Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan Jawa Tengah Kota Salatiga
Drumblek
- 16 Mei 2020 - direvisi ke 11 oleh Fandy aprianto rohman pada 16 Mei 2020

Drumblek adalah drumben tradisional yang berasal dari Kota Salatiga. Kesenian ini dipelopori oleh seorang seniman bernama Didik Subiantoro Masruri akibat keterbatasan biaya untuk membeli alat musik drumben dalam rangka memeriahkan acara Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia pada 1986. Setidaknya hingga tahun 2020, drumblek rutin ditampilkan dalam berbagai acara festival kesenian Kota Salatiga.

Asal-usul

Menurut Supangkat, drumblek memang bisa dikatakan sebagai salah satu jenis kesenian baru, tetapi cikal bakal dari kesenian drumblek sebenarnya adalah klothekan yang sudah tergolong sebagai budaya lokal dan sudah lama ada dalam masyarakat Jawa. Drumblek dapat digolongkan sebagai seni budaya asli yang berasal dari Salatiga apabila kehadirannya dikatakan sebagai “penyempurnaan” dari budaya klothekan yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Kesenian drumblek pertama kali muncul tahun 1986 di Desa Pancuran, Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga dengan pencetusnya bernama Didik Subiantoro Masruri atau lebih akrab dipanggil dengan Didik Ompong. Ide kreatif Didik muncul ketika Desa Pancuran diminta untuk berpartisipasi mengikuti karnaval Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia. Pada saat itu, acara-acara kesenian memang banyak diselenggarakan di Kota Salatiga. Adapun acara-acara yang dimaksud adalah karnaval, pawai, dan festival budaya.

Didik awalnya memiliki keinginan membentuk drumben agar Desa Pancuran dapat berpartisipasi dalam acara tersebut, tetapi terbentur oleh keterbatasan dana. Setelah berpikir panjang, Didik akhirnya memiliki gagasan unik tetap membentuk drumben dengan memanfaatkan barang-barang bekas yang masih layak pakai sebagai alat musik pendukungnya, seperti seperti bambu, ember, drum, dan jeriken. Ide Didik tersebut disambut antusias oleh kawan-kawan dan remaja Desa Pancuran. Mulailah mereka bekerjasama mengumpulkan berbagai drum bekas, jerigen minyak, ember, hingga potongan bambu. Setelah semuanya terkumpul, mereka terus berlatih agar mampu tampil dalam karnaval Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia. Pada awal latihannya, suara drumblek jauh lebih berisik ketika ditabuh, bahkan belum membentuk irama lagu. Hal ini dikarenakan semua peralatan yang dipakai menggunakan barang bekas.

Pada perkembangan selanjutnya, nama “drumblek” akhirnya disepakati bersama untuk menyebut temuan kesenian tersebut mengingat alat yang digunakan mayoritas berasal dari drum bekas berbahan seng (bahasa Jawa: blek), sedangkan wadah bagi kesenian drumblek Desa Pancuran pada awal berdirinya diberi nama Drumben Tinggal Kandas, yang kemudian berganti nama menjadi Gempar (Generasi Muda Pancuran).

Keseriusan latihan dari warga Desa Pancuran membuahkan hasil ketika tampil dalam acara Hari Ulang Tahun ke-41 Republik Indonesia. Drumblek dari Desa Pancuran menarik perhatian para penonton, bahkan sampai sekarang menjadi peserta yang dinantikan oleh masyarakat setiap diadakan berbagai acara kesenian di Kota Salatiga. Saat itu, drumblek hadir untuk pertama kalinya sebagai wujud apresiasi terhadap kesenian rakyat. Didik dan warga Desa Pancuran ingin menciptakan sebuah inovasi baru, sekaligus memperkenalkan budaya Kota Salatiga melalui drumblek.

Dengan mengenakan kostum ala kadarnya dan theklek (bahasa Jawa: sandal yang berasal dari kayu), Drumblek Tinggal Kandas mengusung tema yang berbau politik, tetapi dikemas tidak terlalu vulgar, yaitu “jika tak dapatku sumbangkan bunga pada bangsa, sebutir pasir pun jadi”. Ciri tersebut mengantarkan warga Desa Pancuran meraih penghargaan dari MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) untuk kategori pawai menggunakan theklek dengan peserta terbanyak. Desa Pancuran kemudian tidak hanya dikenal sebagai pencetus drumblek saja, tetapi juga dikenal sebagai barisan theklek sebagai ciri khasnya.

Ide kreatif dari Didik perlahan turut diikuti oleh kampung-kampung lain yang ada di Kota Salatiga. Grup-grup kesenian drumblek semakin banyak bermunculan di tiap-tiap kampung yang ada di Kota Salatiga. Drumblek tidak hanya ditampilkan dalam acara karnaval saja, tetapi juga dijadikan acara seremonial Pemerintah Kota Salatiga.

Kesenian drumblek berkembang pesat dalam 10 tahun terakhir ini, dengan ditandai munculnya grup-grup drumblek baru di daerah-daerah perbatasan Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Salah satu faktor yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan grup drumblek adalah dukungan yang diberikan oleh kepala desa masing-masing di tiap daerah.

Bentuk penyajian

Supangkat mengemukakan bahwa drumblek di Kota Salatiga terpengaruh oleh drumben Belanda. Pada saat status Kota Salatiga masih menjadi gemeente, tiap tahun masyarakat Eropa (khususnya Belanda) yang tinggal di wilayah Kota Salatiga selalu mengadakan festival. Biasanya, pawai tersebut dimulai di Lapangan Tamansari sebelum mengelilingi kota. Setelah Pemerintah Hindia Belanda hengkang dari Kota Salatiga, alih-alih punah drumben ala londo menjadi tren di Salatiga, hanya saja wujudnya yang berbeda. Drumblek merupakan bentuk “imitasi” dari drumben, hanya saja alatnya yang “lebih merakyat”.

Drumblek menjadi salah satu inovasi pada tataran hiburan rakyat, terkhusus bagi masyarakat Kota Salatiga hingga saat ini. Jenis musik ini memang tidak dikategorikan dalam alat musik yang umum karena berasal dari barang-barang bekas. Namun, melalui inovasi, kreasi, dan kreativitas, barang-barang tersebut dijadikan alat musik yang unik layaknya alat musik konvensional. Selain itu, kesenian drumblek lebih difokuskan sebagai musik untuk ruang terbuka, baik tanah lapang ataupun musik yang dimainkan dengan cara berjalan seperti drumben.

Anggota kelompok menjadi poin penting dalam kesenian drumblek. Semakin banyak jumlah anggota pemain drumblek, semakin memungkinkan permainan drumblek menjadi lebih riuh. Hal ini dikarenakan inti dari drumblek adalah kemeriahan dari aspek permainan alat musik, tarian, dan kostum yang digunakan, sehingga anggota kelompok drumblek menjadi hal utama yang perlu dikoordinasi dengan baik agar memunculkan harmonisasi.

Suatu kelompok drumblek terdiri dari beberapa anggota yang bertugas untuk memainkan lagu dengan menggunakan sejumlah kombinasi alat musik, dengan dipimpin oleh satu atau dua orang komandan lapangan. Drumblek biasanya juga diiringi dengan tarian bendera yang membentuk formasi dengan pola berubah-ubah sesuai dengan alur koreografi dari lagu yang dimainkan.

Sumber:

Fandy Aprianto Rohman, (Juni 2019). "Drumblek, Kesenian Barang Bekas: Dari Salatiga untuk Dunia". Jurnal Walasuji. 10 (1). ISSN 2502-2229.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline