Oncor Yogyakarta : (sumber: E-book Bentuk-Bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Moertjipto. 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta.)
Kepala Minakjinggo : (sumber: E-book Bentuk-Bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Moertjipto. 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta.)
Bulu Ayam dan Selendang Kesenian Thehelan: (sumber: E-book Bentuk-Bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Moertjipto. 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta.)
Pusaka Kesenian Joko Bodo: (sumber: E-book Bentuk-Bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Moertjipto. 2013. Daerah Istimewa Yogyakarta.)
Ketoprak Ongkek merupakan salah satu kesenian masyarakat yang ada di kampung Tegal Gendu, Prenggan, Kota Gede, Yogyakata. Kesenian tersebut berawal dari kegelisahan warga terhadap penekanan dari kolonel belanda yang terus menerus menekan warga golongan bawah. Kondisi psikologis yang tertekan akhirnya memaksa rakyat golongan bawah menciptakan kesenian Ketoprak Ongkek. Ketoprak ini ditampilan warga dari satu tempat ke tempat lain untuk menghibur masyarakat Tegal Gendu. Awalnya kesenian ini bernama Ketoprak barangan hingga kemudian berubah dan lebih dikenal sebagai Ketoprak Panggung, karena ditampilkan dari satu panggung ke panggung yang lain. Hingga akhirnya kesenian ini disebut sebagai Ketoprak Ongkek. "ongkek" sendiri berasal dari suara "ongkek-ongkek" yang keluar dari alat pembawanya. Seni adalah alat komunikasi yang paling bisa diterima oleh semua kalangan. Hal itu juga terbukti pada Ketoprak Ongkek. Ketoprak Ongkek menawarkan cerita-cerita jenaka yang selain sebagai hiburan untuk r...
Gejok lesung adalah kesenian tradisional khas Yogyakarta yang dulu dimainkan sejumlah orang dengan alat musik berupa lesung (alat penumbuk padi) dan alu. Biasanya dimainkan orang-orang tua karena berkait dengan ketoprak lesung. Kesenian ini berasal dari Desa Banaran, Playen, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kesenian Gejok Lesung (Pukul Lesung) ini merupakan warisan leluhur sejak zaman dahulu, dan saat ini telah berkembang menjadi bentuk kesenian tradisional khas Jogjakarta yang ditampilkan untuk menyambut tamu yang berasal dari luar daerah. Adapun nilai yang terkandung dalam kesenian gejok lesung ini adalah nilai kebersamaan dan saling menghargai antara sesama pemain kesenian tradisional ini, sehingga sangat bagus jika kesenian tradisional ini tetap dilestarikan dikenalkan pada generasi muda Indonesia. sumber :http://www.tradisikita.my.id/2015/04/alat-musik-tradisional-yogyakarta.html
Pada umumnya, pertunjukan wayang menggunakan boneka sebagai wujud dari tokoh. Boneka-boneka dalam wayang bisa berbentuk dua dimensi seperti wayang kulit purwa, atau wayang berbentuk tiga dimensi seperti wayang klithik. Salah satu bentuk wayang yang tidak berwujud boneka adalah wayang beber. Wayang beber mewujudkan tokoh-tokohnya dengan cara digambar pada selembar kertas. Bentuknya dua dimensi. Lembaran kertas tersebut melukiskan peristiwa yang terjadi dalam lakon yang dimainkan. Pada awal kemunculannya, wayang beber merupakan pertunjukan yang bersifat ritual. Sebagaimana pertunjukan ritual, wayang beber digelar dalam konteks upacara tertentu di mana pertunjukan menjadi media yang menautkan antara yang profane dan yang transendental. Dunia profan berhubungan dengan fungsi-fungsi sosial dan hiburan bagi masyarakat. Dunia transendental berhubungan dengan hal-hal spiritual yang mengubungkan dunia mikrokosmos dan makrokosmos. Di mana manusia berada dalam sistem yang dipengaruhi oleh...
Wayang wong gaya Yogyakarata disebut dengan wayang mataraman, karena historis terciptanya wayang wong ini berada pada masa peralihan dari kerajaan Mataram sebelum pecah menjadi dua. Menurut perjanjian Giyanti 1755, di mana kesepakatan dicapai antara Pangeran Mangkubumi dengan Sinuwuh Paku Buwono III saat itu. Pangeran Mangkubumi dipersilakan melanjutkan tradisi budaya Mataram, maka kesenian yang berada di Keraton Kasultanan menggunakan istilah Mataraman. Wayang wong sendiri secara bertahap mengalami perkembangan luar biasa. Pada masa Sultan Hamengku Buwono I, lakon Gondowerdaya sangat populer dikenal masyarakat. Bentuk penyajian dan kostum serta properti yang digunakan masih sangat sederhana, yakni dengan iket tepen, sinjang, selana panji, dan sonder gendhalagiri. Di samping itu, Sultan selalu menyebut seni pertunjukan sebagai focus utama dalam memperbesar kewibawaan Keraton dan pemerintahannya melalui pergelaran wayang wong. Pada kenyataannya menunjukkan bahwa status seni p...
Wayang Kancil diciptakan oleh Sunan Giri, kira-kira akhir abad 15, sebagai media penyebaran agama Islam di Jawa. Akan tetapi, wayang Kancil tidak berkembang pesat sebagaimana wayang kulit Purwa. Wayang kancil dipopulerkan kembali oleh seorang Tionghoa yang bernama Bo Liem pada 1925. Wayang kancil yang dibuat dari kulit kerbau tersebut ditatah oleh Lie Too Hien. Sejalan dengan waktu, wayang kancil disempurnakan kembali oleh Raden Mas Sayid pada 1943. Wayang Kancil pada waktu itu dipentaskan dengan memakai kelir (layar yang berupa kain putih untuk menangkap bayangan pada wayang kulit) sebagaimana wayang kulit purwa. Pasang surut keberadaan wayang kancil terjadi bersama dengan perkembangan kebudayaan yang ada pada masyarakatnya. Pada tahun 1980, akhirnya wayang kancil di Yogyakarta menjadi populer kembali berkat seorang dalang dan ahli tatah sungging yang bernama Ki Ledjar Subroto. Penciptaan pengembangan wayang kancil tahun 1980 ini, didasarkan atas keprihatinan Ki Ledjar Subroto...