Semas, sehat mandiri agamis dan sejahtera merupakan motto bagi Kabupaten Muara Enim. Kabupaten yang kaya akan sumber daya alam berupa migas dan batubara ini berlokasi sekitar 175 km dari ibukota Sumatera Selatan, Palembang. Selain memiliki sumber daya alam yang harus dijaga dan dipergunakan untuk kepentingan bersama, Muara Enim juga mempunyai kekayaan tradisi yang dipertahankan secara turun temurun. Salah satu tradisi tersebut adalah Bebehas . Bebehas merupakan tradisi yang dahulu kerap dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Kabupaten Muara Enim. Secara harfiah, Bebehas dapat dimaknai dengan menjadikan beras yang tadinya padi atau kegiatan mengumpulkan beras. Tradisi Bebehas dahulu dilakukan manakala suatu keluarga akan mengadakan hajat, seperti ingin menikahkan putra putrinya atau yang biasa disebut dengan ngantenkan . Tradisi Bebehas hanya dilakukan oleh para ibu dan remaja putri. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara...
Mendekati acara puncak Seren Taun, Alun-Alun Kampung Budaya Sindang Barang terlihat ramai dari biasanya. Setelah para kokolot melakukan berbagai ritual seperti Netepkeun , ngembang ke makam leluhur, dan mengumpulkan air dari tujuh mata air melalui ritual Gala Cai Kukulu , tiba saatnya untuk melakukan sedekah daging melalui ritual Nugel si Pelen . Ritual Nugel si Pelen berasal dari kata Nugel dalam bahasa Sunda yang berarti memotong, dan si Pelen merupakan nama dari hewan yang dikorbankan. Jadi secara harfiah, Nugel si Pelen dapat dimaknai dengan memotong hewan kurban yang kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada masyarakat. Uniknya, hewan yang dikorbankan biasanya berupa kerbau atau kambing berwarna hitam. Dalam Seren Taun Guru Bumi tahun 2013 yang baru saja berlalu, Kampung Budaya Sindang Barang melakukan ritual Nugel si Pelen dengan mengorbankan seekor kambing berwar...
Salah satu tradisi adat yang berkembang bagi para nelayan di Pantai Malo, Kokorotan, Sulawesi Utara adalah Festival Mane`e. Festival Mane`e merupakan sebuah ritual menangkap ikan dengan diiringi do`a-do`a yang dilantunkan dalam bahasa adat kuno dengan tujuan agar mendapatkan hasil tangkapan yang banyak disertai dengan keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Ritual ini diawali dengan diadakannya musyawarah bersama antara pemuka adat dan perwakilan pemerintah daerah setempat untuk menentukan tanggal dilaksanakannya Ritual Mane`e. Setelah ditentukannya tanggal yang tepat, pemuka adat mulai membacakan do`a-do`a dalam bahasa adat kuno. Kemudian, masyarakat setempat mulai mengumpulkan tali dan janur (daun kelapa muda yang masih muda) untuk dibuat menjadi jarring, di mana masyarakat menyebutnya dengan Sammy. Pada hari yang telah ditentukan, pemuka adat dan perwakilan pemerintah setempat beserta masyarakat beramai-ramai menuju Pantai Malo. Ditariknyalah Sammy sepanjang mungkin ke...
