Mapag dalam kosa kata sunda berarti menjemput dan Cai berarti air (menjemput air) adalah sebuah tradisi agraris yang masih ada di Karawang, dimana tatakelola air diatur berdasarkan keikutsertaan semua masyarakat ( partisipatoris) , bagaimana air didistribusikan secara adil dengan penjadwalan pergiliran air sesuai dengan musim tanam dan penggolongan air. Biasanya peristiwa ini dilakukan ketika musim tanam tiba, dimana pada musim tanam, kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi sangat diperlukan. Begitu pentingnya air untuk pertumbuhan tanaman padi, menjadikan konflik-konflik perebutan air antar petani masih sering terjadi, tidak sedikit yang menjadi korban atas perebutan air ini. Tradisi mapag cai sendiri sebenarnya sudah lama dilakukan ditatar sunda Karawang dengan basis pertanian yang begitu luas, tradisi ini bisa dilihat dengan ditemukannya Candi Jiwa & Blandongan yang ditengarai keberadaannya sejak abad 2 M di tengah hamparan persawahan, d...
Wikipedia menyebutkan bahwa Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme). Penganut ajaran Sunda Wiwitan ditemukan di beberapa desa di Jawa Barat dan Banten, yaitu: 1. Desa Kanekes (Suku Baduy), Lebak, Banten. 2. Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok Sukabumi, Jawa Barat. 3. Kampung Naga, Garut, Jawa Barat. 4. Cirebon, Jawa Barat. 5. Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Isi ajaran Sunda Wiwitan adalah ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan dan pelajaran budi pekerti. Ajaran Sunda Wiwitan mengandung 2 prinsip yaitu: Cara Ciri Manusia; yaitu unsur dalam kehidupan manusia seperti welas asih, undak usuk, tatakrama, budi bahasa dan budaya, dan wiwaha yudha naradha. Cara Ciri Bangsa; yaitu unsur pembeda manusia seperti rupa, adat, bahasa, aksara, dan budaya. Dasar ajaran masyarakat Baduy dalam Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang bersifat monoteis, penghormatan kepada roh nenek moyang...
Agama Djawa Sunda (sering disingkat menjadi ADS) adalah nama yang diberikan oleh pihak antropolog Belanda terhadap kepercayaan sejumlah masyarakat yang tersebar di daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Agama ini juga dikenal sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang), agama Sunda Wiwitan, ajaran Madrais atau agama Cigugur. Abdul Rozak, seorang peneliti kepercayaan Sunda, menyebutkan bahwa agama ini adalah bagian dari agama Buhun, yaitu kepercayaan tradisional masyarakat Sunda yang tidak hanya terbatas pada masyarakat Cigugur di Kabupaten Kuningan, tetapi juga masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, para pemeluk “Agama Kuring” di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, dll. Jumlah pemeluknya di daerah Cigugur sekitar 3.000 orang. Bila para pemeluk di daerah-daerah lain ikut dihitung, maka jumlah pemeluk agama Buhun ini, menurut Abdul Rozak, mencapai 100.000 orang, sehingga agama Buhun termasuk salah satu kelompok yang terbesar di kalangan Keperca...
Buhun diduga sebagai Jati Sunda atau agama sunda murni yang belum tercampur oleh agama lain seperti Hindu, Budha, Islam dan agama kepercayaan lain. Dari etimologi bahasa Bu-hun berasal dari dua kata yaitu Bu dan Hun, Bu mungkin diambil dari kata Bu-yut atau Kabuyutan yang merupakan tempat pemujaan roh nenek moyang orang Sunda pada jaman dulu dan -Hun yang mungkin diambil dari kata Ka-Ru-Hun atau nenek moyang orang sunda. Banyak kata dalam Bahasa Sunda yang hampir mirip dengan kata Buhun. Agama ini masih banyak dianut oleh masyarakat yang tinggal di daerah Bekasi. Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buhun
Arak-arakan , adalah kesenian khas masyarakat Subang tak terkecuali juga dengan warga Desa Muara Kecamatan Blanakan. Saat menyambut prosesi sunatan atau khitanan, masyarakat biasa menggelar kesenian tradisional arak-arakan atau Mamanukan. Mamanukan adalah kesenian yang berkembang pesat di pesisir utara Jawa Barat dari Cirebon hingga Karawang. Seni arak-arakan atau Mamanukan ini mengadopsi kesenian Sisingaan yang merupakan seni tradisi khas Subang. Budaya. Desa Muara , adalah sebuah desa di daerah pesisir utara Subang yang masuk dalam wilayah Kecamatan Blanakan. Sebagai sebuah desa yang mayoritas masyarakatnya berbahasa Jawa, desa ini juga memiliki banyak persamaan budaya dengan daerah lain di pesisir utara Jawa Barat seperti Cirebon dan Indramayu. Kesamaan tersebut terlihat saat warga menyambut prosesi sunatan dengan menggelar arak-arakan atau Mamanukan. Arak-arakan Mamanukan adalah sebuah kesenian yang dikembangkan dari seni tradisi Sisingaan khas Subang. Jik...
Adakah yang familiar dengan Majalengka? Kota kecil yang sebentar lagi akan memiliki Bandara Udara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati ini memiliki tradisi unik untuk merayakan kemenangan lho! namanya Ngagogo Lauk. Ngagogo Lauk sendiri bisa diartikan menangkap lauk dengan tangan kosong. Lauk adalah ikan dalam bahasa Sunda. Artinya kita harus bisa menangkap ikan yang masih hidup didalam kolam atau sungai dengan tangan kosong tanpa bantuan alat apapun. Ngagogo Lauk erat kaitannya dengan kebiasannya masyarakat Majalengka untuk memelihara ikan. Tanah yang subur dengan air yang melimpah ruah memudahkan masyarakat membudidayakan ikan di kolam. Nggak heran, kolam ikan menjadi salah satu pemandangan umum yang bisa kita jumpai terutama di pedesaan. Tradisi Ngagogo Lauk akan sering kita temui ketika musim pemilihan kepala daerah baik tingkat desa maupun tingkat kabupaten, ataupun perayaaan HUT kemerdekaan RI. Ketika perhelatan pilkada tiba, masing-masing...
Sebagian masyarakat Cirebon percaya pada bulan Safar ini berusaha untuk menghindari perjalanan jauh, pekerjaan berbahaya dan pernikahan. Dianjurkan pada bulan ini banyak membantu orang lain dan memperbanyak sedekah khususnya untuk anak-anak yatim, para janda tua, panti jompo, dan mempererat tali silahturahmi di antara sesama. Berkaitan dengan ini, masyarakat Cirebon selama bulan ini melakukan tiga macam kegiatan yang dikenal dengan "ngapem, ngirab dan rebo wekasan". "Ngapem" berasal dari kata apem, yaitu kue yang terbuat dari tepung beras yang dipermentasi. Apem dimakan disertai dengan pemanis (kinca) yang terbuat dari "gula jawa" (gula merah) dan santan. Umumnya masyarakat masih melakukan ini dengan membagi-bagikan ke tetangga yang intinya adalah bersyukur (slametan) di bulan Safar. Yang maknanya terhindar dari malapetaka. Di Keraton Kacirebonan tradisi "Rebo Wekasan" dilakukan dengan membangun kue apem dalam bentuk gunungan, curak receh dan doa. Sumber: https://www.lyceum.id/n...
Informasi Budaya Jawa - budayajawa.id Tradisi Ngunjung di Kabupaten Indramayu Tradisi Ngunjung di Kabupaten Indramayu By Bambang S on Februari 12, 2018 Adat istiadat, tradisi atau kebiasaan masyarakat sejak dulu hingga sekarang ada yang masih lestari ada juga yang sudah punah. Begitu juga dengan tradisi-tradisi yang ada di Indramayu. Sebagian sudah punah tetapi ada juga yang masih tetap bertahan hingga kini. Dari sekian banyak tradisi-tradisi yang sering dilakukan oleh leluhur kita dulu, sampai sekarang masih ada yang tetap terjaga dan dilestarikan. Ada yang masih sejalan dengan maksud dan tujuan leluhur kita dulu. Tradisi ini merupakan syukuran sekaligus prosesi berdoa, dengan mengunjungi makam keramat, leluhur, serta tokoh agama. Tujuannya dengan maksud memohon keselamatan. Biasanya tradisi Ngunjung ini dilaksanakan pada bulan Syuro atau Maulud. Ngunjung atau ziarah kubur ini sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh yang terdahulu, dengan segala jasa yang telah diberikan...
Untuk menyambut datangnya musim hujan dan tandur (menanam padi) serta ungkapan syukur atas melimpahnya hasil pertanian, masyarakat Lelea menyelenggarakan pesta adat Ngarot . Upacara ngarot telah berlangsung sejak abad ke-16. Pelaksanaannya pada bulan-bulan penghujan yaitu Desember pada hari rabu, sedangkan penentuan tanggal pelaksanaannya bergantug hasil musyawarah pemangku adat dan para tokoh masyarakat setempat. Pesta adat ini dihadiri ribuan orang mulai dari masyarakat Lelea hingga masyarakat dari luar desa, para mahasiswa pun ikut memeriahkan. Sepanjang jalan desa lelea akan dipenuhi para penjual jajanan hingga bahan sandang pada pelaksanaannya. Pesta adat ditandai dengan sejumlah gadis yang dirias bak pengantin dengan busana kebaya, kepalanya dihiasi mahkota bunga sebagai lambang kesucian sedangkan para bujang menggunakan baju hitam dan blankon (topi jawa khas ). Masyarakat beriktikad bahwa...