Wayang wong gaya Yogyakarata disebut dengan wayang mataraman, karena historis terciptanya wayang wong ini berada pada masa peralihan dari kerajaan Mataram sebelum pecah menjadi dua. Menurut perjanjian Giyanti 1755, di mana kesepakatan dicapai antara Pangeran Mangkubumi dengan Sinuwuh Paku Buwono III saat itu. Pangeran Mangkubumi dipersilakan melanjutkan tradisi budaya Mataram, maka kesenian yang berada di Keraton Kasultanan menggunakan istilah Mataraman.
Wayang wong sendiri secara bertahap mengalami perkembangan luar biasa. Pada masa Sultan Hamengku Buwono I, lakon Gondowerdaya sangat populer dikenal masyarakat. Bentuk penyajian dan kostum serta properti yang digunakan masih sangat sederhana, yakni dengan iket tepen, sinjang, selana panji, dan sonder gendhalagiri.
Di samping itu, Sultan selalu menyebut seni pertunjukan sebagai focus utama dalam memperbesar kewibawaan Keraton dan pemerintahannya melalui pergelaran wayang wong. Pada kenyataannya menunjukkan bahwa status seni pertunjukan di Keraton Yogyakarta pada era ini mengalami puncak perkembangan dalam arti fisik maupun teknik. Hal ini menjadi menarik, ketika gerakan nasionalisme di Yogyakarta juga mengalami perkembangan bentuk organisasional. Salah satu periode historis penting di zaman Hamengku Buwono VIII, yakni didirikannya sekolah tari pertama di luar tembok Keraton yang bernama “Krida Beksa Wirama (KBW)” pada tanggal 17 Agustus 1918, yang dipimpin oleh adik Sultan sendiri yang bernama BPH Suryadiningrat. Bentuk perlindungan Sultan Hamengku Buwana VIII terhadap nilai seni budaya gaya Yogyakarta telah diawali sejak masih bergelar Putra Mahkota, hingga saat menjadi Sultan di tahun 1921.
Perkembangan berikut terjadi pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX, di mana acara pementasan wayang wong Mataraman digelar setiap Tingalan Dalem atau Jumenengan Dalem Ngarsa Dalem di Kagungan Dalem Pagelaran Keraton Yogyakarta. Di era Sri Sultan Hamengku Buwono X, pergelaran wayang wong Mataram secara internal di Keraton sudah jarang dilakukan. Namun di luar keraton mulai digiatkan dengan Festival Wayang Wong Mataraman yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY. Selain itu Wayang Wong pernah dijadikan kegiatan unggulan Festival Kesenian Yogyakarta, meskipun hanya berlangsung dua kali penyelenggaraan. Dukungaan organisasi kesenian dan lembaga formal seni di Yogyakarta makin terlihat dengan masuknya mata kuliah wayang wong di beberapa universitas. Di ISI, SMKI maupun UNY jurusan Tari, materi wayang wong Mataraman diajarkan sebagai bagian dari mata kuliah Drama Tari Tradisional.
Sumber : Buku Pentapan WBTB 2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja