Terletak di Desa Sukoharjo Kecamatan Pacitan tradisi yang telah ada sejak zaman nenek moyang tersebut, selain sebagai bentuk rasa syukur juga sebagai gambaran saling berbagi kepada sesama warga. Acara dimulai dengan kirab keliling kampung untuk mengambil hasil olahan hasil panen masyarakat seperti, nasi tumpeng, urap, pisang dan berbagai jajanan tradisional. Semua makanan itu kemudian dibagikan kepada warga khususnya yang tidak memilik lahan kebun maupun sawah. Tradisi Entas-Entas ini sudah ada sejak zaman mbah-mbah dulu. Dalam perjalananya tradisi tersebut mengalami berbagai inovasi, termasuk penambahan unsur hiburan seperti Wayang Beber dan pertunjukan musik untuk menarik warga datang berkumpul. Di setiap suguhan hiburan-hiburan itu mengandung pesan dan wejangan kepada kita untuk gotong royong menjaga alam dan lingkungan, supaya tidak ada balak. #DaftarSB19 http://halopacitan.com/read/entas-entas-tradisi-bersyukur-dan-saling-berbagi-warga-dusun-nitikan
Malang terletak sekitar 81 kilometer dari Surabaya. Tempat yang juga dikenal sebagai Malang Raya ini terdiri dari 3 wilayah, yaitu Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Sejak masa penjajahan Belanda, Malang telah dikenal sebagai tempat untuk berwisata dan liburan. Tidak heran di kawasan tersebut terdapat banyak sekali tempat wisata, mulai dari modern, bersejarah, edukatif, hingga wisata kuliner. Tidak hanya itu, kota ini juga memiliki akar budaya yang kuat. Sehingga di beberapa daerah, masih akan kita temui masyarakat yang hidup dengan memegang erat adat istiadat leluhur mereka. Salah satu ritual adat yang sampai sekarang masih sering diadakan adalah entas-entas, yaitu upacara adat yang sering dilakukan oleh masyarakat Tengger di Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang. Penduduk di kawasan yang terletak tidak jauh dari Gunung Bromo tersebut mayoritas beragama Hindu. Istilah entas-entas berasal dari bahasa Jawa "entas" yang artinya mengangkat. Tujuan ritual yang bi...
Magetan - Ribuan pengunjung memadati obyek wisata telaga Sarangan di Magetan karena bertepatan dengan puncak acara tradisi Festival Gebyar Labuhan dengan acara larung tumpeng 'Gono Bau'. 'Gono Bau', adalah nama sebutan sesaji berupa tumpeng nasi raksasa. Tumpeng raksasa dengan ukuran tinggi sekitar 3 meter itu diarak dengan dipikul 4 orang berpakaian adat jawa. Selain tumpeng nasi putih ada pula ikut di barisan belakangnya tumpeng gunungan hasil bumi berupa aneka sayuran yang juga dipikul dengan tandu. Satu tumpeng nasi dan tiga gunungan hasil bumi tersebut diarak dari pintu masuk retribusi Telaga Sarangan sisi utara untuk dibawa menuju telaga. Arak-arakan itu dikawal iringan 8 pasukan berkuda yang berada di barisan paling depan. Tumpeng nasi putih dan tiga gunungan hasil bumi diserahkan ke bupati Magetan secara...
Suku Osing adalah suku tradisional di Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur. Masyarakat Suku Osing memiliki ritual unik untuk anak yang akan dikhitan. Ritual ini bernama Koloan Selametan. Ritual ini dilakukan untuk mempersiapkan mental anak agar siap dan mantap sebelum dikhitan. 'Koloan' sendiri memiliki arti 'jebakan' dalam Bahasa Indonesia. Ritual ini dilakukan dengan meneteskan darah ayam di atas kepala anak Suku Osing. Ayam yang digunakan dalam Koloan Selametan ini juga bukan sembarang ayam. Ayam yang digunakan harus ayam jago berwarna merah yang masih perjaka. Tata cara Koloan Selametan adalah si anak duduk di atas kursi kayu kecil sambil bertelanjang dada, di mana di depannya terdapat sesajian. Kemudian pemimpin ritual akan membacakan doa pada si anak dalam Bahasa Osing sambil mengusapkan bedak pada si anak. Setelah itu ayam disembelih di atas kepala si anak agar darah ayamnya menetes di atas kepala si anak. Kemudian setelah ayamnya mati, si anak aka...
Kecamatan Pacitan memiliki seni tradisional yang disebut Mantu Kucing. Mantu Kucing merupakan seni tradisional berupa upacara adat untuk meminta turunnya hujan. Mantu Kucing dalam bahasa Indonesia berarti pernikahan kucing. Upacara ini dilakukan dengan melakukan upacara pernikahan untuk sepasang kucing jantan dan betina. Sepasang kucing jantan dan betina dihias sebagaimana pengantin, kemudian keduanya ditandu menuju sungai terdekat dan dimandikan. Setelah dimandikan, tetua dari masyarakat akan memanjatkan doa agar segera diturunkan hujan. Setelah doa dipanjatkan, masyarakat beramai-ramai makan bersama. Hidangan yang dikonsumsi untuk makan bersama adalah nasi kuning. Jika makan bersama selesai dilakukan, selanjutnya masyarakat akan kembali ke rumah masing-masing karena dipercaya hujan yang lebat akan segera turun. Sumber : https://ilmuseni.com
Song osong lombhung merupakan istilah gotong royong yang ada di lingkungan masyarakat Madura. Gotong royong dapat terwujud dalam semangat kebersamaan. Gotong royong juga menunjukkan akan adanya kehidupan yang rukun dan damai dalam masyarakat. Kehidupan gotong royong yang masih kental dapat ditemukan pada masyarakat Desa Patereman Madura, Bangkalan. Dalam kehidupan masyarakat ini terdapat berbagai bentuk gotong royong yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Latar belakang munculnya song osong lombhung di Desa Patereman, Madura adalah rasa persaudaraan yang sangat kental, serta tingginya rasa sosial yang ada di lingkungan masyarakat Desa Patereman. Prinsip gotong royong yang ada di Madura adalah tanpa adanya upah, untuk kepentingan pribadi atau bersama. Song osong lombhung dalam masyarakat Desa Patereman dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan yang meliputi empat bidang. Pertama adalah bidang ekonomi dan mata pencaharian, yaitu...
Apabila kamu berkunjung ke kota Gandrung atau Banyuwangi pada bulan-bulan tertentu, maka sobat IowaJournalist akan dapat menyaksikan yang namanya tradisi khas Suku Osing, nama tradisi tersebut adalah Koloan Selametan. Tradisi khas suku Osing ini akan dilakukan ketika ada anak dari Suku Osing yang akan melakukan khitan atau sunatan. Filosofi dari adanya tradisi ini adalah menggembleng anak Suku Osing agar dapat mempunyai mental yang kuat dan siap untuk di khitan. Tradisi ini pada umumnya dilakukan dengan cara meneteskan darah ayam ke kepala sang anak yang akan di sunat dengan cara disembelih ayamnya. Ayam yang akan dipergunakan untuk ritual ini bukanlah ayam sebarangan. Melainkan ayam jago yang memiliki warna merah dan masih perjaka. Unik bukan? Upacara tradisi ini dapat menjadi jendela baru bagi pengalaman hidupmu karena kamu tidak akan dapat menemukan di kota-kota lainnya sobat Iowa.
Ngitung Batih merupakan adat istiadat yang digunakan untuk menghitung jumlah saudara. Tradisi ini dilakukan oleh semua elemen masyarakat tanpa terikat umur, jenis kelamin, jabatan dan perbedaan latar belakang. Ngitung Batih sendiri merupakan upaya pelestarian budaya adiluhung yang ada di tanah Jawa. Filosofi Ngitung Batih merupakan sarana doa bagi masyarakat yang berharap jumlah saudara mereka bisa tetap sama pada tahun depannya dengan tetap diberikan keselamatan, kesejahteraan, murah rezeki dan terhindar dari mara bahaya. Awal mula dilaksakannya tradisi ini diketahui sejak masa kerajaan Mataram. Dahulu di Kecamatan Dongko terjadi peperangan yang mengakibatkan jumlah warga Dongko semakin berkurang. Hal ini diduga lantaran warga Dongko menghilang pada malam hari atau emboh parane dalam bahasa masyarakat sekitar. Ngitung Batih menjadi tradisi yang memiliki makna mendalam dan begitu disakralkan oleh masyarakat sekitar. Ngitung Batih dilakukan dengan mengarak 40 takir plontang berupa...
Rokat Tase’ atau petik laut merupakan bentuk rasa syukur para nelayan yang umumnya berada di pesisir pantai selatan Kabupaten Sampang atas hasil laut yang melimpah. Tradisi ini berupa larung sesaji laut yang disertai iring-iringan kesenian khas Madura seperti musik Sronen, Tari Mowang Sangkai (Buang Sial). Dalam melalukan ritualnya, rokat tase dilakukan dengan iring-iringan tarian dan gamelan, selain itu sesaji juga telah disiapkan dan dinaikan ke kapal atau perahu milik nelayan untuk dibawa ke tengah laut dan dilepas.