Pada umumnya orang meninggal di Bali, terutama bagi umat Hindu selain dikubur bisa dibakar atau dikremasi langsung, namun demikian suatu tradisi unik terjadi di Desa Trunyan Kintamani. Pada saat orang meninggal, maka tubuh atau jasad orang tersebut hanya diletakkan di bawah pohon Menyan, jasad tersebut diletakkan di atas tanah tanpa dikubur, hanya dipagari oleh bambu (ancak saji) agar tidak dicari oleh binatang atau hewan liar, anehnya tidak sedikitpun dari jasad tersebut berbau busuk, sampai akhirnya tinggal tersisa tulang belulang saja, dan tulang belulang itu nantinya diletakkan pada sebuah tempat di kawasan tersebut. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Mekare-kare ini dikenal juga dengan perang pandan, tradisi unik di Bali hanya dilakukan di desa Tenganan, Karangasem. Perang dilakukan berhadap-hadapan satu lawan satu dengan masing-masing memegang segepok pandan berduri sebagai senjata. Desa Tenganan juga merupakan salah satu desa Bali Aga, yang mengklaim sebagai penduduk Bali Asli. Mekare-kare atau perang Pandan digelar saat Ngusaba kapat (Sasih Sambah) atau sekitar bulan Juni. Tradisi unik tersebut digelar di halaman Bale Agung dilangsungkan selama 2 hari dan dimulai jam 2 sore, ritual atau prosesi tersebut bertujuan untuk menghormati Dewa Perang atau Dewa Indra yang merupakan dewa Tertinggi bagi umat Hindu di Tenganan. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Atraksi ini dikenal juga dengan perang rotan, yang mana dua orang laki-laki berhadap-hadapan dan saling serang dengan sebatang rotan sepanjang 1.5-2 meter kemudian tangan satunya memegang tameng untuk menangkis serangan lawan, diantara keduanya dibatasi dengan batang rotan (garis tengah) agar tidak masuk ke wilayah lawan. Perang rotan ini tidak hanya perlu ketangkasan saja tetapi juga keberanian, karena setiap peserta bisa saja kena pukulan rotan lawan. Tradisi unik di Bali Timur ini bisa ditemukan di desa Serasa, tujuan utama dari prosesi Gebug Ende ini adalah ritual memohon hujan, dan ini dilakukan pada musim kemarau yaitu di bulan Oktober – Nopember setiap tahunnya. Kondisi geografis dari desa Seraya yang berada di wilayah perbukitan memang rentan dengan masalah air, itulah sebabnya ritual memohon hujan ini dilangsungkan di desa ini. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Tradisi mengarak ogoh-ogoh di Bali ini digelar tepat sehari sebelum hari Raya Nyepi, sekitar jam 6-6.30 sore ogoh-ogoh mulai diarak keliling desa ataupun kota, hampir sebagaian besar warga Hindu di Bali ini menggelar pawai ogoh-ogoh, ini mereka lakukan karena berhubungan dengan ritual keagamaan. Ogoh-ogoh adalah sebuah boneka raksasa yang merupakan simbol dari Bhuta Kala, dibuat dengan wujud menyeramkan atau simbol sebuah kejahatan, yang paling dominan berwujud raksasa menyeramkan, binatang atau bahkan wujud seorang penjahat. Prosesi pawai ogoh-ogoh tersebut masih dalam rangkaian pelaksanaan Hari Raya Nyepi, setelah sebelumnya diadakan Tawur Kesanga memberikan upah kepada Bhuta Kala, kemudian petang harinya diusir dan diarak keliling dalam bentuk pawai, agar tidak mengganggu kehidupan manusia lagi, terutama esok harinya saat melaksanakan hari raya Nyepi. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Siapa pula yang tidak kenal dengan perayaan Hari Raya Nyepi di Bali, hari raya ini digelar sekali dalam setahun sebagai penyambutan tahun baru Isaka yang jatuhnya pada bulan mati (Tilem) sasih Kesanga. Sebuah penyambutan tahun baru yang berbeda, yaitu dengan kesunyian, ketenangan, lengang dan sepi, itulah sebabnya semua warga pada saat hari raya Nyepi tersebut tidak boleh bepergian, menghidupkan api, membuat kegaduhan ataupun bersenang-senang. Termasuk fasilitas umum juga tutup kecuali rumah sakit. Tujuan dari perayaan ini untuk bisa introspeksi diri atau mulat sarira dan merenung dalam suasana hening bisa berkonsentrasi lebih maksimal, seharian tinggal di rumah dan bersembahyang melakukan brata dan meditasi, agar nantinya bisa memulai kehidupan yang lebih baik pada bulan berikutnya pada sasih Kedasa, semua kedas, bersih dan suci untuk memulai lagi kehidupan baru. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Pada upacara padi-padiken tapak rumah itu, diaturlah oleh pengetua disaksikan oleh tukang (pande). Pada upacara ini dibentangkan tikar di atas pertapakan itu, dan di atas tikar itu diletakkan: padi dua liter, beras satu genggam, telor ayam sebutir, belo cawir (sirih), belo baju minah, belo bujur dan lain-lain. Tujuan dari padi-padiken tapak rumah ini adalah untuk mengetahui apakah tapak itu serasi dan bertuah atau tidak, akankah terjadi bala apabila ditempati oleh yang punya rumah ? Banyak cara-cara yang dilaksanakan dukun (guru) untuk menge tahui keadaan tanah bersangkutan. Dukun mengambil tanah segenggam dan dilengkapi dengan belo cawir (sirih). Kemudian dukun itu mengucap meminta firasat kepada roh, dan biasanya melalui mimpi. Cara lain yang dilaksanakan dukun yaitu dengan membacakan doa, dan kemudian dukun mengambil beras masing-masing dengan tangan kanan dan tangan kiri. Kemudian jumlah beras yang diambil dihitung. Apabila jumlah butir beras yang ada di tangan kanan ganjil...