Kitab ini merupakan Rujukan Utama falsafah hidup ulun / orang lampung yang secara garis besar membahas 5 (lima) pokok hidup antara lain : Pi'il PesenggikhiMalu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri . Segala sesuatu yangmenyangkut harga diri, prilaku dan sikap hidup yang dapat menjaga dan menegakkan nama baik danmartabat secara pribadi maupun kelompok yang senantiasa dipertahan Sakai SambaianGotong Royong, Tolong-menolong, bahu membahu, dan saling memberi sesuatu yang diperlukanbagi pihak lain. Nemui NyimahSaling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu. Bermurah hati dan ramahtamah terhadap semua pihak baik terhadap orang dalam kelompoknya maupun terhadap siapa sajayang berhubungan dengan dengan masyarakat lampung Nengah NyampukhTata pergaulan masyarakat Lampung dengan kesediaan membuka diri dalam pergaulan masyarakatumum dan pengetahuan luas. Bejuluk AdokTata ketentuan pokok yang selalu diikuti dan diwa...
Setelah masyarakat adat Pugung memeluk ajaran agama Islam, selanjutnya berdiri Keratuan Darah Putih sebagai tempat penyebaran Islam di daerah Lampung yang pertama. Sesudahnya lambat laun secara berangsur-angsur orang-orang peminggir yang bertempat tinggal di sana, terutama di pantai selatan mulai memeluk agama Islam. Untuk membangun syiar Islam serta melakukan dakwah, maka antara Ratu Darah Putih dan Pangeran Sabakingking atau Maulana Hasanuddin mengadakan mufakat. Kata sepakat itu terkenal dengan Perjanjian Dalung Kuripan . Dalam perjanjian ini disebutkan: "Ratu Darah Putih linggih dateng Lampung. Maka dateng Pangeran Sabakingking, maka mufakat. Maka wiraos sapa kang tua sapa kang anom kita iki. Maka pepatutan angadu wong anyata kakak tua kelayan anom. Maka mati wong Lampung dingin. Maka mati mulih wong Banten ing buri ngongkon ning ngadu dateng pugung ing djero luang. Maka nyata anom Ratu Darah...
Ditemukan di Palas Pasemah (Provinsi Lampung) dan tidak berangka tahun. Prasasti ini mencertitakan bahwa daerah Lampung Selatan telah diduduki oleh Kerajaan Sriwijaya pada akhir abad ke-7 Masehi. Prasasti Palas Pasemah terbuat dari batu, bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno yang terdiri dari 13 baris berisi ancaman dan kutukan bagi yang melanggar perintah/kekuasaan Sriwijaya. Prasasti Palas Pasemah merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya abad VII-IX Masehi. Menurut Boechari (1979), berdasarkan perbandingan bentuk huruf dengan prasasti-prasasti lainnya, Prasasti Palas Pasemah diduga berasal dari akhir abad ke-7 M. Prasasti tersebut berisi tentang penaklukan daerah Lampung dan kutukan-kutukan kepada yang berani memberontak kepada Sriwijaya. Prasasti yang isinya mirip dengan Prasasti Palas Pasemah ditemukan di Kota Kapur, Bangka (Sumadio, 1990: 58 – 59). Taranskripsi Prasasti Palas Pasemah Siddha kita...
AKSARA LAMPUNG adalah kata atau kumpulan abjad huruf dalam bahasa lampung. AKSARA LAMPUNG ka ga nga pa ba ma ta da na ca ja nya ya a la ra sa wa ha gra
Aksara Lampung atau biasa disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan masyarakat Suku Lampung. Para ahli berpendapat bahwa aksara ini berasal dari perkembangan aksara devanagari yang lengkapnya disebut Dewdatt Deva Nagari atau aksara Pallawa dari India Selatan. Aksara tersebut berbentuk suku kata seperti halnya aksara Jawa ca-ra-ka atau bahasa Arab alif-ba-ta. Had Lampung terdiri dari huruf induk yang berjumlah 20 buah, yakni: ka–ga–nga–pa–ba–ma–ta–da–na–ca–ja–nya–ya–a –la–ra–sa–wa–ha–gha. Serta atribut lain seperti; anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah Kaganga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan. Maka pemerian vokal dan diftongnya menggunakan tanda-tanda serupa fathah pada baris atas dan tanda-tanda kasrah pada baris bawah, tetapi tidak menggunakan tand...
