Badik/kawali, adalah senjata khas daerah bugis. Seperti layaknya daerah-daerah lain di Nusantara badik/kawali merupakan senjata tradisional yang tidak hanya berfungsi sebagai senjata tetapi juga sebagai simbol yang menunjukan pribadi pemegangnya maupun cita-cita dan harapan. Pada masa terdahulu di Tana Bone, setiap anak terutama laki-laki dibekali dengan sepucuk badik, keingingan dan harapan orang tua terhadap sang anak biasanya dimanifestasikan melalui badik/kawali yang dipesan khusus kepada seorang Panre. Seperti misalnya apabila orang tua mengharapkan si anak hidup sejahtera tanpa kekurangan, maka dia sang orang tua akan memesan badik yang berpamor Kurisi atau Madaung ase. Begitu pula apabila orang tua ingin anaknya menjadi pemimpin yang disegani, pemberani dan berkahrisma maka yang dipesan adalah pamor makkure'cillampa. Di Tana Bone terdapat beberapa macam jenis badik/kawali yang terkenal seperti salapu' (sebagian orang menggolongkan sebagai keris/tappi') gecong ,raja, to asi,dll....
Prosesi Mattompang, adalah merupakan salah satu upacara adat yang sakral, yaitu upacara mensucikan benda-benda pusaka Kerajaan Bone yang disebut Mappepaccing Arajang atau dalam istilah pangadereng (adat) disebut Rilangiri dan secara khusus disebut Mattompang Arajang Yang dimaksud dengan Arajang ialah benda atau sekumpulan benda yang sakral karena memiliki nilai magis dan pernah dipergunakan oleh raja atau pembesar kerajaan. Benda-benda tersebut disimpan secara khusus dan sangat dihormati. Pada zaman dahulu, Mappepaccing Arajang dilaksanakan oleh para Bissu atas restu raja atau mangkau di dalam ruangan tempat penyimpanan arajang tersebut. Adapun tahapan prosesi Mattompang Arajang dilaksanakan dengan tatacara sebagai berikut: 1.Mappaota Ketua Adat mempersembahkan Daun Sirih yang diletakkan dalam sebuah Cawan kepada Bupati Bone sebagai laporan bahwa upacara adat akan segera dimulai. Selanjutnya diiringi oleh para Bissu ke tempat Arajang. 2.Penjemputan Benda-benda Pusaka dari Tempat Araja...
Disebut Maggiri' karena menusuk-nusukkan benda tajam pada tubuhnya. Disebut juga Mabbissu karena pada umumnya diperagakan oleh bissu. Bissu itu sendiri berjenis kelamin laki-laki namun sifat dan karakternya seperti perempuan dalam bahasa Bugis Bone disebu Calabai. Dan mereka tidak mengenal kawin-mawin. Dahulu bissu bertugas untuk membersihkan benda-benda kerajaan Bone. Aksi memperagakan kekebalan tubuh terhadap senjata tajam atau Debus lewat tarian ternyata tidak hanya ada di Banten, Jabar. Sulawesi Selatan juga punya Tari Maggiri/Mabissu. Dalam pertunjukkan ini, penari akan menusuk-nusuk tubuhnya dengan badik/kawali. Tarian yang dimainkan oleh enam penari pria ini, awalnya terlihat biasa saja. Layaknya tarian pada umumnya, Maggiri atau Mabissu diiringi oleh tabuhan gendang yang berirama khas. Dalam gerakannya, keenam penari ini melantunkan mantra-mantra mistis dalam bahasa To Rilangi (bahasa kuno suku Bugis). Pertunjukkan seni ini sering ditampilkan pada perayaan Hari Jadi Bone ini,...
Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Upacara kematian ini disebut Rambu Solo'. Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat Tana Toraja dulu, sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan b...
Goa mampu merupakan salah satu objek wisata alam yang terluas di Provinsi Sulawesi Selatan, goa ini juga menyimpan sejuta kisah yang dipercaya oleh sebagian besar masyarakat dengan sebutan alebborengnge ri Mampu (musibah/malapetaka di Mampu). Di dalam goa yang memiliki luas sekitar 2000 meter persegi itu, para pengunjung disuguhi pemandangan stalagtit dan stalagmit yang sangat rapi, beberapa bongkahan batu yang berbentuk manusia, perahu, hewan, tumpukan padi, persawahan. Ya, memang mirip sebuah perkampungan. Selait itu, didalam goa tersebut terdapat kuburan kuno yang menambah kesan mistis, satu kuburan terletak tak jauh dari mulut goa dan yang satunya lagi berada di puncak goa itu atau tepatnya ditingkatan tujuh. Legenda tentang goa mampu, juga tercatat dalam buku Lontara Bugis. Yang menceritakan mengenai kisah sebuah perkampungan yang mendapat kutukan dan seluruhnya telah berubah menjadi batu. Namun meski demikian, hingga kini belum ada pelurusan sejarah tentang legenda goa mampu ini...
Mappere' merupakan salah satu pesta rakyat dan telah menjadi tradisi tahunan masyarakat dibeberapa desa di Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sebagian besar masyarakat yang berada di kecamatan tersebut, menjadikan permainan mappere' sebagai ritual dan bentuk kesyukuran atas hasil panen yang telah mereka peroleh. Waktu pelaksanaan tradisi mappere', tidaklah menentu. Namun biasanya mappere' digelar pada akhir tahun, antara bulan Oktober hingga bulan Desember. Mappere' berasal dari bahasa bugis yang berarti bermain ayunan. Permainan itu tentunya bukan hal yang asing di telinga anda. Namun, bagaimana jika ayunan tersebut memiliki ketinggian belasan meter? Tentunya bukan hal yang biasa. Ketika ribuan warga telah memadati lapangan terbuka, serta pemuka adat sedang membaca mantra untuk keselamatan para gadis agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada saat tradisi sedang berlangsung. maka itu suatu pertanda acara mappere' akan segera dimulai. Permainan...
Berbagai macam permainan rakyat yang dianggap sebagai suatu tradisi untuk mensyukuri hasil panen yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, beraneka ragam pula bentuk dan caranya. Massempe' merupakan salah satu permainan rakyat yang cukup unik dan telah dianggap sebagai tradisi oleh masyarakat. Permainan tersebut, rutin dilaksanakan setiap tahunnya oleh warga dibeberapa desa di Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Massempe' berasal dari bahasa bugis, yaitu dari kata sempe' yang berarti menendang atau menyepak. Sedangkan awalan kata Ma memiliki makna melakukan sesuatu. Berarti massempe' adalah melakukan suatu pertarungan dengan cara menendang ataupun menyepak lawan. Tradisi saling tendang atau adu ketangkasan tersebut, merupakan pertarungan bebas antara dua pria dengan mengandalkan kekuatan kaki untuk menjatuhkan lawan. Karena dalam permainan itu, peserta tidak diperbolehkan menggunakan tangan untuk menyerang, namun menangkis serangan lawan tidak masalah. Sebel...
Kue Barongko adalah kue yang terbuat dari pisang. Kue Barongko merupakan salah satu kue tradisional dari daerah Sulawesi Selatan khususnya daerah bugis Makassar. Selain itu Kue barongku sering kita jumpai di berbagai acara, misalnya: acara pesta adat dan acara perkawinan di Sulawesi Selatan. Sebelum membuat Kue Barongko, ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan dalam pembuatan Kue Barongko yaitu: 1. Alat yang harus kita gunakan - Pisau - Gunting - Hekter - Dandang - Wadah - Kompor (Elpiji) - Kocokan telur - Baskom - Gelas Cangkir - Blender 2. Bahan - Daun pisang - 4 Sisir Pisang - 20 Butir Telur - 2 Kg Gula - Vanili secukupnya - 3 Biji Kelapa yang sudah di parut - 1 Kaleng Susu - 1 Liter Air Setelah alat dan bahannya telah tersedia, maka kita dapat memulai membuat kue barongko. Berikut langkah-langkah membuat kue barongko: Daun pisang yang s...
Waju Tokko dalam bahasa bugis dan baju bodo dalam bahasa Makassar adalah baju adat Bugis-Makassar yang dikenakan oleh perempuan. Sedangkan Lipa' sabbe adalah sarung sutra, biasanya bercorak kotak dan dipakai sebagai bawahan baju bodo. Dahulu , ada peraturan mengenai pemakaian Waju Tokko. Masing-masing warna manunjukkan tingkat usia perempuan yang mengenakannya. 1. Warna jingga, dipakai oleh perempuan umur 10 tahun. 2. Warna jingga dan merah darah digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun. 3. Warna merah darah untuk 17-25 tahun. 4. Warna putih digunakan oleh para inang dan dukun. 5. Warna hijau diperuntukkan bagi puteri bangsawan 6. Warna ungu dipakai oleh para janda. Selain peraturan pemakaian Waju Tokko itu, dahulu hingga sekarang ini juga masih sering didapati perempuan Bugis-Makassar yang mengenakan Waju Tokko sebagai pakaian pesta, misalnya pada pesta pernikahan. Akan tetapi saat ini, baju adat ini sudah semakin terkikis oleh perubahan zaman. Waju Tokko kini terpinggirkan, diganti...