Saalah satu event pariwisata dan budaya daerah lainnya yang di laksanakan tiap tahun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura, yakni Festival Bahari Tanah Merah (FBTM), yang dilaksanakan di kawasan Pantai Tablanusu, Kampung Entiyebi, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura selama tiga hari, agendanya digelar setiap bulan Nopember. Festival bahari ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2015. Sejumlah agenda pelaksanaan menarik selalu ditampilkan seperti pameran kuliner tradisional, pameran benda-benda budaya, pameran foto bawah laut, atraksi adat, lomba pantai, paralayang dan pertunjukan seni dari kampung-kampung pesisir. Pelaksanaan FBTM dari tahun ke tahun jumlah pengunjungnya makin semarak. Jadi, kontribusinya besar sekali dalam meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara maupun domestik yang hadir. Jayapura memiliki banyak pantai yang indah serta unik dan salah satunya pantai dengan tepian bukan berisi pasir seperti pantai umumnya, melainkan kerikil. Pantai dengan tepian kerikil in...
Biak Munara Wampasi (BMW), diselenggarakan setiap tahun sejak 2013, festival yang menyuguhkan banyak acara dan kegiatan ini diselenggarakan pada 1-4 Juli 2018. Penyelenggara festival adalah Pemerintah Kabupaten Biak Numfor, yang sepenuhnya didukung oleh Kementerian Pariwisata. Tujuan penyelenggaraan festival adalah untuk mempromosikan pariwisata di Kabupaten Biak. BMW 2018 yang digelar di Biak Numfor, menampilkan kegiatan Snap Mor. Atraksi ini merupakan sebuah tradisi dari masyarakat Biak yang telah dilakukan turun-temurun, yakni menangkap ikan di air laut surut/mati. Acara ini biasanya sangat meriah karena melibatkan sejumlah warga setempat. Tentu saja ini adalah upaya untuk melestarikan warisan budaya Biak. Selain itu ada pula Biak 10K International. Lomba lari yang menyodorkan jalur yang cukup menantang. Dan masih banyak suguhan acara menarik lainnya, seperti perjalanan kapal pesiar ke obyek wisata, pameran anggrek dan budaya, hiburan band, kesenian dan tari khas Biak, lomba inte...
Drumblek adalah drumben tradisional yang berasal dari Kota Salatiga. Kesenian ini dipelopori oleh seorang seniman bernama Didik Subiantoro Masruri akibat keterbatasan biaya untuk membeli alat musik drumben dalam rangka memeriahkan acara Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia pada 1986. Setidaknya hingga tahun 2020, drumblek rutin ditampilkan dalam berbagai acara festival kesenian Kota Salatiga. Asal-usul Menurut Supangkat, drumblek memang bisa dikatakan sebagai salah satu jenis kesenian baru, tetapi cikal bakal dari kesenian drumblek sebenarnya adalah klothekan yang sudah tergolong sebagai budaya lokal dan sudah lama ada dalam masyarakat Jawa. Drumblek dapat digolongkan sebagai seni budaya asli yang berasal dari Salatiga apabila kehadirannya dikatakan sebagai “penyempurnaan” dari budaya klothekan yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Kesenian drumblek pertama kali muncul tahun 1986 di Desa Pancuran, Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga den...
Masyarakat Ternate Maluku Utara (Malut) memiliki beragam tradisi Islam peninggalan leluhur yang masih dipertahankan sampai sekarang. Di antaranya adalah tradisi batahlil dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Masyarakat Ternate merasa seperti ada yang kurang dalam menyambut bulan Suci Ramadhan kalau tidak melaksanakan tradisi batahlil dan itu juga dilakukan oleh leluhur kami. Tradisi batahlil dimulai dengan berziarah ke kubur orang tua atau keluarga yang telah meninggal. Ziarah dilakukan dengan menaburkan potongan kecil daun pandan di atas pusara dan kemudian menyiramnya dengan sebotol air lalu membacakan doa. Setelah itu, warga yang akan melaksanakan batahlil mengundang perangkat masjid dan tetangga terdekat ke rumah bersangkutan untuk bersama-sama malaksanakan batahlil. Dalam prosesi batahlil warga yang semuanya laki-laki duduk saling berhadapan di meja panjang tikar. Perangkat masjid, yang biasanya imam, duduk di bagian ujung dan bertindak sebagai pemimpin dalam batahlil. Dalam rit...
Cin Mleng atau Nok Nik adalah kesenian rakyat yang berasal dari Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Kesenian yang berkembang pada zaman Hindia Belanda ini mirip dengan Lenong dari Jakarta, Ludruk dari Surabaya, dan Ketoprak Mataram dari Surakarta dan Yogyakarta. Dialog yang dibawakan dalam kesenian tersebut merupakan cerita umum bertema mengenai kondisi sosial masyarakat. Kesenian ini merupakan salah satu alat perjuangan masyarakat setempat untuk menentang Belanda. Melalui kesenian itu, para pelaku menyampaikan pesan-pesan perjuangan melawan penjajah. Menurut Didik Indaryanto selaku ketua Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) Tri Sala Salatiga dan pemilik Sanggar Seni Tari Bibasari, kesenian ini juga berkembang di wilayah perbatasan antara Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang, yaitu Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Ada beberapa orang di daerah itu yang masih hidup dan dahulu pernah menonton pementasan Cin Mleng. Dia menjelaskan bah...
Muyen berasal dari kata muyi yang berarti bayi. Seni Muyen merupakan seni pertunjukan yang mulanya berasal dari tradisi menengok bayi yang baru lahir yang dilakukan oleh masyarakat Banyumas tempo dulu. Adapun keberadaan Muyen adalah bentuk kesenian yang tumbuh dari kepercayaan pada masa silam dimana masyarakat mempercayai bahwasannya kecantikan seorang ibu yang baru melahirkan sangat disukai oleh mahluk gaib. Sang bayi juga tak lepas dari gangguan tersebut sehingga seringkali muncul tangis bayi yang keras dan berlangsung lama. Untuk menangkal hal tersebut masyarakat tradisional sering mendatangkan Kamitua atau dukun untuk mengusir mahluk tersebut dengan memberikan sambetan atau botakan didahi/kening. sumber: http://dinporabudpar.banyumaskab.go.id/read/29565/muyen#.X0ZC4cgzbIU
Buncisan merupakan nama salah satu kesenian lokal setempat yang dipentaskan dalambentuk seni pertunjukan di wilayah persebaran budaya Banyumasan. Pemain seni Buncisan terdiri dari 8 orang pemain yang melakukan tarian sambil bernyanyi sekaligus menjadi musisinya. Adapun nyanyian yang dibawakan oleh para pemain adalah lagu-lagu tradisional Banyumasan. Para pemain dalam pertunjukannya membawa alat musik angklung beralas slendro, masing-masing membawa satu buah alat musik yang berisi satu jenis nada berbeda, enam orang diantaranya memegang alat bernada 2 (ro) 3 (lu) 5 (ma) 6 (nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi), dua orang yang lain memegang instrumen kendhang dan gong bumbung. Dalam membangun sajian musikal masing-masing pemain menjalankan fungsi nada sesuai dengan alur balungan gending. Dari alat-alat musik yang demikian mereka mampu menyajikan gending-gending Banyumasan. Buncisan di Banyumas memiliki beberapa karakter dan salah satu karakter Buncisan tersebut dapat dijumpai di desa...
Kesenian Buncisan Golek Gendong merupakan bentuk kesenian yang mulanya tumbuh dari cerita lengenda di wilayah Banyumas. Cerita legenda tersebut adalah proses sayembara antara Raden Prayitno yang merupakan putra Adipati Nata Kusuma dari kadipaten Gentayakan yang berebut calon mempelai dengan Prabu Parung Bahas dari Kadipaten Nusa Kambangan atau Nusatembini. Kedua pria tersebut sama-sama menginginkan seorang putri dari Kadipaten Kalisalak yang bernama Dewi Nur Kanthi. Untuk mengingat berbagai peristiwa yang terjadi dalam proses sayembara tersebut, maka masyarakat Kalisalak menjadikannya sebagai bentuk tarian adat untuk menjemput tamu dari luar kadipaten. Kesenian Buncis ini berasal dari kata Buntar dan Cis. Buntar berarti gagang atau garan dan Cis berarti keris kecil atau cundrik yang merupakan bagian peristiwa utama dalam legenda tersebut. Karater dalam pertunjukan kesenian Buncis ini adalah adegan penari golek yang menggendong seseorang dan dalam penyajiannya saat ini umumnya diirin...
Pesaji Ponan merupakan pesta tahunan yang dilakukan oleh desa-desa yang berada Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, NTB. Festival Pesaji Ponan ini diselenggarakan sebagai bentuk ucapan syukur kepada Allah SWT atas ikhtiar menanam padi dan juga memohon agar panen berikutnya bisa membawa berkat dan hasil yang melimpah. Pesaji ponan dilakukan setiap minggu kedua atau ketiga bulan Februari setiap tahunnya. Biasanya sebelum melangsungkan acara puncak di Bukti Ponan, masyarakat Desa menggelar pesta seni dan budaya selama 3 malam berturut-turut tanpa henti. Selanjutnya, di esok hari masyarakat beramai-ramai melewati pematang sawah di mana setiap keluarga dari 3 dusun yang menduduki bukit Ponan diwajibkan membawa nampan yang berisi berbagai kue dan jajanan khas. Masyarakat setempat menyebutnya “dulang“. Dulang dibawa oleh ibu-ibu ke acara Festival Pasaji Ponan dan uniknya adalah setiap jajanan dalam dulang tersebut tidak ada yang digoreng. Isinya adalah buah-buahan seperti pisang dan...