Sekali lagi saya menemukan bukti kecerdasan orang-orang Nusantara dan kekayaan dari budaya mereka. Semua ini karena telah ditemukannya sebuah naskah kuno yang berasal dari zaman pasca Palawa dengan masih berbahasa Sansekerta. Ini jelas membuat saya pribadi semakin bangga sebagai putra Nusantara terlebih yang dibesarkan di dekat daerah Kerinci – Jambi, kota Bangko tepatnya.
Kitab ini ditemukan di Tanjung Tanah di Mendapo Seleman (terletak sekitar 15 kilometer dari Sungai Penuh, Kerinci, Jambi) dan masih disimpan sampai sekarang oleh pemiliknya. Naskah Tanjung Tanah bukan hanya naskah Melayu yang tertua, melainkan juga satu-satunya naskah Melayu yang tertulis dalam aksara pasca-Palawa yang juga disebut sebagai aksara Malayu, dan naskah pada kitab ini masih menggunakan bahasa Sansekerta.
Tidak hanya itu, yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa nama Kerinci sendiri telah dikenal di Mohenjo-Daroo (India – Pakistan) sekitar 3.500 SM, karena wilayah – kalau boleh dikatakan sebagai kerajaan – ini adalah salah satu penghasil kemeyan, gharu, dan emas yang terbaik di dunia.
Bahan Naskah Tanjung Tanah
Naskah Tanjung Tanah ini telah diteliti oleh Tokyo Restoration & Conservation Center pada Oktober 2004, dan hasilnya menunjukan bahwa bahannya adalah daluang (Broussonetia papyrifera (L.) L’Hér. ex Vent). Daluang, juga disebut dluwang atau daluwang, merupakan salah satu bahan yang telah digunakan sejak dahulu sebagai kain (tapa) atau sebagai bahan tulis. Pemeriksaan mikroskop juga menunjukkan bahwa naskah ini tidak diolesi dengan kanji, dan pada seratnya masih terdapat pektin serta hemiselulose. Biasanya serat kayu yang utuh selalu dibalut oleh serat larut pektin dan hemiselulose.
Pada proses pemurnian kulit kayu daluang untuk digunakan menjadi bahan tulis, kadar kedua hidrat arang biasanya menyusut sehingga tinggal serat murni. Adanya kadar pektin serta hemiselulose dalam sampel naskah Tanjung Tanah menjadi indikator bahwa proses pembuatan naskah termasuk sederhana. Di samping itu permukaan daluang Tanjung Tanah juga termasuk kasar dibandingkan dengan naskah daluang lainnya yang diperiksa sebagai bahan pembandingnya.
Analisis Radiokarbon
Sampel kecil yang dengan izin pemilik naskah Tanjung Tanah diambil dari salah satu halaman yang kosong (yang tidak mengandung tulisan), dikirim ke Rafter Radiocarbon Laboratorydi Wellington, New Zealand, untuk dianalisis dengan menggunakan spektrometer pemercepat masa, accelerator mass spectrometry (AMS). AMS dapat disebut terobosan baru dalam metode pengukuran radiokarbon karena memungkinan analisis radiokarbon pada sampel yang sangat kecil volumenya.
Dengan menggunakan spektrometer, akurasi penentuan umur menjadi semakin tinggi karena metode tersebut mampu melacak unsur C-14 dari bahan uji coba yang amat kecil. Analisis sampel naskah Tanjung Tanah yang diadakan di Laboratorium Rafter menghasilkan umur radiokarbon 553 ± 40 tahun before present (BP) yang sama dengan tahun 1397 M ± 40 tahun (1357 – 1437 M) karena tahun 1950 dianggap sebagai present — (sesuai dengan ketentuan konvensi yang berlaku). Akan tetapi umur yang konvensional tersebut tidak persis sama dengan umur yang sebenarnya karena waktu paruh karbon-14 adalah 5.730 tahun. Dimana waktu paruh adalah waktu yang diperlukan untuk meluruhkan setengah dari inti atom. Artinya apabila proses peluruhan dimulai pada satu kilogram material radioaktif, material tersebut akan luruh menjadi setengah kilogram dari unsur tersebut.
Selanjutnya setengah kilogram material tersebut akan menjadi setengahnya lagi setelah waktu paruhnya dan seterusnya. Setelah memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi karbon-14 dan selanjutnya penyesuaian dilakukan dengan menggunakan kalibrasi INTCAL98. Setelah diadakan kalibrasi, maka terdapat dua kemungkinan tentang umur naskah Tanjung Tanah: Dengan probabilitas 95,4% naskah Tanjung Tanah jatuh pada kurun waktu 1304 dan 1370 M (44,3%), atau antara tahun 1380 dan 1436 M (51,7%). Persentase yang di kurung adalah distribusi probabilitas yang untuk kedua kurun waktu hampir sama sehingga kita harus menerima kenyataan bahwa penanggalan tidak dapat diadakan dengan sangat tepat. Namun demikian jelas bahwa pohon yang digunakan untuk menghasilkan kertas daluang di tebang antara tahun 1304 dan 1436 Masehi.
Naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah
Transliterasi naskah Tanjung Tanah telah disajikan dalam dua versi, yaitu transliterasi kritis dan transliterasi diplomatis. Transliterasi kritis merupakan salinan teliti secara huruf demi huruf, tanda demi tanda, sedapatnya mencerminkan setiap ciri atau kekhususan teks asli. Sedangkan transliterasi diplomatis yang merupakan salinan luwes yang bertujuan memperkirakan bagaimana bacaan teks tersebut sebagaimana yang dimaksudkan.
Arti beberapa kata
Beberapa kata-kata yang terdapat di dalam UU Tanjung Tanah, jika ditelusuri masih digunakan oleh masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut, diantaranya:
* Anjing Mawu: Kata mawu sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk binatang yang telah terlatih dengan baik. Anjing mawu artinya anjing terlatih. Burung mawu artinya burung peliharaan yang akan segera berbunyi jika kita bersiul.
Sumber : oediku.wordpress.com/2011/03/18/naskah-kuno-tanjung-tanah-kerinci-jambi/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja