×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Seni Pertunjukan

Elemen Budaya

Seni Pertunjukan

Provinsi

DI Jogjakarta

Langen Mandra Wanara

Tanggal 05 Oct 2008 oleh Budaya Indonesia.

Langen Mandra Wanara adalah salah satu bentuk drama tari Jawa yang mempergunakan materi tari tradisi klasik gaya Yogyakarta. Drama tari yang menggambarkan banyak wanara (kera) dan berfungsi sebagai hiburan ini merupakan perkembangan dari drama tari yang telah ada, yaitu Langendriya yang bersumber dari Serat Damarwulan. Keduanya, baik Langendriya maupun Langen Mandra Wanara, disajikan dalam bentuk tari dengan posisi jengkeng atau jongkok1) disertai dengan dialog yang berupa tembang macapat. Bedanya, yang sekaligus merupakan perkembangannya, adalah lakon yang dibawakan. Jika lokan yang dibawakan dalam tari drama Langendriya bersumber dari ceritera yang lain, maka Langen Mandra Wanara bersumber dari cerita Ramayana, seperti: Subali Lena, Senggana Duta, Rahwana Gugur, dan lain sebagainya.

Konon, drama tari Langen Mandra Wanara ini telah ada, bahkan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VI. Pada masa itu setiap malam di istana selalu ada kegiatan "gladen" tari atau karawitan, kecuali pada bulan Ramadhan karena bulan tersebut dianggap sebagai bulan suci, sehingga untuk sementara ditiadakan (dihentikan). Dan, sebagai penggantinya adalah pembacaan serat babad dalam tembang macapat yang isinya mengisahkan tentang tokoh-tokoh babad dengan segala jasa dan suri teladannya.

Mengingat bahwa setiap bulan Ramadhan yang membaca serat babad itu hanya seorang, maka KRT Purwodiningrat mempunyai gagasan agar pembacaaan serat babad dilakukan oleh beberapa orang. Jadi, setiap orang berperan sebagai tokoh dalam ceritera yang ada di dalam babad. Gagasan itu mendapat sambutan yang baik karena dirasa pembacaan lebih hidup dan setiap pembaca ceritera babad dapat menghayati serta memberi karakterisasi terhadap tokoh yang dibacakannya. Kemudian, gagasan tersebut digabung dengan gagasan Pangeran Mangkubumi, yaitu penggunaan kostum yang sesuai dengan tokoh yang dibacanya. Posisi duduk pelaku saling berhadapan. Ketika salah seorang pelaku mendapat giliran membaca, maka orang tersebut maju dengan jalan jongkok. Perkembangan selanjutnya adalah disertai dengan tari-tarian.

Sekitar pertengahan abad ke-20, drama tari yang disebut sebagai Langen Mandra Wanara ini kurang diminati oleh para sutresna. Mereka merasa bahwa menari sambil berjalan dalam posisi jongkok sangat sulit untuk dikuasai. Namun, atas anjuran Prof Dr. Priyono, menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Langen Mandra Wanara digiatkan dan ditata kembali oleh C. Hardjasubrata. Langen Mandra Wanara rakitan baru ini tidak semuanya mengetengahkan tari dalam posisi "jengkeng", tetapi ada bagian yang dilakukan dengan berdiri. Selain itu, karya Patih Danurejo VII (Langen Mandra Wanara) yang pada mulanya semua pelakunya laki-laki, bahkan peran wanita pun dilakukan oleh laki-laki, kini peran wanitanya dilakukan oleh wanita.

Pemain, Tempat dan Peralatan

Untuk dapat mementaskan Langen Mandra Wanara dibutuhkan sekitar 45 orang yang terdiri dari 30 orang pemain, 13 orang penabuh gamelan, satu orang waranggana, dan satu orang dalang. Fungsi dalang adalah sebagai pengatur laku dan membantu para aktor dalam penyampaian cerita dengan melakukan suluk (monolog). Kostum dan make up yang dipakai selama pertunjukan mengikuti patron wayang kulit.

Pertunjukan Langen Mandra Wanara biasanya diadakan pada saat ada upacara-upacara, seperti perkawinan dan hari-hari besar lainnya. Pertunjukkan yang kurang lebih memakan waktu tujuh jam ini dilakukan pada malam hari dan biasanya bertempat di pendopo dengan penerangan lampu petromaks atau listrik. Pertunjukan Langen Mandro Wanara biasanya dilengkapi dengan alat musik gamelan Jawa lengkap (pelog dan selendro).


DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...