Pulau Dum atau Doom adalah salah satu pulau dekat Sorong, Papua Barat. Pulau ini memiliki riwayat perjalanan sejarah yang panjang dalam peradaban manusia modern sejak lama da telah masuk dalam peta Kolonial Belanda pada abad ke-19. Pulau ini termasuk sebagai wisata sejarah di kawasan Papua dan memiliki pesona alam yang sangat indah. Jejak peninggalan sejarah dari Kolonial Belanda dan Tentara Jepang pun masih bisa kita lihat di Pulau Doom ini. Dan pagi wisatawan penikmat wisata sejarah, tempat ini sangat mengasyikan, Suasana kolonial Belanda yang terdapat di Pulau ini membuka sebuah fantasi kita untuk ikut tenggelam dalam nuansa zaman dahulu. http://www.adatnusantara.web.id/2017/08/peninggalan-sejarah-di-provinsi-papua.html
Siapapun tak mengira, Biak di Kabupaten Biak Numfor ini, menyimpan situs sejarah Perang Dunia II yang cukup mistis. Situs sejarah itu berupa dua buah gua alami yaitu Gua Binsari dan Gua Jepang Lima Kamar. Gua ini punya cerita ngeri tentang perang antara tentara Jepang dengan tentara Sekutu. Ternyata Gua Binsari ini memiliki lorong yang tembus hingga Gua Jepang Lima Kamar di tepi pantai yang menghadap ke Samudera Pasifik. Menurut warga lokal, Binsari berarti perempuan tua. Konon dahulu, ada nenek-nenek di gua ini. Setelah Jepang datang, nenek itu menghilang entah ke mana. Makanya kenapa gua ini dinamakan Gua Binsari. http://www.adatnusantara.web.id/2017/08/peninggalan-sejarah-di-provinsi-papua.html
Masjid Indrapuri adalah bangunan tua berbentuk segi empat sama sisi. Mempunyai bentuk yang khas seperti candi, karena di masa lalu bangunan ini bekas benteng sekaligus candi Kerajaan Hindu yang lebih dulu menguasai Aceh. Pada tahun 1300 Masehi, diperkirakan pengaruh Islam di Aceh mulai menyebar dan perlahan-lahan penduduknya telah mengenal Islam. Pada akhirnya bangunan yang awalnya candi ini berubah fungsi menjadi masjid. Bangunan bekas candi ini dirubah jadi masjid pada masa Sultan Iskandar Muda yang berkuasa dari tahun 1607-1637 Masehi. https://seruni.id/kerajaan-aceh/
Setelah Kerajaan Hindu, muncul Kerajaan Islam yang pada masa jayanya dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini, benteng masih dipakai sebagai tempat pertahanan melawan penjajah Portugis. Sultan Iskandar Muda memberi tugas pada Laksamana Malahayati, ia merupakan seorang laksamana perempuan pertama di dunia yang memimpin pasukan di wilayah pertahanan ini. Benteng ini merupakan benteng yang dibangun oleh Kerajaan Lamuri, yaitu sebuah Kerajaan Hindu pertama di Aceh. Walau pada akhirnya Islam mendominasi di Aceh, tetapi sultan serta ratu yang memimpin Aceh tak pernah berniat sekalipun menghancurkan jejak peninggalan nenek moyangnya. https://seruni.id/kerajaan-aceh/
Pada masa Sultan Selim II dari Turki Utsmani, dikirimkan beberapa pembuat senjata serta teknisi dari Turki ke Aceh. Lalu Aceh menyerap kemampuan ini serta dapat memproduksi meriam sendiri dari kuningan. Perlu anda ketahui, meriam ini digunakan untuk mempertahankan Aceh dari serangan penjajah. https://seruni.id/kerajaan-aceh/
Aceh ada di jalur perdagangan serta pelayaran yang sangat strategis. Berbagai komoditas yang datang dari penjuru Asia berkumpul di sana pada saat itu. Hal semacam ini membuat kerajaan Aceh tertarik untuk membuat mata uangnya sendiri. Uang logam yang terbuat dari 70% emas murni inilalu dicetak lengkap dengan nama-nama raja yang memerintah Aceh. Koin ini masih sering ditemukan serta menjadi harta karun yang sangat diburu oleh beberapa orang. Koin ini dapat juga dianggap sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Aceh yang pernah berjaya pada masanya. https://seruni.id/kerajaan-aceh/
Letak bangunan gedung Museum Wayang di Jl. Pintu Besar Utara No. 27. pada mulanya merupakan lokasi gereja tua yang didirikan VOC pada tahun 1640 dengan nama “ de oude Hollandsche Kerk “ sampai tahun 1732 yang berfungsi sebagai tempat untuk peribadatan penduduk sipil dan tentara bangsa Belanda yang tinggal di Batavia Pada tahun 1733 gereja tersebut mengalami perbaikan, dan namanya dirubah menjadi “ de nieuwe Hollandsche Kerk “ dan berdiri terus sampai tahun 1808. Di halaman gereja ini yang sekarang menjadi ruangan taman terbuka Museum Wayang, di dalamnya terdapat taman kecil dengan prasasti-prasastinya yang berjumlah 9 ( sembilan ) buah yang menampilkan nama-nama pejabat Belanda yang pernah dimakamkan di halaman gereja tersebut. Diantara prasasti tersebut tertulis nama Jan Pieterszoon Coen, seorang Gubernur Jenderal yang berhasil menguasai kota Jayakarta pada tanggal 30 Mei 1619 setelah kekuasaan P. Jayakarta lumpuh akibat pertentangan dengan Kraton Ba...
Museum Soesilo Soedarman is located at Gentasari Village, Cilacap District, Central Java Province, Indonesia. The Museum is accessible from Yogyakarta, pass thru Purworejo – Kutoarjo - Kebumen – Gombong – Buntu and Sampang. From Sampang, turn South for a 5 kilometers to the Museum. There are many street boards within the roads which shown the direction to the Museum. Museum Soesilo Soedarman was inaugurated in year 2000 in honor of the late General Soesilo Soedarman (1928 – 1997), a prominent Indonesian military leader and one of the Indonesia’s distinguished citizens. He act in the Indonesian military establishment since 1945 as a Cadet at The Yogyakarta Military Academy, and joined the guerrilla campaign in West Java and in around Yogyakarta Capital areas during the War of Independence (1945 – 1948). He and his unit, the SWK-104, Werkhreise III, was participated in the successful March 1, 1949 major-attack of Yogyakarta Capital un...
Nama Museum Budaya Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja memang terbilang sulit untuk diucapkan. Bahkan oleh masyarakat Purbalingga sendiri. Kota dimana tokoh tersebut berasal. Tidak mengherankan jika sebagian besar orang lebih akrab menyebutnya dengan nama Museum Soegarda saja. Foto oleh : Bagus Permana DISAMBUT KAKANG MBEKAYU Museum Soegarda terletak di pusat kota Purbalingga. Tepat di tikungan utara Alun-alun Purbalingga. Satu letak dengan Perpustakaan Umum Daerah yang juga bernama sama. Beberapa waktu lalu, – untuk ketiga kalinya – saya mendatangi Museum Soegarda. Kali ini memang dengan misi yang berbeda. Tidak hanya sekedar mencari cerita sejarah dibalik sebuah benda bersejarah namun juga mengenai museum ini sendiri. Sekira jam 11 siang, suasana museum terasa lengang. Tak terlihat ada pengunjung lain. Mungkin karena awal pekan dan jam aktivitas ya ? Untungnya, kesiap-siagaan pemandu disana meluluh lantakkan rasa canggung saya yang data...