Muharram merupakan bulan islam yang menduduki urutan pertama di tahun hijriyah. Dalam kalender jawa, datangnya bulan spesial berupa muharram adalah pertanda masuknya bulan suro atau sura karena memang penanggalannya merujuk pada kalender hijriyah atau tahun islam. Di bulan pertama tahun islam ini khususnya tanggal 10 atau dikenal dengan hari asyura, sebgaian warga muslim ada yang memperingatinya dengan menghadirkan hidangan makanan bernama jenang suro. Makanan khas ini masih sering ada di Banyuwangi, Jawa Timur. Jenang Suro khas Banyuwangi ini disediakan dengan : jenang/bubur yang terbuat dari beras perkedel kentang sambal goreng kering tempe dengan kacang telor dadar yang diiris Jenang suro ini selalu ada pada saat bulan Muharram di daerah Banyuwangi, biasanya jenang suro ini akan dibagikan kepada tetangga sekitar. dan sesuai namanya jenang/bubur ini biasanya selalu ada hanya di bulan muharram saja. Tradisi Jenang Suro dilakukan warga Banyuwangi atas dasar kisah pada saat p...
Ada beberapa versi tentang asal-usul ayam arab. Ada yang menyebutkan berasal dari jazirah arab yang dibawa oleh TKI dan dikembangkan di Malang. Tapi ada juga yang mengatakan ayam arab ini bukan berasal dari arab, melainkan ayam kampung dari Belgia. Terlepas dari asal-usulnya ayam ini disebut ayam arab karena bulu di bagian kepala hingga ke leher berwarna putih seperti kerudung “Pak Haji”. Oleh karena itu, ayam ini disebut ayam arab. Dari penampakan fisik, ukuran ayam arab lebih kecil dibanding ayam kampung lokal. Namun kemampuan bertelurnya cukup menjanjikan yakni sekitar 225 butir per tahun. Ayam arab juga tidak punya naluri mengeram sekuat ayam kampung. Sehingga cocok dikembangkan untuk usaha ternak. Dewasa ini banyak jenis silangan yang berasal dari ayam arab. Silangan ini biasanya bertujuan untuk mendapatkan produktivitas telur yang tinggi dan ketahanan seperti ayam kampung. Usaha ternak ayam buras banyak yang menggunakan jenis-jenis silangan unggul dari ayam arab.
Apabila kamu berkunjung ke kota Gandrung atau Banyuwangi pada bulan-bulan tertentu, maka sobat IowaJournalist akan dapat menyaksikan yang namanya tradisi khas Suku Osing, nama tradisi tersebut adalah Koloan Selametan. Tradisi khas suku Osing ini akan dilakukan ketika ada anak dari Suku Osing yang akan melakukan khitan atau sunatan. Filosofi dari adanya tradisi ini adalah menggembleng anak Suku Osing agar dapat mempunyai mental yang kuat dan siap untuk di khitan. Tradisi ini pada umumnya dilakukan dengan cara meneteskan darah ayam ke kepala sang anak yang akan di sunat dengan cara disembelih ayamnya. Ayam yang akan dipergunakan untuk ritual ini bukanlah ayam sebarangan. Melainkan ayam jago yang memiliki warna merah dan masih perjaka. Unik bukan? Upacara tradisi ini dapat menjadi jendela baru bagi pengalaman hidupmu karena kamu tidak akan dapat menemukan di kota-kota lainnya sobat Iowa.
Ngitung Batih merupakan adat istiadat yang digunakan untuk menghitung jumlah saudara. Tradisi ini dilakukan oleh semua elemen masyarakat tanpa terikat umur, jenis kelamin, jabatan dan perbedaan latar belakang. Ngitung Batih sendiri merupakan upaya pelestarian budaya adiluhung yang ada di tanah Jawa. Filosofi Ngitung Batih merupakan sarana doa bagi masyarakat yang berharap jumlah saudara mereka bisa tetap sama pada tahun depannya dengan tetap diberikan keselamatan, kesejahteraan, murah rezeki dan terhindar dari mara bahaya. Awal mula dilaksakannya tradisi ini diketahui sejak masa kerajaan Mataram. Dahulu di Kecamatan Dongko terjadi peperangan yang mengakibatkan jumlah warga Dongko semakin berkurang. Hal ini diduga lantaran warga Dongko menghilang pada malam hari atau emboh parane dalam bahasa masyarakat sekitar. Ngitung Batih menjadi tradisi yang memiliki makna mendalam dan begitu disakralkan oleh masyarakat sekitar. Ngitung Batih dilakukan dengan mengarak 40 takir plontang berupa...
" Wajah kota lama Semarang Abbas, Novida and Riyanto, Sugeng and Chawari, Muhammad (2019) Wajah kota lama Semarang. Badan Penelitian dan Pengembangan, Yogyakarta. ISBN 978-623-91488-2-9 [img] Text Abbas, Chawari, dan Riyanto_Semarang_2019.pdf - Published Version Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial. Download (3MB) Abstract Buku Wajah Kota Lama Semarang ini bersumber dari hasil serangkaian penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2008 sampai dengan tahun 2016. Penelitian arkeologi tersebut mengungkapkan bukti adanya benteng yang mengelilingi kawasan Kota Lama Semarang. Menurut sumber-sumber sejarah, benteng Kota Lama Semarang didirikan oleh Belanda pada sekitar pertengahan abad ke-18 dan dihancurkan pada tahun 1824. Bukti fisik tentang benteng Kota Lama Semarang ini diharapkan dapat melengkapi gambaran tentang Kota Lama Semarang sekaligus melengkapi pemahaman tentang kota berbenteng di Jawa, selain di Jakar...
Bahan-bahan: 1 Ikat bayam daun besar (Jawa=bayam ri) 1 Ikat sawi hijau 1 genggam daun kemangi 1 gayung air Bumbu halus: 4 siung bawang putih 1 ruas kencur 1 sendok teh garam 1 bungku bumbu penyedap 1 sendok makan gula Langkah: Siangi (Jawa=Pitili) daun bayam dan sawi. Asingkan batangnya. Lalu cuci bersih daun bayam,sawi,dan daun kemangi Haluskan bumbu. Parut kelapa,dan peras ambil santan dibagi menjadi 2. Santan kental dan santan encer. Rebus air sampai mendidih. Lalu masukkan batang daun bayam dan sawi nya dulu sampai empuk.Baru daun"nya.jika sudah empuk semua angkat dan tiriskan. Rebus santan encer dulu sambil masukkan bumbu halus tadi. Sampai mendidih. Lalu masukkan daun bayam dan sawi yg sudah direbus tadi.tunggu sampai mendidih. Jika sudah mendidih masukkan santan kental dan beri garam,Masako Ayam dan gula. Tunggu sampai mendidih.tabur daun kemangi di atasnya. Aduk" lagi. Lalu icip-icip rasa. Siap disajikan
Umat Hindu Tengger mempercayai bahwa sembilan penjuru alam semesta ini dijaga oleh Manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Dewata Nawa atb Sanga yang meliputi Dewa Wisnu, Sambu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara dan Siwa. Upacara adat ini dilaksanakan tiap satu tahun sekali yang jatuh pada Panglong ke Sanga (9) setiap Bulan Kesanga menurut hitungan Kalender Tengger. Berbeda dengan Kasada, dalam upacara adat “Pujan Kasanga” terbagi menjadi 3 (tiga) sesi yaitu resik, puja mantra/bantenan dan mubeng dheso. Sarana yang dibutuhkan dalam sesi pertama adalah sesajen yang terdiri dari panggang ayam, tumpeng, bunga panca warna, pisang ayu, suruh dan jambe ayu. Selain itu, persembahan yang berupa beberapa ekor ayam utuh dan bahan pangan lainnya dan pada akhir upacara adat persembahan ini akan diserahkan kepada para sesepuh Desa. Semua dikumpulkan di rumah Kepala Desa untuk dibacakan japa mantra oleh Dukun Adat yang disebut Rama Dukun Pandito. Masyarakat tengger mempe...
Upacara Tugel Kuncung atau Tugel gombak juga merupakan salah satu upacara tradisional yang diselenggarakan oleh masyarakat Tengger di Desa Wonokerso, kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo. Upacara ini diadakan untuk anak laki-laki yang berumur empat tahun, yang siap untuk melakukan khitan. Proses pertama yang dilakukan adalah memotong rambut dahi dari anak laki-laki yang mengikuti jalannya upacara, untuk mendapatkan berkat dan kesejahteraan dari Tuhan. Sementara itu, Tugel Gombak adalah upacara untuk anak perempuan. Upacara ini wajib bagi masyarakat Tengger dan yang akan selalu diadakan sekali dalam seumur hidup. Sebelum upacara, masyarakat menggelar doa bersama di Pura setempat. Lalu, dukun yang memimpin upacara ini akan memotong rambut para peserta inisiasi. Masyarakat setempat percaya bahwa Tugel Kuncung dan Tugel Gombak dilakukan untuk melempar nasib buruk jauh dari remaja pubertas, dan diharapkan mereka akan terhindar dari berbagai rintangan dalam hidup dan memiliki kemak...
Bersih Desa merupakan slametan atau upacara adat Jawa untuk memberikan sesaji kepada danyang desa. Sesaji berasal dari kewajiban setiap keluarga untuk menyumbangkan makanan. Bersih desa dilakukan oleh masyarakat dusun untuk membersihkan desa dari roh-roh jahat yang mengganggu. Maka sesaji diberikan kepada danyang, karena danyang dipercaya sebagai penjaga sebuah desa. Dengan demikian, upacara bersih desa diadakan di makam danyang. Di desa yang mempunyai pengaruh muslim kuat, upacara bersih desa diadakan dilaksanakan di Masjid. Adapun isinya adalah doa-doa dalam Muslim. Sementara, di beberapa desa yang tidak memiliki makam danyang, upacara bersih desa diadakan di rumah kepala desa maupun di Pendopo Kantor Kepala Desa. Bersih desa juga dimaknai sebagai ungkapan syukur atas panen padi, maka upacaranya dilakukan setelah panen padi berakhir. Bersih desa biasanya diadakan pada bulan Sela atau Syawal, yaitu bulan ke-11 Kalender Jawa. Untuk tanggal, setiap desa berbeda pelaksanaannya, namun...