Rumpun bahasa Lampung adalah sekelompok bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Provinsi Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten. Rumpun ini terdiri dari : Bahasa Komering , Bahasa Lampung Api dan Bahasa Lampung Nyo . Kelompok ini merupakan cabang tersendiri dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia . Ada yang membagi rumpun bahasa Lampung dalam dua dilek. Pertama, dialek A yang dipakai oleh ulun Melinting-Maringgai, Pesisir Rajabasa, Pesisir Teluk, Pesisir Semaka, Pesisir Krui, Belalau dan Ranau, Komering, dan Kayu Agung (yang beradat Lampung Peminggir/Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, dialek O yang dipakai oleh ulun Abung dan Menggala/Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun). Dr Van Royen mengklasifikasikan rumpun bahasa Lampung dalam dua subdialek, yaitu dialek Belalau atau dialek Api, dan dialek Abung atau Nyo. A. Di...
Di daerah Lampung tidak pernah ditemukan suatu indikator sebagai pusat pemerintahan pada tingkat kerajaan dari masa Hindu-Buddha (Klasik). Beberapa tinggalan dari masa klasik menunjukkan bahwa masyarakat pendukungnya bukan dari pusat kerajaan namun merupakan masyarakat yang berada di bawah satu kerajaan. Salah satu prasasti yang terdapat di Lampung adalah Prasasti Batu Bedil yang terletak di Dusun Batu Bedil, Desa Gunung Meraksa, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus. Di daerah Lampung, selain Prasasti Batu Bedil, terdapat beberapa tinggalan prasasti, yaitu Prasasti Palas Pasemah diduga berasal dari akhir abad ke-7 M, Prasasti Bungkuk (Jabung) yang berasal dari akhir abad ke-7 M, Prasasti Hujung Langit (Bawang) dari akhir abad ke-10 M, Prasasti Tanjung Raya I dari sekitar abad ke-10 M, Prasasti Tanjung Raya II (Batu Pahat) dari sekitar abad ke-14 M, Prasasti Ulu Belu dari abad ke-14 M, Prasasti angka tahun (1247 Saka) dari Pugung Raharjo, Prasasti Batu Bedil dari sekitar...
Prasasti Ulubelu Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M. Prasasti Ulubelu saat ini disimpan di Museum Nasional, dengan nomor inventaris D.154. Ada sejarawan yang menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda. Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Dalam buku The Sultanate of Banten halamaan 19, Claude Guillot menulis: From the beginning it was abviously Hasanuddin’s intention to revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaranfor his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all likelihoodalready belonged to Pajajara...
Prasasti ini ditemukan di Desa Bungkuk, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung pada 8 Maret 1985. Penemuan prasasti ini terjadi secara kebetulan, ketika itu ada seorang warga pergi memancing di pinggir Way Batanghari yang melintas di Desa Bungkuk. Kail pancingnya tiba-tiba tersangkut oleh benda benda berat, sehingga pemancing menyempatkan diri turun ke sungai tersebut untuk melepaskan kail pancingnya agar supaya bisa digunakan lagi untuk memancing. Namun, ternyata pemancing menemukan batu berisi tulisan usai mau melepaskan kail pancing dari sangkutannya. Setelah dilaporkan kepada yang “berwajib”, diketahui bahwa batu bertulis tadi ternyata adalah prasasti. Prasasti ini dipahatkan pada batu andesit, dengan memiliki ukuran tinggi 63 cm, tebal 63 cm, diameter atas 70 cm, dan diameter bawah 61 cm. Keadaannya sudah aus sehingga tidak dapat terbaca dengan lengkap. Prasasti ini terdiri dari 13 baris beraksara Pallawa, dan berbahasa Melayu...