Wayang Kancil diciptakan oleh Sunan Giri, kira-kira akhir abad 15, sebagai media penyebaran agama Islam di Jawa. Akan tetapi, wayang Kancil tidak berkembang pesat sebagaimana wayang kulit Purwa. Wayang kancil dipopulerkan kembali oleh seorang Tionghoa yang bernama Bo Liem pada 1925. Wayang kancil yang dibuat dari kulit kerbau tersebut ditatah oleh Lie Too Hien. Sejalan dengan waktu, wayang kancil disempurnakan kembali oleh Raden Mas Sayid pada 1943. Wayang Kancil pada waktu itu dipentaskan dengan memakai kelir (layar yang berupa kain putih untuk menangkap bayangan pada wayang kulit) sebagaimana wayang kulit purwa. Pasang surut keberadaan wayang kancil terjadi bersama dengan perkembangan kebudayaan yang ada pada masyarakatnya. Pada tahun 1980, akhirnya wayang kancil di Yogyakarta menjadi populer kembali berkat seorang dalang dan ahli tatah sungging yang bernama Ki Ledjar Subroto. Penciptaan pengembangan wayang kancil tahun 1980 ini, didasarkan atas keprihatinan Ki Ledjar Subroto...
Tradisi ngapem adalah salah satu tradisi turun temurun Keraton Yogyakakarta yang ada sejak zaman Islam Jawa Kuno. Tradisi ngapem ini secara khusus diadakan untuk memperingati hari raya kenaikan tahta Sri Sultan Hamengkubuwono X ( dalam bahasa Jawa : Tingalan Jumenengan Dalem ) yang memasuki tahun ke-23. Biasanya tradisi ini diadakan di bulan Ruwah, salah satu bulan di penanggalan Jawa dan diadakan setahun sekali. Kue apem ini hanya dibuat oleh wanita, baik istri Raja, anak dan keturunan raja, serta kerabat Keraton dengan alasan wanita adalah pelayanan dari pria. Nantinya, kue ini hanya dibagikan kepada abdi dalem Keraton yang sejak dahulu melayani Raja Yogyakarta dan keturunannya yang jumlahnya mencapai 2.500 orang. Namun kue apem yang dibuat pada acara Tradisi Ngapem ini berbeda dengan kue apem pada umumnya. Pada acara ini, ada dua jenis kue apem yang dibagikan yaitu apem mustaka (diameter kurang lebih 20 cm) untuk abdi dalem yang memiliki posisi tinggi, dan a...
Dalam rangka memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj yang jatuh pada tanggal 27 Rejeb tahun Jawa, Keraton Yogyakarta mengadakan Hajad Dalem Yasa Peksi Burak . Yasa berarti membuat atau mengadakan. Peksi adalah burung. Burak adalah Buraq, makhluk yang diyakini menjadi kendaraan nabi saat melakukan Isra' Mi'raj . Hajad Dalem ini diawali dengan membuat Peksi Burak , pohon buah dan empat pohon bunga. Peksi Burak dibuat menggunakan buah dan kulit jeruk bali. Kulit tersebut dibentuk dan diukir menyerupai badan, leher, kepala, dan sayap burung. Burung jantan diberi jengger (pial) untuk membedakannya dari burung betina. Masing-masing Peksi Burak akan diletakkan di atas sebuah susuh , atau sarang, yang dirangkai dari daun kemuning sebagai tempat bertengger. Peksi Burak dan susuh ini diletakkan di bagian paling atas dari pohon buah, dengan disangga oleh ruas-ruas bambu. Pohon buah dibuat dari tujuh macam buah lokal yang...
Jemparingan merupakan olah raga panahan khas Kerajaan Mataram. Berbeda dari panahan pada umumnya yang dilakukan sambil berdiri, jemparingan dilakukan dengan duduk bersila. Hingga kini jemparingan masih lestari, baik di Yogyakarta maupun di Surakarta. Asal usul jemparingan di Kesultanan Yogyakarta, atau juga dikenal sebagai jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta, dapat ditelusuri sejak awal keberadaan Kesultanan Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, mendorong segenap pengikut dan rakyatnya untuk belajar memanah sebagai sarana membentuk watak kesatria. Watak kesatria yang dimaksudkan adalah empat nilai yang harus disandang oleh warga Yogyakarta. Keempat nilai yang diperintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk dijadikan pegangan oleh rakyatnya tersebut adalah sawiji , greget , sengguh , dan ora mingkuh . Sawiji berarti berkonsentrasi, greget berarti semangat, sengguh berarti rasa percaya diri, dan ora mingkuh ber...
Sumber cerita beksan Guntur Segara dari siklus Panji, dapat dikenali pula dari cerita dan permainan wayang Gedhog. Dari naskah tari Guntur Segara yang disusun Soenartomo Tjondroradono (Maret, 1999), dapat ditarik suatu pemahaman bahwa Raden Jayasena adalah adik Prabu Kediri. Sedangkan Guntur Segara adalah Prajurit baru yang semacam dipersaudarakan dengan Prabu Ngracang Kencana dari Dhasaring Pertala (dasar bumi). Dalam naskah, Raden Jayasena bertarung dengan Raden Guntur Segara. Ternyata, Raden Jayasena adalah putra Prabu di Jenggala, dari Isteri Dyah Dewi Wandhasari. Pada waktu itu, Raden Jayasena menghadap Raja Jenggala dan memohon agar dirinya diakui sebagai putranya dari ibu Dewi Windansari. Raja Jenggala belum bersedia mengakuinya sebagai putra, sebelum Raden Jayasena dapat mengalahkan putra Raden Brajanata yang bernama Raden Guntur Segara. Akhirnya pertempuran terjadi. Meskipun pertempuran di antara keduanya sama kuat dan tidak bisa saling mengalahkan, Raja Jenggal akhirny...
Salah satu bagian dari upacara daur hidup masyarakat Jawa adalah upacara supitan , yakni upacara sunat atau khitan bagi anak laki-laki. Sunat adalah proses memotong kulit zakar sehingga kepala penisnya terlihat, dengan maksud untuk menghilangkan sesuker atau kotoran yang ada dalam penis. Bagi penganut agama Islam, proses ini adalah hal yang wajib dilakukan. Berikut adalah tahap-tahap pelaksanaan Supitan untuk Putra Dalem (anak Sultan) yang dilaksanakan di lingkungan Keraton Yogyakarta, berdasarkan Pranatan Lampah Lampah atau pedoman tata laksana pada tanggal 12 Mei 1975. Satu hari sebelum pelaksanaan upacara, gamelan Gangsa Slendro dan Pelog ditata di G edong Gangsa sebelah utara dan selatan sejak pukul 15.00, lalu mulai ditabuh hingga pukul 18.00 oleh Abdi Dalem Punakawan Kridamardawa . Sementara gamelan Kanjeng Kiai Kebo Ganggang ditata di Bangsal Mandalasana . Selain itu, krobongan , atau pekobongan (bangunan berbentuk bilik kecil non-permanen)...
Dhaup Ageng adalah hajad seorang raja ketika menikahkan anak perempuannya. Dalam tradisi Jawa, gelaran pernikahan diselenggarakan oleh pihak perempuan. Pada umumnya raja-raja jaman dahulu memiliki banyak istri dan anak, untuk itu Upacara Dhaup Ageng hanya digelar jika calon mempelai wanita merupakan putri raja yang lahir dari seorang permaisuri. Disamping itu, tidak jarang upacara pernikahan kerajaan pada jaman dahulu digelar sekaligus untuk beberapa putra-putri Sultan. Tercatat pada Tahun 1939 Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menikahkan 7 pasang pengantin secara bersamaan. Pada jaman dahulu Dhaup Ageng digelar dengan rangkaian prosesi yang dilakukan hingga berhari-hari. Bahkan pantangan yang harus dijalani oleh kedua mempelai berlangsung beberapa hari sebelum upacara pernikahan hingga 35 ( selapan ) hari setelahnya. Dari masa ke masa, upacara Dhaup Ageng telah mengalami banyak penyederhanaan. Walaupun demikian inti da...
Aktivitas yang dapat dilakukan di Alun-alun Kidul Yogyakarta sangat beragam, akan tetapi aktivitas yang paling populer adalah laku masangin. Menurut mitos yang dipercaya turun temurun, bagi siapa saja yang berhasil melakukan masangin maka orang tersebut hatinya bersih dan permohonannya akan terkabul. Walaupun sudah banyak orang yang tidak percaya namun tetap saja siapapun akan penasaran untuk mencobanya sebagai obat penasaran. Kondisi Alkid pada pagi hari biasanya digunakan oleh para ibu untuk mengasuh anaknya yang masih kecil, terdapat penjual jajanan, dan juga akan terlihat anak-anak sekolah yang menggunakan tepat tersebut untuk tempat berolah raga. Menjelang sore Alkid mulai ramai dikunjungi oleh rombongan keluarga yang refresing menghabiskan waktu menunggu adzan Magrib. Setelah malam suasana akan semakin bertambah ramai dikunjungi oleh wisatawan yang mencoba melakukan masangin atau sekedar untuk kumpul-kumpul di tepi jalan. Suasana akan bertambah indah karena lampu hias...
Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII, tradisi macapat mulai dipopulerkan kembali. Sultan Hamengkubuwono VII yang sangat peduli tentang pendidikan, industry, dan kesenian, mewajibkan parakeluarga kerajaan untuk mempelajari dan melestarikan tradisi macapat. Pada awal perkembangannya, macapat hanya diperuntukkan untuk keluarga istana seperti anak, adik dan kerabat raja; namun lama kelamaan para abdi dalem keraton mulai mempelajari dan menyukai tradisi tersebut; kemudian dikenal oleh masyarakat luas, sehingga pada tahun 1960-an didirikan sekolah khusus macapat bagi masyarakat. Selain di Keraton Yogyakarta, berdasarkan Babad Pakualaman dijelaskan bahwa tradisi macapat telah dilakukan sejak Pakualam I hingga Pakualam IV, pelaksanaannya setiap hari Jum’at di Pendapa Pakualaman. Macapat dibacakan oleh abdi dalem di hadapan adipati atau raja, dan keluarga kerajaan, serta terdapat orang yang bertugas untuk membedah atau menjelaskan isi dan maksud dari macapat tersebut....