dan Raha (Mekongga) yang berarti “rumah” dan ada juga istilah yang menunjukan rumah seperti poiaha. Bangunan ini berukuran luas, besar, dan berbentuk segi empat terbuat dari kayu dengan diberi atap dan berdiri diatas tiang- tiang besar yang tingginya sekitar 20 kaki dari atas tanah. Bangunan ini terletak disebuah tempat yang terbuka di dalam hutan dengan dikelilingi oleh rumput alang-alang. Pada saat itu bangunan tingginya sekitar 60-70 kaki. Dipergunakan Sebagai tempat bagi raja untuk menyelenggarakan acara-acara yang bersifat seremonial atau upacara adat. Suku Tolaki dan suku Wolio merupakan dua suku yang sangat menonjol di pulau Sulawesi Tenggara yang menerapkan sistem nilai budaya ketika membangun suatu rumah untuk ditinggali ataupun rumah untuk berkumpul, yang disebut dengan pembagian secara kosmologi alam dan pembagian yang mengacu pada analogi tubuh. Tampak dari atas...
                    
            Laika mbu’u (di konawe), laika raha (di mekongga/kolaka), artinya rumah pokok/rumah induk. Disebut demikian karena bentuknya lebih besar daripada rumah biasa. Rumah semacam ini didirikan dipinggir kebun atau ladang menjelanga akan dimulainya panen dan biasanya ditempati oleh beberapa keluarga. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/rumah-adat-sulawesi-tenggara/
                    
            Laikan landa, yakni jenis rumah tinggal yang didirikan di tengah-tengah atau di pinggir kebun dan didiami oleh satu keluarga. Rumah ini ditempati selama proses pengolaan kebun sampai selesai. Setelah selesai panen dan padi sudah selesai disimpan di lumbung padi (o’ala), rumah ini biasanya ditinggalkan, jadi laika ini bukan tempat tinggal permanen. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/rumah-adat-sulawesi-tenggara/
                    
            Laika patande adalah jenis rumah yang didirikan titengah-tengah kebun sebagai tempat istirahat. Bentuk konstruksi bangunannya lebih kecil daripada laika landa di atas. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/rumah-adat-sulawesi-tenggara/
                    
            Laika kataba adalah jenis rumah papan. Bahan-bahannya terdiri dari balok dan papan. Rumah ini didirikan dengan memakai sandi atau kode tertentu, jenis rumah ini masih kita temukan di daerah kabupaten konawe di kelurahan lawulo, kecamatan anggaberi yang dibangun oleh Dr. H. Takahasi Rahmani, M.Ph. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/rumah-adat-sulawesi-tenggara/
                    
            Laika sorongga atau laika nggoburu yaitu rumah makam bagi raja (mokole/sangia) pada masa laludi kerjaan konawe atau rumah makam bagi keluarga raja, pada rumah tersebut tinggal beberapa rumah tangga budaknya untuk menjaga makam tersebut yang di dalamnya terdapat soronga. Pada masa lalu rumah soronga atau laika nggoburu terdapat didaerah meraka wilayah Kecamatan Lambuya sekarang. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/rumah-adat-sulawesi-tenggara/