Di sebuah desa di wilayah Sumatera Utara di Tapanuli tinggallah seorang laki-laki bernama Toba hidup seorang diri di gubuk kecil. Toba adalah seorang seorang petani yang sangat rajin bekerja setiap hari menanam sayuran kebunnya sendiri. Sampailah dia dimana tempat biasa dia memancing, mata kail dilempar sembari menunggu, agannya tadi tetap mengganggu konsentrasinya. Tidak beberapa lama tiba-tiba kailnya tersentak, sontak dia menarik kailnya. Diapun terkejut melihat ikan tangkapannya kali ini. Hari demi hari, tahun demi tahun umur semakin bertambah, petani tersebutpun mulai merasa bosan hidup sendiri. Terkadang untuk melepaskan kepenatan diapun sering pergi memancing ke sungai besar dekat kebunnya. Menjelang siang setelah selesai memanen beberapa sayuran dikebunnya diapun berencana pergi kesungai untuk memancing. Peralatan untuk memancing sudah dipersiapkannya, ditengah perjalanan dia sempat bergumam dalam hati berkata, "seandainya aku memiliki istri dan anak tentu aku tidak sendiri...
Manulangi Tulang merupakan suatu istilah yang berasal dari suku Batak Toba. Istilah ini sangat umum didengar di kalangan masyarakat Batak yang notabene kental akan budaya dan adat istiadat. Terdiri dari dua kata, istilah ini tidak boleh dipandang sebelah mata sebab merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat batak. Pertama, “manulangi”. Manulangi jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia artinya, “menyuap” atau “memberi makan”. Sedangkan tulang artinya, “paman” atau “om”. Jadi, manulangi tulang bisa diartikan “memberi makanan kepada paman”. Manulangi tulang juga sering disebut “Parmisi Tu Tulang” atau “Patio Baba Ni Mual”. Nah, mengapa harus Manulangi Tulang? Manulangi Tulang ini sendiri berkaitan erat dengan suatu pelaksanaan pernikahan. Zaman dulu, ada budaya dari suku Batak, dimana anak perempuan dari tulang yang sudah dewasa akan ditawarkan dan ditunangkan kepa...
Alkisah, pada zaman dahulu kala di sebuah desa yang terletak di Tanah Karo, Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri bersama dua orang anaknya yang masih kecil. Yang pertama seorang laki-laki bernama Tare Iluh, sedangkan yang kedua seorang perempuan bernama Beru Sibou. Keluarga kecil itu tampak hidup rukun dan bahagia. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena sang suami sebagai kepala rumah tangga meninggal dunia, setelah menderita sakit beberapa lama. Sepeninggal suaminya, sang istri-lah yang harus bekerja keras, membanting tulang setiap hari untuk menghidupi kedua anaknya yang masih kecil. Oleh karena setiap hari bekerja keras, wanita itu pun jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Si Tare dan adik perempuannya yang masih kecil itu, kini menjadi anak yatim piatu. Untungnya, orang tua mereka masih memiliki sanak-saudara dekat. Maka sejak itu, si Tare dan adiknya diasuh oleh bibinya, adik dari ayah mereka. Waktu terus berjalan. Si Tare Iluh tumbuh menjadi pem...
Mangalontik ipon (mengikir/ memahat gigi) merupakan ritual Batak Tradisional yaitu meratakan gigi sebagai tanda bahwa seorang anak laki-laki atau perempuan telah memasuki kedewasaan dan meninggalkan masa kanak-kanaknya. Gigi (seri dan taring) dipahat dan diratakan dengan kikir lalu diolesi getah baja (sejenis tanaman berwarna hitam) sambil di asap-asapin, untuk mengurangi rasa ngilu dan mencegah infeksi. Setelah marlontik (bergigi yang sudah dipahat) itu mereka menjalani masa robu (berpantang), guna pemulihan kesehatan gigi. Mereka hanya mengkonsumsi makanan tertentu dan tidak diperkenankan ke luar rumah selama tujuh hari. Lewat masa robu seorang pemuda maupun pemudi sudah bebas marnapuran (mengunyah sirih) di depan umum. Pada suku Batak tradisional memang marnapuran berlaku bagi perempuan dan laki-laki. Dengan marnapuran, bibir tampak memerah begitu juga gigi. Pengaruh getah baja mengakibatkan pinggir gigi dekat celah antar gigi menjadi kehitaman. Warna gigi yang m...
