Gamelan Banjar adalah seni karawitan dengan peralatan musik gamelan yang berkembang di kalangan suku Banjar di Kalimantan Selatan. Gamelan Banjar yang ada di Kalsel ada 2 jenis yaitu versi keraton dan versi rakyatan. Dalam perkembangannya musik gamelan Banjar versi keraton semakin punah. Sementara musik Gamelan Banjar versi rakyatan hingga saat ini masin eksis. Gamelan Banjar keberadaannya sudah ada sejak jaman Kerajaan Negara Dipa pada abad ke-14 yang dibawa oleh Pangeran Suryanata ke Kalimantan Selatan bersamaan dengan kesenian Wayang Kulit Banjar dan senjata keris sebagai hadiah kerajaan Majapahit. Pada masa itu masyarakat Kalsel pada waktu itu dianjurkan untuk meniru budaya Jawa. Pasca runtuhnya Kerajaan Negara Daha (1526), ada beberapa pemuka adat yang mengajarkan seni gamelan dan seni lainnya kepada masyarakat. Masa Pangeran Hidayatulla, penabuh-penabuh gamelan disuruh belajar menabuh gamelan di keraton Solo. Dalam hal itu hingga sekarang, baik pukulan dan lainnya menjadi...
Berbagai kisah dan cerita tentang legenda anak durhaka. Di antaranya, Malin Kundang di Sumatera Barat yang disumpah menjadi batu, Sampuraga di Mandailing Natal Sumatera Utara yang konon katanya, berubah menjadi sebuah sumur berisi air panas. Di Kota Tanjungbalai, akibat durhaka terhadap ibunya, seorang pemuda dikutuk menjadi sebuah daratan yang dikelilingi perairan, yakni Pulau Simardan. Berbagai cerita masyarakat Kota Tanjungbalai, Simardan adalah anak wanita miskin dan yatim. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan. Setelah beberapa tahun merantau dan tidak diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta, mendengar kabar dari masyarakat tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak bertemu. Bahagia anaknya telah kembali, ibu Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu menemuka...
Tumpek adalah upacara yang dilasanakan oleh umat hindu di bali sebagai penghormatan kepada alam semesta. tumpek jatuh setiap hari sabtu kliwon (5 minggu sekali) dan tumpek yang sama akan berulang setiap kurang lebih 7 bulan sekali. Sabtu Kliwon Wuku Landep: Tumpek Landep Sabtu Kliwon Wuku Wariga: Tumpek Wariga Sabtu Kliwon Wuku Kuningan: Tumpek Kuningan (Hari Raya Kuningan) Sabtu Kliwon Wuku Krulut : Tumpek Krulut Sabtu Kliwon Wuku Uye: Tumpek Uye Sabtu Kliwon Wuku Wayang: Tumpek Wayang
Wayang Wong pada dasarnya adalah seni pertunjukan topeng dan perwayangan dengan pelaku-pelaku manusia atau orang (wong). Dalam membawakan tokoh-tokoh yang dimainkan, semua penari berdialog, semua tokoh utama memakai bahasa Kawi sedangkan para punakawan memakai bahasa Bali. Pada beberapa bagian pertunjukan, para penari juga menyanyi dengan menampilkan bait - bait penting dari Kakawin. Di Bali ada dua Jenis Wayang Wong, yaitu Wayang Wong Ramayana, dan Wayang Wong Parwa. Wayang Wong Ramayana kemudian disebut Wayang Wong saja, ialah dramatari perwayangan yang hanya mengambil lakon dari wira carita Ramayana. Hampir semua penari mengenakan topeng. Diiringi dengan gamelan Batel Wayang yang berlaras Slendro. Terdapat di desa-desa: * Mas, Telepud, Den Tiyis (Gianyar), * Marga, Apuan, Tunjuk, Klating (Tabanan), * Sulahan (Bangli), * Wates Tengah (Karangasem), * Bualu (Badung), * Prancak, Batuagung (Jembrana) Wayang Wong Parwa yang biasa disebut Parwa yakni dramatari...
Dalang : Asep Sunandar Cerita : Giri Harja III Keterangan: Wayang Golek adalah sebuah bentukan wayang tradisional seni Sunda, Jawa Barat. Tidak seperti wayang kulit yang biasa ditemui di daerah Jawa lainnya dan Bali, wayang ini terbuat dari kayu, sebuah objek tiga dimensi dan tidak menggunakan layar. Digunakan batang pohon pisang untuk tempat berdirinya wayang-wayang, di mana di belakangnya duduk seorang dalang yang ditemani sekelompok penabuh gamelan (nayaga) di mana jumlahnya bisa mencapai 20 orang. Para nayaga itu dikomandoi oleh dalang dengan memberikan tanda-tanda ketukan (kecrek) sesuai dengan keadaan cerita yang sedang berlangsung.
Lokasi : Royal Festival Hall, 8 September 2007 Cerita wayang sudah ada sejak zaman raja Erlangga di Kahuripan permulaan abad ke-11. Pada masa tersebut sudah ada ahli sastra kepercayaan raja Erlangga yakni Mpu Kanwa yang menulis kitab Arjuna Wiwaha. Isi dari kitab Arjuna Wiwaha antara lain menceritakan Arjuna ketika bertapa di dalam goa Witaraga sebagai brahmana dengan nama Begawan Ciptoning. Sebagai Pertapa, Arjuna berhasil membinasakan raksasa Niwatakawaca dari kerajaan Manimantaka yang bermaksud melamar bidadari Dewi Supraba. Atas jasanya itu, Arjuna mendapat penghargaan dari dewa Endra berupa sebuah panah lengkap dengan busurnya bernama panah Pasopati.
Langen Mandra Wanara adalah salah satu bentuk drama tari Jawa yang mempergunakan materi tari tradisi klasik gaya Yogyakarta. Drama tari yang menggambarkan banyak wanara (kera) dan berfungsi sebagai hiburan ini merupakan perkembangan dari drama tari yang telah ada, yaitu Langendriya yang bersumber dari Serat Damarwulan. Keduanya, baik Langendriya maupun Langen Mandra Wanara, disajikan dalam bentuk tari dengan posisi jengkeng atau jongkok1) disertai dengan dialog yang berupa tembang macapat. Bedanya, yang sekaligus merupakan perkembangannya, adalah lakon yang dibawakan. Jika lokan yang dibawakan dalam tari drama Langendriya bersumber dari ceritera yang lain, maka Langen Mandra Wanara bersumber dari cerita Ramayana, seperti: Subali Lena, Senggana Duta, Rahwana Gugur, dan lain sebagainya. Konon, drama tari Langen Mandra Wanara ini telah ada, bahkan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VI. Pada masa itu setiap malam di istana selalu ada kegiatan "gladen"...
Dalam Wacana dan Khasanah Kebudayaan Nusantara, Kujang diakui sebagai senjata tradisional masyarakat Masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan Kujang dikenal sebagai senjata yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang. Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406) Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa. Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusa...
Nama Lain Gambuh Penanggungjawab Karya Budaya Sekeha Gambuh Pura Desa Batuan Alamat Penanggungjawab Karya Budaya Desa Batuan, Sukawati, Gianyar, Bali Pada umumnya fungsi Gambuh adalah sebagai Tari Bebali (seremonial), yaitu sebagai pengiring upacara di pura-pura. Dramatari Gambuh sebagai tari lakon klasik tertua dalam khazanah tari Bali adalah merupakan bentuk total teater yang memiliki unsur seni, drama, music, dialog dan tembang. Dramatari gambuh masih memakai nama-nama tokoh penarinya diambil dari nama-nama kaum bangsawan kerajaan di Jawa Timur pada abad ke 12-14. Nama-nama itu diantaranya Demang Sampi Gontak, Tumenggung Macan Angelur, Rangga Toh Jiwa, Arya Kebo Angun-angun, Punta Tan Mundur, dan lain-lainya. Dramatari Gambuh mengambil tema dari cerita Panji yaitu sebuah hikayat yang menceritakan kehidupan, peperangan, roman dari raja-raja Jenggala, Kediri, Gegelang, dan sebagainya. Di Bali cerita ini disebut Malat. Pada Dewasa ini masih ada beberapa Sekeha Ga...