Kisah, “Tombak Milik Si Bagas Marhusor” berasa; dari sebuah naskah Batak yang berjudul (Hujur Ni Si Bagas”. Naskah ini diterjemahkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985. Cerita ini mengisahkan perjalanan hidup Bagas Marhusor yang penuh perjuangan dan tantangan. Dikisahkan bahwa Bagas Marhusor, anak Partiang Narbulus, lahir bersamaan dengan lahirnya Panjahatua Todosdiari, anak Raja Parsahala Sotarihuthon yang berkuasa di Lobu Sotartaban. Semula menurut ramalan Datu Pamurpur Mardupa, anak raja akan menjadi anak ajaib yang luar biasa, tetapi pada perkembangan selanjutnya, teryata justru Bagas Si Marhusor yang berkembang menjadi anak biasa, baik kecerdasan maupun kebaikan hatinya. Dalam setiap perundingan Bagas Marhusor selalu menengahkan Panjahatua Todoshiari. Dikisahkan ketia sedang berburu babi di hutan, raja diserang oleh seekor babi hutan. Partiang Narbulus, ayah Bagas Marhusor, dapat menyelam...
Seorang raja yang bertakhta di daerah Teluk Dalam. Raja Simangolong namanya. Sang raja mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik wajahnya yang bernama Sri Pandan. Sri Pandan tidak hanya cantik jelita wajahnya, namun juga dikenal baik hati. Terampil pula ia bekerja. Ia pandai menenun, menganyam tikar, dan juga terbiasa menumbuk padi. Kecantikan Sri Pandan begitu ternama. Tidak hanya diketahui rakyat, melainkan para pemuda dari negeri-negeri lain. Raja Simangolong sangat berharap, putrinya itu akan menikah dengan pangeran dari negeri lain. Dengan demikian hubungan persahabatan dengan negeri lain akan dapat terjalin dengan baik. Raja Simangolong amat gembira ketika akhirnya datang lamaran dari Kerajaan Aceh. Raja Aceh meminang Sri Pandan untuk dinikahkan dengan Pangeran Aceh yang telah dinobatkan sebagai putra mahkota. Namun demikian Raja Simangolong tidak serta merta menerima lamaran itu sebelum meminta pendapat putrinya terlebih dah...
Lompat Batu (Hombo Batu) Hombo Batu atau Lompat batu adalah sebuah ritual yang berasal dari Desa Bawo Mataluo Nias, Kabupaten Nias Selatan provinsi Sumatera Utara. Tradisi ini merupakan ritual khusus buat para pemuda suku Nias. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk menentukan apakah seorang pemuda sudah dewasa dan telah memenuhi syarat untuk menikah atau belum. Batu yang dilompati setinggi 2 meter melalui sebuah batu kecil untuk pijakan. Biasanya ada ritual khusus sebelum melompati batu, dengan memakai pakaian adat mereka akan bersemangat agar bisa melompati batu.
Tatak Menapu Kopi Kopi merupakan salah satu jenis hasil pertanian di Tanah Pakpak. Tatak Muat Kopi ini menceritakan bagaimana proses mulai dari memanen kopi, menumbuk kopi dan menjemur kopi yang dilakukan oleh pemuda-pemudi (petani) di kampungnya saat datang musim panen. Sumber : https://bataksiana.blogspot.com/2017/07/jenis-jenis-tarian-tradisional-suku.html
Tari ini menggambarkan kehidupan burung, terbang kesana kemari mencari makan dan bersendau gurau dengan kawan-kawannya. Tatak Garo Garo merupakan tatak yang menceritakan tentang seorang perempuan yang sedang mencari pasangan di kampungnya namun tidak juga menemukannya karena pemuda yang dicari sedang pergi merantau ke kampung seberang. Suatu ketika mereka bertemu dan akhirnya pemuda tersebut membawa pulang sang kekasih. Tatak ini biasa diiringi dengan lagu pertangis-tangis Menci. Masyarakat Pakpak sendiri menari-kan tarian ini ketika masa panen tiba yang menandakan sukacita masyarakat atas panen yang berlimpah Tatak Garo-garo. Sumber : Arsip Suku Batak Pakpak Sumber : https://bataksiana.blogspot.com/2017/07/jenis-jenis-tarian-tradisional-suku.html